Penjelasan Hadis Laa Dharara wa Laa Dhirara

KhazanahHadisPenjelasan Hadis Laa Dharara wa Laa Dhirara

Larangan merugikan dalam bentuk apapun adalah salah satu prinsip dasar hidup yang diatur oleh Islam. Riwayat populer yang menarasikan hal tersebut adalah hadis yang berbunyi Laa dharara wa laa dirara, yang artinya “Janganlah memberikan kemudaratan pada diri sendiri, dan jangan pula memudarati orang lain” (HR. Ibnu Majah dan Daruquthni). Hadis tersebut adalah salah satu dari 42 hadis pilihan yang dihimpun Imam Nawawi dalam kitabnya al-Arba’in al-Nawawiyah. Sebuah kitab yang berisi hadis tentang pokok-pokok dalam beragama. Dengan kata lain, hadis tersebut merupakan asas yang sangat penting untuk dipahami dan diamalkan.

Hadis pendek ini menerangkan, bahwa kita tak diperbolehkan membahayakan diri sendiri atau orang lain baik secara lisan maupun laku. Dalam skala yang lebih luas, tindakan kita jangan sampai menimbulkan kerugian bagi tumbuhan, hewan, alam, serta lingkungan hidup. Perilaku merugikan pada gilirannya bisa kembali kepada orang yang melakukan. Karena Nabi pernah bersabda, Barang siapa melakukan kemudaratan pada seorang Muslim, maka Allah akan menimpakan kemudaratan kepadanya (HR. Abu Daud dan al-Tirmidzi).

Ibnu ‘Utsaimin menjelaskan, bahwa kata al-dharar bermakna kerusakan yang tak disengaja. Sedangkan al-dhirara disertai unsur kesengajaan. Dalam pengertian lain, al-dharar adalah menimbulkan kerusakan pada orang lain secara mutlak. Adapun al-dhirar ialah membalas kerusakan yang ditimpakan dengan kerusakan lain. Pemaknaan ini dengan sendirinya meniadakan ide balas dendam. Sebab, kerusakan jika dibalas dengan hal serupa tidak akan menyelesaikan masalah, tapi justru memperlebar dampak negatifnya.

Menurut para ahli ilmu, hadis ini adalah suatu konsep agung. Lafaznya ringkas namun mencakup banyak kaidah. Hukum-hukum syariat dan muamalah antarmakhluk harus dilandasi hadis itu guna mencapai kemaslahatan umum. Menjauhi mudarat sebelum itu terjadi dan menghilangkannya jika terlanjur terjadi adalah bagian dari tujuan syariat Islam. Bahkan para ulama juga mengetengahkan kaidah dar’u al-mafasid muqaddamun ‘ala jalbi al-mashalih, yakni menghindari kerusakan lebih didahulukan ketimbang mengupayakan maslahat. Terlihat betapa bahaya atau kerusakan adalah sesuatu yang sangat diantisipasi dan dihindari oleh Islam.

Baca Juga  Bacaan Agar Makanan dan Minuman Menjadi Obat

Hadis larangan menimbulkan mudarat ini adalah kaidah pokok syariat yang menjadi prinsip dalam hukum, akhlak, muamalah, juga pergaulan antarmakhluk. Ide utamanya adalah menolak kerusakan atau bahaya dalam segala bentuk dan macamnya. Berbuat kerusakan adalah keharaman, dan menghilangkannya adalah kewajiban. Seorang yang berbuat mudarat pada orang lain sama halnya ia telah menciderai hak orang tersebut. Kandungan hadis ini adalah mutiara nasihat yang harus senantiasa diteguhi, untuk menciptakan kehidupan yang harmonis. Wallahu a’lam. []

Khalilatul Azizah
Khalilatul Azizah
Redaktur Islamramah.co || Middle East Issues Enthusiast dengan latar belakang pendidikan di bidang Islamic Studies dan Hadis. Senang berliterasi, membahas persoalan sosial keagamaan, politisasi agama, moderasi, khazanah kenabian, juga pemikiran Islam.
Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.