Syarat Umat Moderat menurut Badriyah Fayumi

BeritaSyarat Umat Moderat menurut Badriyah Fayumi

Melalui video yang diunggah kanal Youtube Harakah Majelis Taklim pada (6/11/2021), Nyai Badriyah Fayumi menjelaskan tentang lima syarat untuk menjadi umat moderat. Sebagaimana cita-cita ideal al-Quran yang tercantum dalam QS. Al-Baqarah: 143, di mana umat Islam diproyeksikan untuk menjadi ummatan wasathan (umat moderat). Untuk mewujudkannya kita perlu pribadi-pribadi, keluarga, dan umat yang memiliki ilmu, amal, serta akhlak yang menunjang terwujudnya karakter umat tersebut, yaitu umat yang adil, proporsional, berkeseimbangan, tidak berlebih-lebihan, tidak ekstrem, sehingga bisa menjadi umat yang terbaik.

Menurut Nyai Badriyah, syarat yang pertama adalah ilmu yang luas. “Dengan ilmu yang luas manusia akan punya cara pandang yang luas pula, manusia tidak akan ekstrem, ia bisa moderat, tidak mudah menyalahkan yang berbeda. Contoh sederhana dalam kehidupan sehari-hari, ada pepatah yang menyebut “seperti katak dalam tempurung”, karena ia dalam tempurung maka yang dilihat hanya sebatas yang dalam tempurung saja, itulah dunianya. Begitu melihat dunia yang lain ia terkaget-kaget. Karena itulah untuk memiliki cara beragama yang moderat, mewujudkan umatan wasathan perlu ilmu yang luas agar tidak picik, tidak kaku, dan tidak mudah menyalahkan, karena khazanah keilmuan Islam amat sangat luas dan kaya”, tutur Nyai pengasuh pesantren Mahasina Darul Quran wal Hadis, Bekasi, Jawa Barat itu.

Ia melanjutkan, untuk syarat kedua adalah perlu punya hati yang lapang, “Terutama hati yang punya rasa empati, hati yang bisa merasakan apa yang dirasakan oleh saudaranya. Misal, kalau saudara kita melakukan sesuatu dan dia merasa itu sesuatu yang baik maka kita harus menghormatinya sebagaimana kita juga ingin apa yang kita lakukan dihormati oleh orang lain. Hati yang lapang juga perlu bagi umat Islam agar bisa menjadi ummatan wasathan dengan menjadi pribadi yang pemaaf. Orang tak mungkin menjadi pemaaf kalau hatinya tidak dipenuhi kelapangan juga rahmah”. Lembut hati, mampu berempati, mampu memaafkan ini karakter yang sangat penting dari ummatan wasathan. Jika tidak demikian, orang akan lari dari seruan kita, seperti yang Allah sebutkan dalam QS. Ali Imran: 159.

Adapun syarat yang ketiga adalah perlu adanya contoh teladan. Nyai Badriyah mengungkapkan rasa syukurnya karena banyak tokoh Nusantara yang bisa dijadikan teladan mengenai bagaimana berpikir dan bersikap moderat. “Adapun contoh yang paling utama tentu Rasulullah SAW sebagaimana dapat kita baca dalam sirah-sirah nabawiyah dan hadis-hadis Nabi. Kita patut mensyukuri, hari ini bangsa Indonesia adalah role model bagi bangsa-bangsa Muslim di dunia betapa Islam wasathiyyah betul-betul telah ada di Indonesia, tentu karena banyak kekuatan moderat yang menjaganya. Sebab itu, anugerah besar Allah ini mari kita jaga”, imbuhnya.

Baca Juga  Tantangan Umat Islam Atas Fenomena Kecerdasan Buatan

Yang tak kalah penting ialah syarat keempat, yaitu kita perlu lebih mengedepankan rasio/akal daripada emosi dalam bersikap. Karena emosi yang meluap-luap dan tak terkendali adalah pangkal berbagai persoalan, kerugian, serta penyesalan. Nyai Badriyah menerangkan, “Sikap emosional ini seringkali seolah-olah heroik, kita membela agama, tapi kemudian bisa menimbulkan masalah dan banyak dampak negatif di kemudian hari. Maka cara beragama yang emosional ini juga tidak sesuai dengan cita-cita ummatan wasathan. Kedepankanlah cara beragama yang menggunakan pikiran rasional-proporsional. Kita menggunakan rasa untuk bisa berempati dan menggunakan rasio agar tidak gampang terpancing emosi. Sebab itu, ketika hendak membela agama kita, kita perlu cara-cara pembelaan yang rasional dan proporsional, bukan cara-cara pembelaan yang emosional yang kemudian akan merugikan kita, masyarakat, dan agama kita sendiri.”

Syarat terakhir, perlu menjadi pribadi yang hati-hati dan bijaksana. Saat ini kita dihadapkan pada tatanan dunia digital yang begitu terbuka, cepat, liar, penuh sampah informasi. Kemampuan cermat mencerna informasi dan tidak terburu-buru menyebarluaskannya menjadi begitu mendesak dikuasai. “Menyambung yang tadi rasional dan proporsional, kita jangan gegabah, jangan terlalu mudah merespons sesuatu. Ada postingan yang muncul lewat medsos kemudian langsung share. Padahal postingan itu berisi provokasi, tanpa kita melakukan verifikasi kita langsung menyebarluaskan, maka yang terjadi kemudian keresahan-keresahan. Karena itu sangat penting kita diingatkan ketika mendapat berita-berita tidak pas, tidak jelas”, sambung Nyai Badriyah. 

Dalam hal ini, Ibu Nyai Badriyah memberikan tips ketika mendapati suatu informasi, “Lakukan 3B kalau ada suatu berita atau informasi, yakni pastikan berita itu benar dan baik, jika sudah pasti benar dan baik, cek lagi apakah akan bermanfaat jika disebarluaskan”, pungkasnya. Nyai Badriyah menyimpulkan, bahwa ketika kita melewati batas moderasi beragama sudah pasti kerugiannya akan kembali pada diri kita sendiri, orang lain, hingga agama itu sendiri. Wallahu a’lam. []

Khalilatul Azizah
Khalilatul Azizah
Redaktur Islamramah.co || Middle East Issues Enthusiast dengan latar belakang pendidikan di bidang Islamic Studies dan Hadis. Senang berliterasi, membahas persoalan sosial keagamaan, politisasi agama, moderasi, khazanah kenabian, juga pemikiran Islam.
Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.