Imam Asy-Syafi’i adalah salah satu imam paling utama dalam Pemikiran hukum Islam, dan merupakan yang pertama merumuskan Prinsip-prinsip Fikih Islam. Kontribusinya bagi umat Islam di berbagai belahan dunia sangat berpengaruh hingga saat ini. Terlepas dari kontribusinya di bidang ilmu pengetahuan, umat Islam juga dapat belajar dari kisah hidupnya yang luar biasa. Terutama, tentang akhlaknya pada guru.
Cara Imam Asy-Syafi’i menghormati guru merupakan salah satu teladannya yang indah. Ia mencontohkan hubungan mulia antara seorang murid dan guru. Etika belajar para Ulama di era terdahulu, seperti Imam Asy-Syafi’i, selalu dicirikan oleh kesadaran yang kuat untuk menjaga kesucian ilmu dan pewarisnya, salah satunya dengan menghormati guru.
Imam Asy-Syafi’i memang orang yang sangat berilmu. Meskipun keilmuannya telah diakui zamannya saat itu, dia tidak pernah malu untuk tetap belajar dari banyak guru, serta mencatat setiap perkataan gurunya. Menulis catatan merupakan tanda kerendahan hati dan rasa hormat terhadap pengetahuan, dan tentu saja, terhadap guru yang mengajarkannya. Dengan mencatat, guru akan mengetahui bahwa murid benar-benar sedang menuntut ilmu darinya. Meskipun Imam Asy-Syafi’i dikaruniai kemampuan untuk menghafal dan mengingat melebihi rata-rata, dia tetap menuliskan semua yang dipelajari dari gurunya.
Imam Syafi’i terkenal memiliki memori yang luar biasa dan dapat dengan mudah menghafal semua yang telah dipelajarinya. Namun, ia tidak meremehkan pentingnya mencacat. Di dalam Diwan-nya, ia mengatakan:
العلم صيد والكتابة قيده، قيد صيودك بالحبال الواثقة، فمن الحماقة أن تصيد غزالة، وتتركها بين الخلائق طالقة
“Pengetahuan adalah buruan, dan menulis adalah tali. Maka ikatlah buruanmu dengan tali yang pasti (ketat)! Karena adalah naif untuk menangkap seekor rusa, dan kemudian membiarkannya berkeliaran dengan bebas di antara orang-orang”
Selain itu, Imam Asy-Syafi’i juga sangat berempati kepada gurunya-nya. Ia begitu berempati terhadap gurunya sampai-sampai ia selalu membalik halaman buku dan kertas dengan sangat hati-hati agar tidak menimbulkan suara, sekecil apapun itu, yang dapat mengganggu gurunya.
Perhatian penuh dan kepekaan seperti Imam Asy-Syafi’i sebagai seorang murid tersebut patut diteladani. Mari kita mencoba yang terbaik untuk memahami pikiran, perasaan, atau emosi guru kita. Jika mereka tampak lelah, kita harus bisa melatih empati dan tidak terlalu banyak bertanya. Guru juga manusia. Kita tidak pernah tahu besarnya perjuangan mereka. Oleh karena itu, kita harus selalu bersikap baik dan menunjukkan empati.
Menurut riwayat, untuk menunjukkan empatinya, Imam Asy-Syafi’i juga menawarkan jasanya untuk mengasuh anak-anak gurunya ketika ditinggal pergi, dengan harapan dapat meringankan urusan gurunya itu. Imam Syafi’i terkenal pula dengan karakter sabarnya dalam menaati guru dan menuntut ilmu. Imam As-Syafi’i pernah berkata,
اِصبِر لى الجَفا لِّمٍ العِلمِ في اتِهِ
“Bersabarlah dengan kepahitan (kekerasan) seorang guru, karena gudang ilmu ada di dalam kekerasannya”.
Tidak dimungkiri lagi, Imam Syafi’i terkenal sangat menghormati guru, bahkan dalam perbedaan pendapat. Mari kita ingat etika Imam Asy-Syafi’i, murid Imam Malik Ibn Anas dan Muhammad bin Hasan Asy-Syaibani, dalam bertanya dan berbeda pendapat dengan gurunya dalam diskusi akademis. Dia sangat berhati-hati dan tetap menghormati gurunya melebihi hal lainnya, sehingga dia memastikan bahwa hati nurani, niat, dan pemahamannya jelas dulu sebelum tidak setuju dengan gurunya. Imam As-Syafie pernah berkata:
مَا نَاظَرْتُ أَحَدًا قَطُّ إِلا أَحْبَبْتُ أَنْ يُوَفَّقَ وَيُسَدَّدَ وَيُعَانَ وَيَكُونَ عَلَيْهِ رِعَايَةٌ مِنَ اللَّهِ وَحِفْظٌ وَمَا نَاظَرْتُ أَحَدًا إِلا وَلَمْ أُبَالِ بَيَّنَ اللَّهُ الْحَقَّ عَلَى لِسَانِي أَوْ لسانه
“Saya tidak pernah berdebat dengan siapa pun kecuali bahwa saya ingin dia berhasil, diarahkan, dibantu, dan dia berada di bawah pemeliharaan Allah dan perlindungan-Nya. Dan saya tidak pernah berdebat dengan siapa pun kecuali bahwa saya tidak keberatan apakah Allah telah menempatkan kebenaran di lidah saya atau lidahnya”
Imam Asy-Syafi’i dikenal sebagai murid yang tenang dalam kemampuannya mengajukan pertanyaan dengan hormat dan mendengarkan dengan seksama ketika menghadapi pandangan yang berlawanan.
Jadi, perlu diingat bahwa seorang murid boleh saja tidak setuju dengan gurunya, tetapi harus tetap menghormati pikiran dan pendapatnya, serta betul-betul memperhatikan apa yang berusaha disampaikan guru. Seorang murid harus berhati-hati ketika menyampaikan perbedaan pendapat kepada guru. Selain itu, sebagai pembelajar, kita juga harus memperluas bacaan kita hingga di luar spesialisasi masing-masing sehingga dapat memahami pro-kontra pihak sebelum memasuki debat pendapat.
Demikianlah beberapa kebiasaan unik Imam Asy-Syafi’i dalam menghormati gurunya yang dapat kita teladani. Di era modern saat ini, penting sekali untuk tetap menjaga kemuliaan hubungan murid dengan guru, bahkan dalam kelas online sekalipun. Kita menghormati waktu dan upaya guru kita, menghindari melakukan hal-hal lain yang tidak perlu di depan guru, Serta terus berusaha untuk fokus pada guru selama kelas berlangsung. Semoga Allah SWT memberkahi guru-guru kita, dan menempatkan mereka di antara hamba-hamba-Nya yang saleh dan mendapat petunjuk. Amin.
Sumber: Imam Az-Zarnuji, Ta’lim al-Muta’allim