Menjadi Perempuan Pembelajar

KolomMenjadi Perempuan Pembelajar

Salah satu tawaran masa depan seorang perempuan adalah menjadi seorang ibu. Sebuah peran utama, mulia, sekaligus berdaya dampak besar dalam organisasi keluarga. Tanpa meniadakan keterlibatan ayah dalam agenda pengasuhan, menjadi ibu yang merawat dan mendidik anak merupakan proses belajar tak berkesudahan. Kehidupan awal seorang anak manusia bahkan disemai dalam rahim wanita. Tugas melahirkan, menyusui juga hanya bisa dilakukan oleh mereka. Perempuan memiliki tantangan peran yang kompleks. Karena itu, menjadi seorang perempuan pembelajar sepanjang hayat adalah kewajiban yang tak bisa ditawar, agar peran istimewa sebagai ibu khususnya dan sebagai perempuan pada umumnya, dapat dijalani dengan penuh kesadaran, selaras, dan sarat makna.

Ini bukan nasihat dari seorang yang berpengalaman menjadi ibu. Namun, merupakan refleksi pribadi atas apa yang penulis cermati dari pengalaman orang-orang dekat ataupun fenomena sekitar. Menjadi wanita pembelajar, dalam hal ini menghimpun dimensi berlapis. Sejak awal, seorang perempuan mesti menyadari siapa dirinya, apa yang menjadi kodrat asasi berikut berbagai kemungkinan dan tanggung jawab yang menyertai. 

Pada level berikutnya, kehidupan rumah tangga yang tak sederhana juga melahirkan batasan, hak, serta kewajiban yang harus dimengerti baik oleh laki-laki maupun perempuan. Jika tidak dipelajari, sudah barang pasti akan menimbulkan silang sengketa yang berarti. Melihat fenomena kekerasan dalam rumah tangga yang kerap menimpa pihak wanita, maka wawasan tentang hukum dan kesadaran bahwa laki-laki serta perempuan setara sama-sama sebagai subyek sekaligus obyek dalam pernikahan pun wajib diketahui bersama. 

Lebih jauh, pilihan memiliki anak melahirkan tanggung jawab yang tak sederhana, yakni tugas seterusnya merawat manusia yang Tuhan percayakan pada kita. Perempuan khususnya, yang akan menjalani lakon kodrati mengandung, melahirkan, dan menyusui, harus mempersiapkan diri baik secara mental, fisik, maupun pengetahuan yang terkait dengan segala proses tersebut. Upaya spiritual juga tak kalah penting disertakan dalam menopang rangkaian proses berat itu. Optimalisasi spiritualitas dikatakan dapat menguatkan kehamilan seorang ibu. Afirmasi positif dan doa dipercaya bisa menghalau pikiran buruk serta energi negatif yang mungkin hadir dalam masa-masa berat tadi. Tak lupa, dukungan serta kesadaran suami membersamai proses tersebut  pun harus ada.

Baca Juga  Syekh Ali Jumah: Memanen Pahala Melalui Aktivitas Keseharian

Memiliki anak tidak sebatas memberi makan, membesarkan, bukan tentang membuatnya patuh atas apa yang dititahkan, ataupun memberi mereka segala yang diinginkan. Semua kembali dan bermula dari tujuan keberadaan manusia di dunia ini. Kita diperintah untuk menjadi manusia berakhlak yang mendayagunakan akal pikiran dan segala karunia Tuhan untuk berkolaborasi mengelola bumi demi kemaslahatan universal. Manusia adalah khalifah Tuhan yang harus bermoral. Atas dasar ini, pendidikan anak harus diarahkan agar mereka menjadi manusia berbudi pekerti luhur yang bisa mengoptimalkan potensi dirinya untuk mencapai kebahagian pribadi sekaligus memberi manfaat bagi sesama.

Untuk tujuan besar pendidikan tersebut, ibu selaku sumber pengetahuan awal dan sentral bagi anak haruslah mengisi diri terlebih dahulu. Jika tidak memiliki isi, maka apa yang akan dibagi? Perempuan pun laki-laki wajib mengerti, mendidik adalah tentang menuntun, bukan menuntut. Tanpa ilmu, bukan tak mungkin para ibu atau orang tua akan salah arah dalam merawat buah hati mereka. Boleh jadi mereka memaksakan kehendak pada anak karena merasa orang tua pasti benar, mengabaikan pendapat anak, sehingga anak tumbuh dalam tekanan. Boleh jadi orang tua tidak peduli untuk meluangkan waktu, memberi perhatian dan kasih sayang yang dibutuhkan anak, sehingga mereka merasa kesepian dan tak dicintai. Tak tertutup kemungkinan pula anak akan berperilaku liar karena terus dikekang oleh ego ibu atau ayahnya.

Tanpa pengetahuan dalam mendidik, segala rupa keburukan adalah ancaman yang dekat bagi proses pengasuhan. Bekal mental, intelektual, spiritual, bahkan finansial harus benar dipersiapkan untuk menyongsong peran sebagai seorang ibu. Ibu adalah guru pertama dan orang tua adalah teladan utama. Tidak ada cara lain untuk membentuk manusia bermoral dan generasi yang unggul kecuali dengan adanya perempuan-perempuan berdaya serta orang tua yang tak putus belajar. 

Memang, konon tak ada konsep yang sempurna untuk mengasuh anak. Namun, menjadi pribadi pembelajar merupakan penawar dari ketidaksempurnaan tersebut. Selalu belajar adalah cara berkelanjutan untuk menginsafi apa yang keliru, menyadari apa yang harus diperbaiki, dan berkesadaran agar terus tumbuh meningkatkan kualitas diri. Wallahu a’lam. []

Khalilatul Azizah
Khalilatul Azizah
Redaktur Islamramah.co || Middle East Issues Enthusiast dengan latar belakang pendidikan di bidang Islamic Studies dan Hadis. Senang berliterasi, membahas persoalan sosial keagamaan, politisasi agama, moderasi, khazanah kenabian, juga pemikiran Islam.
Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.