Wasiat Buya Syafii Maarif untuk Politisi Masa Kini

KhazanahHikmahWasiat Buya Syafii Maarif untuk Politisi Masa Kini

Gempita tahun politik 2024 sudah mulai riuh terdengar di sana-sini. Periode pemilihan adalah resepsi demokrasi yang semestinya mendatangkan kegembiraan dan harapan baru bagi semua lapis anak bangsa. Sayangnya, wajah politik kita telah lama dikoyak oleh praktik-praktik kotor yang memuakkan. Tak sedikit politisi kita yang miskin pengetahuan etis, minus wawasan kebangsaan, minim integritas dan komitmen pengabdian. Fokus perhatiannya hanya pada keuntungan sesaat bagi pribadi dengan cara menerjang etika dan moral. Tentu tidak semua politisi. Namun, ketika citra demikian hampir menjadi pemikiran praktis masyarakat, maka kita memang sedang mengalami krisis kehidupan politik.

Dalam tulisannya yang berjudul Dicari: Politisi Muda Cerdas-Beriman dan Berwawasan Kebangsaan, Buya Ahmad Syafii Maarif tampak sedang mengumumkan sayembara untuk menemukan kembali sesuatu yang hilang. Bangsa ini kehilangan kualitas politisi seperti di atas. Judul itu adalah sebuah ultimatum besar, buah dari refleksi kegelisahan Buya atas karakter kita selama ini yang cenderung mengabaikan iman dan ilmu dalam berpolitik. Dampaknya tentu sangat berat dan buruk. Di mana rasa tanggung jawab kita terhadap nasib bangsa dan negara menjadi amat tipis. 

Situasi politik kita keruh dan begitu membuat frustrasi. Perilaku para elite amat sering mengundang kekecewaan. Bisa kita saksikan bagaimana politisi, pejabat publik, ataupun aparat silih berganti ditangkap karena kejahatan korupsi. Dalam kondisi demikian, jangankan penyesalan dan permohonan maaf, mereka justru kerap tertangkap berbangga mengumbar senyum sembari melambaikan tangan. 

Saat masa-masa pemilihan, masyarakat sering ditipu. Kita dibombardir dengan janji-janji segar dan retorika tangkas politisi, namun menguap begitu jabatan sudah di tangan. Antarpolitisi berlomba membangun citra yang rata-rata artifisial, bukan citra autentik yang berangkat dari pengalaman dan misi murni untuk menyejahterakan rakyat. Mereka berkejaran membidik lambung rakyat untuk mendulang suara guna melambungkan nama. Praktik demikian terus saja direplikasi dari waktu ke waktu hingga membudaya.

Pada masa sekarang, politik lebih dipandang sebagai jalur cepat untuk menyejahterakan ekonomi diri sendiri atau sekadar untuk membangun wibawa, tanpa peduli apakah cara yang ditempuh akan merugikan rakyat atau tidak. Buya Syafii menyebutnya sebagai politikus rabun ayam. Seorang politisi yang jangkauan pandangnya sebatas perihal elektoral untuk keuntungan pribadinya. Lebih jauh, tidak mustahil bagi orang seperti itu tanpa ragu memainkan ayat Tuhan dan bahasa agama guna hajat politiknya. Apapun baginya legal selagi kepentingannya terwujud. 

Struktur mental seperti itu yang kini mewabah di belantara politik Tanah Air. Menjangkiti jumlah besar dari politisi dan aparat kita. Namun, dalam kelam keprihatinan, kita harus terus menyalakan harapan, mewasiatkan kebenaran dan kesabaran. Buya melihat mutlaknya pendidikan politik bagi masyarakat secara umum. Buya mengetengahkan ungkapan Bung Hatta dalam Daulat Rakyat (1932) yang menyatakan, “Mendidik rakyat supaya timbul semangat merdeka itu, itulah pekerjaan kita yang utama. Ini bukan suatu pekerjaan yang mudah dan lekas tercapai, namun suatu pekerjaan yang berkehendak kepada iman, yakin, sabar, dan kemauan yang keras. Dengan jalan mendidik diri kita, kita akan mencapai suatu organisasi yang teguh.”

Baca Juga  Doktrin Bughat dalam Ideologi HTI

Melalui pendidikan, diharapkan kita sekalian memiliki keinsafan serta pengertian dalam berpolitik. Ilmu akan mengokohkan, menjaga, dan membangun kepribadian manusia. Melalui kutipan Bung Hatta di atas, kita sedang diajak oleh Buya untuk menyelami samudera kearifan dan pelajaran dari para pendiri bangsa, bahwa kesadaran mengenai mutlaknya pendidikan politik telah disuarakan oleh para tokoh Pergerakan Nasional terdahulu. Mereka adalah negarawan, politisi, sekaligus pemikir berkualitas yang terbentuk dari kultur membaca. Sukarno adalah pembaca luar biasa. Demikian halnya Bung Hatta, belasan peti dimintanya untuk mengemas buku-bukunya yang akan dibawa selama dirinya diasingkan di Boven Digul. Sutan Syahrir, Tan Malaka, serta KH Agus Salim juga contoh dari sosok pembaca yang kuat.

Mereka adalah pengembara gagasan yang terbenam dalam dunia pemikir-pemikir besar seperti Socrates, Plato, Marx, dan masih banyak lagi. Kuasa buku telah mencerahkan pikiran dan imajinasi mereka, menempa kepekaan dan cara pandang mereka hingga mengantarkan kita menjadi kesatuan bangsa yang merdeka. Pada titik ini, Buya ingin menegaskan bahwa generasi saat ini mudah sekali tergerus komitmen juang serta idealismenya karena tak memiliki jangkar pengetahuan yang kokoh, berjarak dengan buku dan ilmu, hingga melemahkan kualitas dirinya yang kemudian teraktualisasi dalam perilaku politik yang minus. Meskipun tak bisa digeneralisir bahwa semua angkatan sekarang demikian adanya. Yang jelas, Buya menekankan agar generasi ini membangun kedekatan diri dengan literatur yang berkualitas guna mengokohkan organisasi pribadi.

Hal selanjutnya yang dipesankan Buya adalah agar kita memahami bahwa kebangsaan Indonesia adalah komposisi dari pelangi keragaman yang tak perlu disesali adanya. Kekayaan sudah sepatutnya disyukuri. Ilmu dan iman harus menjadi kerangka dalam membingkai kehidupan berbangsa dan bernegara. Jangan jadikan keduanya sebagai alat pembenar hasrat politik yang melanggengkan ketidakadilan. Buya Syafii Maarif berpesan, iman serta ilmu harus difungsikan secara benar untuk mempercepat proses taubat politik saat ini demi pulihnya kedaulatan kita sebagai bangsa merdeka.

Masing-masing kita adalah insan politik dalam kapasitasnya masing-masing. Sudah saatnya kita menarik diri dari budaya politik kerdil dan kotor yang menjauhkan kita dari pendulum kemerdekaan bangsa yang sesungguhnya. Tidak ada pilihan selain mulai bersuara dan mengajak sesama untuk mendidik diri dengan ilmu pengetahuan guna mencapai tatanan sosial-politik yang berkeadaban. Nasib bangsa ini bergantung pada kemauan, cita-cita bersama, serta upaya-upaya kontributif kita sebagai anak bangsa. Mulai sekarang, mari cerdaskan diri dengan bekal ilmu yang baik serta fungsikan iman secara benar dan lurus untuk mencerahkan batin. Semua demi kita dan bangsa. Wallahu a’lam. []

Khalilatul Azizah
Khalilatul Azizah
Redaktur Islamramah.co || Middle East Issues Enthusiast dengan latar belakang pendidikan di bidang Islamic Studies dan Hadis. Senang berliterasi, membahas persoalan sosial keagamaan, politisasi agama, moderasi, khazanah kenabian, juga pemikiran Islam.
Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.