Suara Keadilan Ulama Perempuan

KolomSuara Keadilan Ulama Perempuan

Kongres Ulama Perempuan Indonesia ke-2 (KUPI 2) ditutup dengan khidmat pada 26 November 2022. Setelah tiga hari berkongres di Pondok Pesantren Hasyim Asy’ari Bangsri Jepara, 1300-an peserta bertolak ke daerahnya masing-masing membawa hasil musyawarah keagamaan yang mengkritik bias gender dalam dinamika keagamaan dan kebangsaan di Tanah Air. Secara terang mengharamkan ekstremisme beragama, pernikahan paksa, pernikahan anak, sunat perempuan, dan pengrusakan lingkungan, yang berdampak pada melemahnya kaum perempuan.

KUPI diselenggarakan untuk mengetengahkan kerja intelektual, kultural, sosial, dan spiritual perempuan dalam memoderasi isu-isu keagamaan dan kemasyarakatan. Di majelis musyawarah Ulama Perempuan, parameter keadilan diperluas dengan memasukkan pengalaman perempuan, baik secara sosiologis maupun biologisnya, sebagai acuan penting. Tanpa melibatkan perempuan dalam isu strategis, potret realitas dan solusi yang dikembangkan untuk mencapai keadilan menjadi kurang memadai dan selalu meninggalkan celah kosong.

Selain kuat dengan karakteristik tradisional khas kaum pesantren, KUPI adalah gerakan sosial keagamaan modern berhaluan feminisme Islam. Gerakan atas ide dan perjuangan untuk mengadvokasi kesetaraan sosial, ekonomi dan politik bagi perempuan dengan semangat Islam.  Kalau kata Ziba Mir-Hosseini di awal kemunculan wacana gender Islam era 90-an, “tuntutannya feminis namun legitimasinya dari Islam.”

Bagi sebagian masyarakat Muslim arus utama, jangankan kata feminisme yang identik dengan barat, sekuler, anti-agama. Istilah Ulama Perempuan saja sudah cukup terdengar menantang otoritas keulamaan dan kemapanan ‘hukum keluarga Islam’ yang telah didesain Tuhan berpihak pada kuasa dan kepentingan tatanan patriarki. Sebaliknya pula, sebagian meragukan institusi agama karena pesan-pesannya yang patriarki dan gagal merespons tantangan pengalaman sosiologis perempuan di dunia modern. Karena itulah, penting adanya moderasi pada titik-titik persinggungan isu gender dalam konteks sosial dan politik Indonesia ini.

Memang pada muara pergulatan isu Islam, budaya, dan modernitas, masyarakat Muslim Indonesia tidak lepas dari tarikan antara dua kutub pemikiran Islam, yaitu Arab dan Barat. Sebagaimana yang dituliskan Dr. Aksin Wijaya, Islam dalam Pusaran Tiga Peradaban. Kondisi ini perlu dihadapi bersama secara apresiatif-kritis demi terwujudnya jalan tengah yang harmonis. Demikian pula dalam diskursus isu gender yang berkembang di Indonesia, sebagian gagasan masyarakat terafiliasi pada pemikiran Barat dengan ide-ide liberalisme dan feminisme-nya, dan sebagian lagi berafiliasi pada Arab dengan otoritarianisme dan legitimasi kontrol pada perempuan. 

Suara dan keilmuan Ulama perempuan, seperti yang terwakili dalam KUPI, berusaha memoderasi wacana pemikiran Gender Islam kedua kutub itu ke dalam konteks masyarakat di Indonesia. Secara adil dan metodologis melakukan kritik terhadap miskonsepsi dan misinterpretasi wacana gender yang lahir dari pemahaman kearaban maupun kebaratan, sekaligus berusaha menyaring hikmah, manfaat, dan nilai-nilai positif yang ada dari keduanya.

Baca Juga  Pluralisme ala KH. Jalaludin Rakhmat

Sebagai suatu langkah wasathiyah bagi persinggungan ide dan gagasan gender Islam di Indonesia itulah, KUPI turut andil menjadi wadah kolaborasi untuk mengembangkan dan memperkuat identitas Islam keindonesiaan yang moderat dan akomodatif. Seperti yang dituturkan Nyai Badriyah Fayumi pada pembukaan Konferensi Internasional di Semarang, KUPI adalah ruang yang mempertemukan pemikiran dan gerakan, teks dan konteks, penelitian ala kampus dan Kearifan kitab kuning ala pesantren, untuk membangun peradaban yang berkeadilan. 

Ulama Perempuan, ulama yang menguasai ilmu-ilmu keislaman dan mengkaji seluk-beluk sosial-budaya perempuan demi tegaknya keadilan, telah menghasilkan banyak alat untuk menyanggah interpretasi misoginis dan patriarki dari sumber hukum Islam. Di antaranya, Perspektif Mubadalah yang dikembangkan Kang Faqihuddin Abdul Kodir dan KH. Hussein Muhammad, Keadilan Hakiki Perempuan dari Dr. Nur Rofi’ah, Penghapusan Bias Gender Kitab Kuning yang digagas Nyai Sinta Nuriyah, dan lain sebagainya. Ulama Perempuan menyumbangkan banyak sumber kearifan untuk mengatasi masalah pembangunan dan pemberdayaan manusia. 

Tidak dimungkiri lagi, sejarah kesetaraan, kebebasan, dan keadilan bagi perempuan yang secara substantif telah diperjuangkan Nabi Muhammad SAW, terkubur dalam dialektika yang rumit antara otoritas agama dan politik kekuasaan abad ke tujuh. Upaya untuk menggalinya kembali dan mengatasi masalah agama yang terjebak dalam budaya patriarki, bukan sekadar memenuhi tuntutan sosial, intelektual, dan politik. Tapi lebih dari itu, sebagai kewajiban agama yang mendasar dan spiritual. Tidak lain karena keadilan dan kesetaraan sesama manusia merupakan ajaran pokok dalam Islam.

Singkatnya, panggung Ulama Perempuan membuka kedok realitas bahwa wacana kita bukan lagi soal benturan gagasan feminisme vs Islam, tetapi tentang pertarungan sesungguhnya. Yaitu antara konstruksi patriarki dan otoritarianisme dalam budaya masyarakat yang merugikan perempuan, dengan kekuatan pluralisme, demokrasi, dan keadilan sosial dari Islam. 

Seruan keadilan Ulama Perempuan tidak hanya mematahkan tradisi bias gender dalam pemahaman agama yang melatarbelakangi berbagai masalah sosial, seperti pernikahan paksa, sunat perempuan, pernikahan di bawah umur, atau kekerasan atas nama agama. Tetapi sekaligus juga mematangkan otoritas dan kontribusinya sebagai gerakan pembaharu dan moderasi beragama. Terselenggaranya KUPI 2 Jepara menyegarkan sikap beragama kita, untuk hidup berkeadilan dengan menolak segala praktik budaya maupun agama yang membahayakan perempuan, bangsa, negara, dan semesta.

Selvina Adistia
Selvina Adistia
Redaktur Islamramah.co. | Pegiat literasi yang memiliki latar belakang studi di bidang Ilmu al-Quran dan Tafsir. Menuangkan perhatian besar pada masalah intoleransi, ekstremisme, politisasi agama, dan penafsiran agama yang bias gender.
Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.