Guru, Pahlawan Penuh Jasa

KolomGuru, Pahlawan Penuh Jasa

Guru adalah penyambung mata rantai ilmu. Tugas yang diembannya demikian besar dalam mendidik sumber daya manusia agar cakap hidup. Siapa kita hari ini, semua bidang profesi, tak lepas dari bimbingan dan campur tangan guru melalui berbagai jenjang pendidikan mulai dari pra-sekolah sampai perguruan tinggi. Dalam makna yang lebih luas, segala perilaku hidup, keterampilan, hingga kecakapan diri merupakan buah dari pengajaran. Kini saatnya memugar dan menggeser penekanan dari ungkapan “Pahlawan tanpa tanda jasa” menuju “Pahlawan penuh jasa” agar kesadaran kita lebih terarah pada upaya penghargaan atas jasa para guru melalui kerangka kebijakan dan sikap-sikap yang berpihak pada mereka.

Aksi seremonial atau merepetisi penyebutan guru sebagai pahlawan yang berjasa besar bagi pengembangan diri anak bangsa tidaklah signifikan. Guru sekiranya tak begitu perlu sanjungan. Yang mereka butuhkan adalah kebijakan nyata yang adil, peka, dan peduli terhadap kebutuhan mereka. Kita berharap tak ada lagi tenaga pengajar yang hanya mendapat gaji 150 ribu dalam sebulan. Gaji dan tunjangan kesejahteraan yang sangat minim bahkan tak layak membuat tidak sedikit guru, terutama guru honorer yang bernasib malang karena terjerat pinjaman online (online) yang marak saat ini. Melansir laman beritasatu.com (25/11/2022), data dari lembaga riset No Limit Indonesia yang dikutip Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut bahwa pada tahun 2021, sebanyak 42 persen korban pinjol adalah guru, di mana profesi guru menjadi kalangan yang terbanyak terjerat dibanding dengan responden lain. 

Belum lagi berbagai beban administratif guru yang berlapis, yang justru membuat mereka tak bisa berfokus dalam tugas utama pendidikan dan pengajaran. Selain itu, tak sedikit guru yang begitu terengah mengejar sistem pendidikan yang kerap berubah, mulai dari kurikulum, aturan penilaian, dan semisalnya. Sedangkan di saat yang sama pengembangan diri serta profesionalisme bagi guru masih minim. Akibatnya, kadang kala guru justru kehilangan orientasi dan menanggung beban berlapis sehingga kualitas pembelajaran pun bisa dibilang jalan di tempat. Dari sini bisa dicermati, bahwa kebijakan yang memihak pada kesejahteraan guru, pengembangan profesionalitas, serta pengaturan administrasi yang efisien menjadi penting untuk diperhatikan karena sangat berpengaruh pada kualitas pengajaran seorang guru yang merupakan motor pembentuk generasi.

Baca Juga  Ketika Umat Beragama Tersulut Kemarahannya

Pendidikan adalah anak tangga kehidupan. Semakin terdidik seseorang semakin ia sanggup membawa diri pada pijakan yang lebih tinggi, baik dari aspek sosial, ekonomi, personal, dan sebagainya. Guru merupakan ujung tombak pembentukan generasi. Jika tidak ada orang yang terdidik dan ahli dalam masing-masing bidangnya, suatu bangsa atau komunitas hanya akan menjadi kumpulan orang tak punya arah, tidak memiliki kontrol emosi, serta berperadaban rendah. Orang-orang dalam jabatan tinggi di lembaga pemerintahan, bahkan presiden sekalipun tak lepas dari peran seorang guru. Sayyidina Ali pun pernah menyatakan bahwa kedudukan guru ialah seperti tuan bagi muridnya, dikatakan bahwa Ana ‘abdu man ‘allamani harfan “(Aku adalah hamba bagi siapapun yang mengajariku walaupun hanya satu huruf).”

Demikian sentral dan pentingnya peran tenaga pendidik ini sudah semestinya menjadi titik berangkat pemerintah dan para pemangku kebijakan untuk lebih peka dan serius menghargai jasa para guru melalui kebijakan yang transformatif serta menunjukkan keberpihakan pada mereka. Tak lain adalah demi peningkatan kualitas manusia serta peradaban bangsa ini sendiri. Guru memang tak perlu lencana sebagai tanda fisik penghargaan kepahlawanan. Namun yang lebih berarti bagi mereka adalah dukungan seluruh pihak agar perjalanan mereka mendidik anak bangsa ini berjalan baik, bernilai, dan dianggap penting. Wallahu a’lam. []

Khalilatul Azizah
Khalilatul Azizah
Redaktur Islamramah.co || Middle East Issues Enthusiast dengan latar belakang pendidikan di bidang Islamic Studies dan Hadis. Senang berliterasi, membahas persoalan sosial keagamaan, politisasi agama, moderasi, khazanah kenabian, juga pemikiran Islam.
Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.