Menyegarkan Mimbar Khotbah

KolomMenyegarkan Mimbar Khotbah

Sudah saatnya mimbar-mimbar khotbah disegarkan. Tema khotbah Jumat sejauh ini masih nampak monoton, kurang variatif, berkisar pada materi normatif keagamaan, bahkan tak jarang diisi narasi bernada keras dan politis. Tentu tak ada yang salah dari materi pembentukan akhlak atau seruan beribadah dalam khotbah. Namun, umat perlu disadarkan pula akan kondisi dan persoalan kehidupan terkini agar terbentuk kesepahaman untuk bersama-sama menghadapi serta mencari solusi. Kata-kata sanggup mendorong perubahan. Mimbar khotbah menjadi corong strategis untuk memberi pengaruh, memantik kesadaran umat, membuat mereka merenung, mengubah cara pandang, hingga melakukan aksi nyata untuk perubahan.

Banyak isu kontemporer yang butuh perhatian menyeluruh dan penanggulangan secepat mungkin. Beberapa yang menjadi sorotan adalah masalah perubahan iklim, kesehatan mental, keadilan gender, hingga etika bersosial media. Masyarakat butuh pencerahan agar cakap dalam menghadapi banyak fenomena kebaruan yang dekat dengan kehidupan mereka. Dalam hal ini butuh upaya banyak pihak. Khatib perlu berinovasi dan hengkang dari materi yang terlanjur menjadi ‘selera’ jemaah. Demikian halnya jemaah, mesti belajar untuk mendengar sesuatu yang baru. Yang tak kalah penting adalah peran pemerintah atau lembaga yang menaungi pengelolaan masjid untuk merancang mekanisme serta teks-teks khotbah kontekstual dan segar untuk memudahkan para khatib mengakses materi.

Terkait perubahan iklim misalkan, masyarakat perlu disadarkan bahwa bumi kita sedang kritis. Rentetan bencana alam yang melanda Tanah Air seperti tanah longsor, kekeringan, kebakaran hutan, banjir yang tak lagi pandang musim adalah alarm peringatan akan situasi buruk tersebut. Paling tidak masyarakat tersadar untuk mengurangi emisi karbon, mengelola sampah juga limbah dengan seksama. Para penceramah harus meredam perbincangan bahwa berbagai bencana yang terjadi adalah bentuk azab dari Allah. Narasi demikian seringkali menimbulkan sentimen, sikap curiga, dan tidak menyentuh akar masalah karena menjauhkan dari upaya perbaikan yang rasional seperti pengembangan sains untuk antisipasi bencana.

Islam jelas menyebut manusia sebagai mandataris Tuhan di muka bumi yang bertanggung jawab mengelola dan merawatnya. Dengan kata lain, peduli pada alam adalah praktik spiritual yang bernilai ibadah. Harapannya masyarakat memiliki cara pandang baru, bahwa naik transportasi umum ke tempat kerja adalah ibadah sebagai kontribusi mengurangi emisi, memilah sampah adalah ibadah supaya tidak tercampur, menumpuk, dan berakhir menjadi gas perusak ozon, menyeru pemerintah untuk membuat kebijakan ramah alam pun bernilai ibadah, dan lain sebagainya.

Baca Juga  Jihad Akbar Santri Memerangi Korupsi

Masyarakat perlu banyak tahu varian ibadah sosial. Adaptasi dan inovasi pun mesti terus berjalan. Khatib penting untuk mengetengahkan materi kewajiban menjaga lisan yang dibungkus dalam persoalan etika bersosial media, sebab kehidupan umat manusia kini banyak dihabiskan di dunia digital yang rawan dan sangat terbuka. Media digital penuh dengan ujaran kasar dan kebencian. Ajaran Islam tentang kewajiban menjaga jiwa bisa dikembangkan dalam isu kesehatan mental (mental health). Saat ini, depresi menjadi kasus yang banyak terjadi di masyarakat dengan berbagai penyebabnya. Penting ditekankan agar sakit apapun harus dikonsultasikan kepada ahlinya. Demikian halnya, mentransfer materi tentang keadilan gender bisa diramu melalui teladan kisah kenabian yang terus memperjuangkan hak setara seluruh umat manusia tanpa memandang jenis kelamin. Sebagaimana diketahui, konstruk budaya patriarki masih menjadi pola dominan di masyarakat dalam banyak lini yang relatif merugikan kaum wanita.

Tidak ada salahnya menyuarakan isu sosial populer-kontemporer dalam khotbah. Ajakan berbuat adil, peduli alam, peka sosial, semuanya adalah ajaran Islam. Penting untuk menyesuaikan menu khotbah dengan realitas yang harus ditanggapi serta dicari solusinya. Mimbar Jumat itu istimewa. Besarnya populasi Muslim di Indonesia dikalikan dengan rutinitas mingguan sholat Jumat adalah kekuatan besar yang bisa mendorong perubahan. Belum lagi posisi tawar agamawan yang menyerukan khotbah. Suara mereka biasanya didengar dan dapat memengaruhi arah pemikiran masyarakat karena agamawan seolah memegang kepemimpinan kultural di tengah masyarakat.

Mimbar khotbah, dari banyak sisi adalah potensi besar untuk membangun kesadaran, kepekaan umat pada persoalan kehidupan hingga menginisiasi gerakan perubahan yang mencerahkan. Penyegaran dan transformasi menu mingguan dalam mimbar sangat penting disegerakan. Wallahu a’lam. []

Khalilatul Azizah
Khalilatul Azizah
Redaktur Islamramah.co || Middle East Issues Enthusiast dengan latar belakang pendidikan di bidang Islamic Studies dan Hadis. Senang berliterasi, membahas persoalan sosial keagamaan, politisasi agama, moderasi, khazanah kenabian, juga pemikiran Islam.
Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.