Hijaukan Hati, Hijaukan Bumi

KhazanahHikmahHijaukan Hati, Hijaukan Bumi

Umat Islam memiliki amanah untuk mengembangkan sikap yang bermakna dan bertanggung jawab terhadap Bumi serta hidup seimbang dengan alam. Belum lama ini, Kongres Ulama Perempuan 2 merilis Fatwa Haram bagi pelaku (mubasyir) maupun penyebab (mutasabbib) kerusakan lingkungan. 

Secara koheren, sejumlah besar organisasi Muslim lokal maupun global yang terlibat dan berfokus pada isu-isu lingkungan, berkembang pesat dalam satu dekade belakangan. Seperti gerakan Eco-Pesantren, Green Muslim, KUPI, Al-Mizan: A Covenant for the Earth (Perjanjian untuk Bumi), Islamic Foundation for Ecology and Environmental Science (IFEES), dan masih banyak lainnya. Gerakan ini berupaya untuk memperkuat tindakan lokal, regional, dan internasional dalam memerangi perubahan iklim dan ancaman kerusakan bumi lainnya, dengan pendekatan spiritual Islam.

Isu lingkungan di dunia Islam mengemuka setelah para ulama, cendekiawan, dan aktivis Muslim global menyusun Islamic Declaration on Global Climate Change (Deklarasi Islam tentang Perubahan Iklim Global) pada tahun 2015. Di mana Seyyed Hossein Nasr, tokoh kunci Environmentalisme Islam dan pemikir resakralisasi alam, mengungkapkan “Nilai utama dari deklarasi tersebut adalah untuk mengingatkan umat Islam bahwa alam bukan hanya sebuah mesin, tetapi alam memiliki makna spiritual.”

Pada dasarnya, krisis lingkungan tidak dapat diselesaikan hanya dengan teknologi, kebijakan ekonomi, atau politik. Akar dari krisis lingkungan berada pada hati, pikiran, dan spiritualitas manusia, ketika manusia mengadopsi pandangan dunia yang terpisah dari alam. Alam menjadi “sesuatu” untuk dijinakkan, dikendalikan, dan dikuasai. Perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan akhirnya hanya mementingkan bagaimana caranya agar manusia dapat memperoleh keuntungan dari alam saat ini juga dan sebanyak-banyaknya. 

Kita perlu melihat lebih dalam untuk memahami apa yang menyebabkan krisis ini. Bagi umat Islam, krisis lingkungan adalah masalah yang sangat spiritual. Kita perlu memecahkan masalah krisis ekologis yang semakin memburuk ini, dengan menghijaukan hati dan menemukan kembali peran alam dalam Islam, terutama Al-Qur’an. 

Baca Juga  Ngatawi Al-Zastrouw: Shalawat Itu Seni dalam Gerakan Keagamaan

Faktanya, di dalam Al-Qur’an, Allah SWT ingin kita menghormati alam layaknya satu komunitas yang hidup (QS. 6: 38). Terlebih lagi disebutkan bahwa alam merupakan entitas yang juga beribadah dan menyembah Tuhan yang sama seperti kita (QS. 6:1). Sakralnya alam bagi kehidupan manusia tidak mungkin diragukan, karena di sinilah Allah SWT memaparkan tanda-tanda ke-Maha-annya yang patut kita renungkan (QS. 2:164). 

Maka dari itu, dalam etika Islam, alam memiliki hak yang tidak boleh dilanggar oleh manusia (QS. 55:7-8). Manusia menginjak bumi semata-mata demi menjalankan amanah untuk berusaha mengelola alam dengan sebaik-baiknya(QS. 33:72).

Jadi, Al-Quran berusaha menghijaukan hati kita dan mendorong untuk bergerak menghijaukan bumi. Jika, manusia meluruskan kembali pandangannya, serta memperbaiki hubungannya dengan alam, tentu tidak akan lagi merusaknya. Dengan begitu, Ilmu pengetahuan dan teknologi akan berkembang selaras dengan alam. Sebagai hamba Allah, kita memiliki peran penting yang harus dimainkan dalam pelestarian alam. 

Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.