Perkataan Sayyidina Ali tentang Kemuliaan Guru

KhazanahPerkataan Sayyidina Ali tentang Kemuliaan Guru

Sayyidina Ali bin Abi Thalib adalah pintu dari keilmuan Rasulullah SAW. Kalam hikmah dan kebijaksanaannya bertebaran. Kini perkataan Sayyidina Ali kerap kita jumpai dalam format populer bernama kata mutiara. Dalam mengekspresikan tingginya kemuliaan dan penghormatan pada guru, Sayyidina Ali pernah berkata, Ana ‘abdu man ‘allamani walaw harfan wahidan. Yang maknanya, “Aku adalah hamba bagi siapapun yang mengajariku walaupun hanya satu huruf.”

Kata budak di sini bukan berarti seorang murid lantas tertindas, dibungkam pendapatnya, atau tak boleh menyelisihi pendapat gurunya. Perbedaan-perbedaan argumen antara murid dengan guru telah menjadi perkara wajar dalam sejarah intelektual Islam.

Perkataan itu adalah ungkapan atas spirit penghormatan dan pengabdian seorang murid pada gurunya. Betapa tidak, guru adalah figur yang berperan besar dalam menyalakan cahaya ilmu untuk sang murid. Seorang guru yang arif dan alim ibarat Nabi atas umatnya. Ia mengasihi, mendidik, dan mengajari muridnya berbagai ilmu. Dengan berkas cahaya itu seorang murid akan memiliki bekal dan bisa menjalani kehidupan dengan baik, bisa mengenal Tuhan juga agamanya.

Jasa guru sangatlah luar biasa. Hal itu bisa dirasakan oleh para muridnya. Suasana kebatinan penuh syukur dan terima kasih itu terwakili oleh satu syair populer yang kerap kita dengar. Syekh Habib Umar Muhdhar bin Abdurrahman Assegaf menggubah lagu yang berjudul “Man Ana”. Penggalan awalnya berbunyi, Man ana man ana, man ana laulakum, yang artinya “Siapakah diriku siapakah diriku, siapakah aku kalau tiada bimbingan kalian (guru)”. Baris pertama sudah cukup memerlihatkan betapa besar jasa para guru. Tanpa mereka, kita bukan siapa-siapa.

Apa yang disampaikan Sayyidina Ali juga menggambarkan tradisi Islam dalam menghormati ilmu serta pembawanya, yang dicontohkan oleh ulama terdahulu. Praktik itu bisa kita cermati dari kisah Imam Syafi’i. Suatu ketika, para murid Imam Syafi’i terheran dan bertanya-tanya karena Imam Syafi’i tiba-tiba memeluk dan mencium penuh hormat tangan seorang lelaki tua yang kebetulan dijumpainya. Ternyata lelaki itu pernah mengajari Imam Syafi’i bagaimana cara mengetahui seekor anjing yang telah dewasa. Tegas, Imam Syafi’i mengatakan bahwa lelaki tua itu adalah gurunya. Walau sekadar pengetahuan sederhana tentang anjing, Imam Syafi’i tak meremehkannya dan sangat menghormati orang yang mengajarinya.

Baca Juga  Potret Perjuangan Aktivis Pro-Palestina di Amerika

Berbeda dengan para ulama dahulu yang harus berjuang keras demi mendapat pengetahuan dan sumber bacaan. Kita sekarang justru hidup di tengah tsunami informasi, buku juga sangat mudah diakses. Kabar buruknya, dengan keberlimpahan data dan informasi ini, pengetahuan seolah kehilangan sakralitasnya. Kemudahan memang cenderung menjadikan seseorang mudah menyepelekan.

Namun demikian, kalam Sayyidina Ali tadi adalah penjaga ingatan kita bahwa pengetahuan, bagaimanapun itu tetap sesuatu yang bernilai tinggi dan berharga, baik ilmu itu didapatkan secara mudah maupun susah, baik diperoleh secara tatap muka maupun daring seperti yang banyak terjadi sekarang. Sebab itu, secara otomatis seorang guru selaku penyampai ilmu juga akan selalu memiliki kedudukan yang mulia.

Posisi mulia seorang guru juga ditegaskan dalam suatu hadis yang berbunyi, Orang tuamu ada tiga, yaitu ayah yang menjadi sebab kelahiranmu (orang tua biologis), orang tua yang mengawinkanmu dengan anak gadisnya (mertua), dan orang tua yang mengajarimu ilmu, dan dialah (yang ketiga) yang utama di antara mereka.

Kedudukan para guru disejajarkan dengan orang tua. Dengan demikian, mereka wajib dihormati dan diperlakukan sebagaimana kita memperlakukan baik ayah ibu kita. Tradisi menghormati guru adalah ajaran utama yang mesti dipertahankan. Jangan kita pongah karena merasa telah sukses atau lebih pintar. Tanpa mereka kita bukan apa-apa dan tak akan menjadi siapa-siapa. Selamat Hari Guru! Wallahu a’lam. []

Khalilatul Azizah
Khalilatul Azizah
Redaktur Islamramah.co || Middle East Issues Enthusiast dengan latar belakang pendidikan di bidang Islamic Studies dan Hadis. Senang berliterasi, membahas persoalan sosial keagamaan, politisasi agama, moderasi, khazanah kenabian, juga pemikiran Islam.
Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.