Maksiat Tanpa Godaan Setan

KhazanahHadisMaksiat Tanpa Godaan Setan

Menunaikan ibadah dan ragam laku kebaikan menjadi mudah untuk ditunaikan di bulan Ramadhan. Lantaran setan yang menjadi penggoda manusia dalam banyak kesempatan kebaikan, tengah dibelenggu. Sebagaimana yang banyak dipahami dari hadis yang diriwayatkan Imam Muslim pada bab fadhl syahri ramadn nomor 2547, bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, Bila Bulan Ramadhan tiba, maka dibukalah pintu-pintu surga, pintu-pintu neraka ditutup, dan setan-setan pun dibelenggu.

Analisis Fajar Rachmadhani dan Chalimatus Sa’adah di artikelnya Majaz dan Implikasinya Terhadap Interpretasi Hadis Dibelenggunya Setan di Bulan Ramadhan (2019) menilai bahwa, hadis tersebut merupakan hadis yang muttashil, bersambung antara guru dan murid antar perawi. Pun seluruh perawi di hadis ini dapat diterima riwayatnya, serta diperkuat dengan jalur periwayatan lain seperti Imam an-Nasa’i, Ahmad, dan ad-Darimi dengan narasi agak beda tetapi bersumber dari sahabat yang sama, Abu Hurairah.

Hanya saja, terkadang kita masih bertanya-tanya, jika tidak setan sedang ditahan, mengapa di Bulan Ramadhan sekian laku jahat, buruk, dan mengumbar ambisi-hawa nafsu masih saja terjadi? Sebut saja semacam berbohong, mencuri, korupsi, gosip, menyengaja makan, dan seabrek laku serupa lainnya. Kok bisa ada maksiat tanpa setan? Bagaimana memaknai ‘setan dibelenggu’ sebagaimana yang disabdakan Nabi SAW?

Merespon pertanyaan semacam ini, beberapa ulama seperti Ibn Hajar al-Asqalani dalam kitabnya Fath al-Bari bi Syarah Shahih al-Bukhari berpendapat bahwa, ‘setan dibelenggu’ yang dimaksud dalam hadis tersebut ada dua bentuk.

Pertama, setan dilarang mencuri informasi langit saat Bulan Ramadhan tiba sampai selesai. Pelarangan itu merupa dalam bentuk belenggu atau mengikat. Kedua, upaya setan yang menggoda manusia saat Bulan Ramadhan tidak akan bisa maksimal seperti halnya di bulan-bulan lain. Karena manusia disibukkan dengan laku puasa, dzikir, dan membaca Al-Quran.

Baca Juga  Fenomena Dokter Faheem Younus

Beberapa ulama lainnya berpendapat sebaliknya. Hadis tersebut bukan simbol untuk menandai sesuatu, melainkan makna yang sesungguhnya. Setan-setan memang benar dibelenggu saat Bulan Ramadhan. Ketika ada keburukan dan maksiat, itu terjadi lantaran jiwa manusia yang terlalu kotor, akhirnya memproduksi habit yang buruk. Kebiasaan buruk yang mapan semacam ini tidak akan terpengaruh dengan kondisi setan yang tengah dibelenggu.

Dari pendapat yang kedua ini, saya menjadi teringat pada salah satu sesi ngaji virtual KH Bahauddin Nursalim (Gus Baha) di salah satu kanal youtube. Ujarnya, “Lebih baik ibadah Bulan Ramadhan sewajarnya tapi tidak merasa lebih saleh, daripada rajin ibadah terus merasa dirinya paling saleh.” Bisa jadi, merasa paling saleh dan paling lainnya ini menjadi bagian dari habit buruk yang samar untuk kita sadari, dan itulah yang merusak amal dari dalam.

Jadi, dapat dikatakan bahwa perilaku buruk di bulan Ramadhan sama saja seperti maksiat dengan kesadaran sendiri, maksiat tanpa godaan atau jerih payah setan. Maka dari itu, Ramadhan mendidik kita untuk mewaspadai dan melawan hawa nafsu diri sendiri. Kita patut memanfaatkan Bulan Ramadhan sebagai bulan pendulang amal baik dan penghapus kebiasaan buruk.

Ahmad Sugeng Riady
Ahmad Sugeng Riady
Alumnus Magister Studi Agama-Agama UIN Sunan Kalijaga, penulis, dan masyarakat biasa.
Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.