Allah SWT memiliki sembilan puluh sembilan nama yang baik yang populer disebut Asamul Husna. Al-Lathif salah satunya, artinya Yang Maha Lembut. Allah itu bukan sekadar dzat yang lembut terhadap makhluknya, tetapi atas kehendaknya mampu melembutkan orang-orang yang memusuhinya. Pergantian waktu siang dan malam juga terjadi dengan kelembutan, tidak seumpama jalan yang dipenuhi krikil, kasar.d
Bagi umat Muslim, Asmaul husna yakini memiliki keistimewaan dan mendatangkan manfaat tertentu sesuai nama-namanya untuk diamalkan sebagai doa, zikir dan kehidupan sehari-hari. Al-Lathif, dalam bahasa klasik berarti, halus, lembut, tipis, elegan. Sebagaimana dalam firman Allah SWT, Dan Allah memiliki Asmaul husna (nama-nama yang terbaik), maka bermohonkanlah kepada-Nya dengan menyebutnya Asmaul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyalahartikan nama-nama-Nya. Mereka kelak akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan (QS. Al-A’raf: 180).
Saat dihadapi dengan perasaan yang penuh kedongkolan, mohonlah perlindungan pada nama Allah al-lathif agar hati kita dan orang yang keras kepala itu dilembutkan. Tidak dirundung perasaan emosi dan kegelisahan. Kelembutan itu bukan suatu kelemahan, justru banyak orang yang tidak mampu menahan amarahnya, karena bersikap sabar dan tenang bukan suatu yang mudah di tengah-tengah berkecamuknya pikiran.
Selain itu, bukti bahwa al-Lathif juga bermakna melembutkan, seperti kisah yang terkenal di kalangan tasawuf. Suatu ketika salah seorang sufi terkemuka, Syekh Abu Yazid al-Busthami tengah dilanda rasa lapar dan haus yang nyaris membuatnya merasa kematian telah dekat, ia memohon kepada Allah agar diberi sabar dan kekuatan, sampai pada Allah memberi rezeki kepada sang sufi melalui tangan musuhnya, secara tiba-tiba mengantarkan santapan dan tenaganya kembali pulih.
Sang sufi merasa dilema, lantas membenak, Wahai Allah aku berterima kasih atas rezeki yang diberi ini, tetapi mengapa Engkau memberikan semua itu melalui tangan musuh-musuhmu, sungguh merasa hina sekali diriku. Kemudian Allah berkata, Wahai Abu Yazid, bukanlah Aku Tuhanmu, jika tidak bisa melembutkan musuh-musuhmu dan musuh-musuhku. Spontan Abu Yazid tersadar dan beristighfar.
Berdasarkan kisah tersebut, adalah suatu hal yang biasa jika kita mendapat hal-hal baik oleh orang yang dekat dan kenal dengan kita. Manusia cenderung berbuat baik kepada yang berbuat pula padanya. Namun, tidak biasa apabila yang memberikan kebaikan itu orang yang tak dikenal, terlebih mereka yang jelas-jelas memusuhi yang membenci kita. Kalau bukan Allah yang menggerakan hati musuh tersebut untuk berbuat baik, lantas siapa lagi. Ini bukti Allah yang memiliki sifat al-lathif.
Maka dari itu, mengamalkan zikir asmaul husna al-lathif kiranya perlu untuk kebaikan hidup di dunia dan akhirat. Saat membutuhkan pertolongan, insyaallah orang-orang akan dilembutkan hatinya tergerak untuk membantu kita. Di samping seorang Muslim yang menzikirkan al-lathif harus lebih bisa mengamalkan kelembutan dalam hatinya untuk tergerak pada hal-hal kebaikan. Ibarat batu yang keras sekalipun akan hancur dengan kelembutan tetesan air yang terus menerus menghujaninya. Kelembutan itu bersifat abadi, sementara kekerasan itu sementara, karena akan rusak dengan sendirinya.
Tidakkah engkau memperhatikan, bahwa Allah menurunkan air (hujan) dari langit, sehingga bumi menjadi hijau? Sungguh, Allah Maha Halus, Maha Mengetahui (QS. Al-Hajj: 63).