Doa Nabi SAW dalam Mengatasi Tekanan Psikologis

KhazanahHadisDoa Nabi SAW dalam Mengatasi Tekanan Psikologis

Nabi Muhammad SAW selalu berdoa, serta menuntun umatnya untuk selalu berdoa. Sebagai orang beriman, kita diajarkan untuk merubah pikiran, sikap, dan emosi melalui doa. Doa dapat bermakna sebagai terapi kognitif dan spiritual yang menghasilkan perubahan neurokimia untuk membantu mengatasi masalah emosional, terutama terkait perasaan negatif. Doa sering direduksi menjadi mantera, kalimat ajaib, atau sederet keinginan belaka. Padahal, doa jauh lebih mendalam, kebanyakan doa dalam al-Quran tidak berisi permohonan, melainkan ekspresi kerendahan hati kepada Allah SWT sebagai tanggapan terhadap cobaan dan kesengsaraan. Misalnya, ketika Nabi Ayyub ditimpa penyakit parah dan kemiskinan (QS. Al-Anbiya: 83).

Dalam tradisi Islam, doa merupakan media bagi individu untuk berjuang melawan kekacauan dalam hidup serta mengenali hikmah di balik setiap pengalaman. Doa membantu kita untuk menemukan makna yang memperkuat struktur kepercayaan terdalam setiap orang, tidak lain sebagai sarana untuk mengatasi peristiwa yang terjadi dalam hidup ini.

Di dunia modern, hampir setiap hari kita menghadapi perasaan negatif dari kesedihan kecemasan (anxiety). Tanpa disadari, hati kita terisi oleh perasaan takut, tertekan, dan gelisah. Hal itu tidak semestinya dibiarkan, Nabi SAW mengajarkan kita untuk mengatasi setiap kesedihan dan kecemasan yang melanda dengan tindakan terapeutik, salah satunya melalui doa. Rasulullah SAW bersabda, barang siapa yang ditimpa kesedihan atau kecemasan, maka hendaknya ia berdoa dengan kalimat ini,

اللَّهُمَّ إِنِّي عَبْدُكَ، ابْنُ عَبْدِكَ، ابْنُ أَمَتِكَ، نَاصِيَتِي بِيَدِكَ، مَاضٍ فِيَّ حُكْمُكَ، عَدْلٌ فِيَّ قَضَاؤُكَ، أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ، أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِي كِتَابِكَ، أَوْ عَلَّمْتَهُ أَحَدًا مِنْ خَلْقِكَ، أَوِ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِي عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكَ، أَنْ تَجْعَلَ الْقُرْآنَ رَبِيعَ قَلْبِي، وَنُورَ صَدْرِي، وَجَلَاءَ حُزْنِي، وَذَهَابَ هَمِّي

 ‘Ya Allah, sesungguhnya aku adalah hamba-Mu, putra dari budak laki-lakimu dan putra dari budak perempuanmu. Dahiku ada di Tangan-Mu. Penghakiman Mu atas diriku terjamin dan Keputusan Mu terhadap diriku adalah adil. Aku memohon kepada-Mu dengan setiap Nama yang Engkau beri nama bagi-Mu, diturunkan dalam Kitab-Mu, mengajarkan salah satu dari ciptaan-Mu atau yang disimpan bagi-Mu, ilmu yang ghaib yang ada pada-Mu. Dan menjadikan Al-Qur’an sebagai mata air hatiku, dan cahaya dadaku, penghilang kesedihanku, dan penghilang kecemasanku.’ (HR. Tirmidzi) 

Sangat menarik bahwa doa yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW, untuk mengatasi masalah tekanan kesedihan dan kecemasan, dimulai dengan penyerahan diri yang sangat kuat. “Ya Allah, sesungguhnya aku adalah hambamu, anak dari budak laki-lakimu dan anak dari budak perempuanmu.”

Badr Ad-Din al-‘Ayni, menjelaskan penekanannya yang unik pada penyerahan dalam doa tersebut. Ia menulis, Dan dalam (pernyataan) ini adalah kesempurnaan ketundukan, kerendahan hati, dan pengetahuan melalui (ekspresi) penghambaan kepada Tuhan. Hal ini karena tidak hanya dinyatakan ‘Aku hambamu’, tetapi lebih ditekankan melalui ‘anak hamba laki-lakimu dan anak hamba perempuanmu’. Ini menunjukkan penekanan hiperbolik pada penyerahan dan penghambaan kepada Tuhan. Hal ini karena hamba yang menyendiri tidak sama dengan hamba, yang ayahnya juga seorang hamba. (Al-‘Ilm al-Hayyib fi Syarh al-Kalima at-Thayyib, h. 343)

Salah satu faktor terpenting dalam kesejahteraan penuh adalah memiliki kesadaran diri yang kuat dan pemahaman tentang peran mendasar seseorang di dunia. Melalui doa ini, kita dibimbing dalam doa untuk menyadari bahwa peran mendasar yang meresapi semua peran kita adalah ‘penghambaan kepada Tuhan’. Dengan demikian kita mendapatkan kejelasan tentang bagaimana kita seharusnya merespons situasi kehidupan apa pun.

Bagian doa selanjutnya mengacu pada konsep Takdir Ilahi (qadar). “Dahiku ada di Tangan-Mu. Penghakiman Mu atas diriku terjamin dan Keputusan Mu terhadap diriku adalah adil”. Takdir adalah konsep yang kuat dalam Islam yang memungkinkan seseorang untuk benar-benar move on dari kesalahan yang telah diperbuat dan malapetaka yang menimpanya. Ungkapan doa ini mengingatkan individu bahwa segala sesuatu yang terjadi dalam hidup seseorang adalah atas ketetapan Tuhan. Dan apapun yang Tuhan tetapkan adalah Bijaksana, Adil, dan Pengasih. Sebagaimana dijelaskan Al-‘Ayni,  “Segala sesuatu yang Engkau putuskan tentang saya pasti adil, karena keadilan adalah sifat Mu.” (Al-‘Ilm al-Hayyib fi Syarh al-Kalima at-Thayyib, h. 343)

Baca Juga  Bung Karno Mendidik Indonesia dengan Cinta dan Nasionalisme

Bagian lanjutan dari doa Nabi SAW tersebut berbunyi, “Aku memohon kepada-Mu dengan setiap Nama yang Engkau beri nama bagi-Mu….”. Pada bagian ini, kita diajarkan untuk menyadari jalan yang tersedia bagi kita untuk mengubah situasi kita, yakni dengan mengenali dan mengandalkan Allah SWT melalui nama-namanya yang mulia. Nama-nama dan Sifat-sifat Tuhan mewakili solusi untuk semua masalah kita. 

Ketika kita diliputi kesedihan dan penyesalan atas apa yang telah kita lakukan di masa lalu, kita mengakui bahwa Tuhan adalah Al-Ghafur (Yang Maha Pengampun). Jika kita berada di ambang kehilangan rumah, tidak mampu menafkahi keluarga, kita berseru kepada Ar-Razzaq (Pemberi rezeki). Ketika kita sepertinya tidak bisa menyatukan hidup kita setelah ditimpa musibah demi musibah, kita menyadari bahwa kekuatan kita terletak pada Al-Qadir (Yang Maha Kuasa). Ketika kita hanya merasa seperti berada di dasar lubang, kita tidak pernah kehilangan harapan pada rahmat Ar-Rahman (Yang Maha Penyayang).

Pemikiran yang penuh harapan Ini memberi orang alat yang ampuh untuk menjalani hidup pada saat-saat sulit. Salah satu kondisi spiritual terkuat dalam tradisi Islam adalah raja’ (pengharapan) pada Rahmat Tuhan, yang bagaikan sayap bagi orang-orang beriman. Harapan memungkinkan seseorang untuk mengatasi situasi saat ini dan hidup untuk masa depan yang lebih baik. 

Dalam mengatasi hati yang dipenuhi dengan kesedihan dan kesusahan, kita mesti berusaha untuk menerangi hati dengan al-Quran.  Pada bagian terakhir doa berbunyi, menjadikan Al-Qur’an sebagai mata air hatiku, dan cahaya dadaku, penghilang kesedihanku, dan penghilang kecemasanku. Al-Qur’an adalah petunjuk Allah bagi umat manusia. Al-Quran meremajakan hati kita, mengilhami kita dengan kebijaksanaan, dan mengalahkan kesedihan kita. Perasaan berserah diri, bergantung, dan berharap dapat terpatri dalam diri kita selama masa-masa sulit melalui kata-kata Al-Quran. 

Struktur kepercayaan kita juga dibangun oleh narasi Al-Qur’an. Ada kisah-kisah di dalam Al-Qur’an tentang tragedi dan kesulitan yang tak terbayangkan yang dapat kita renungkan. Ada ekspresi kuat dari kuasa dan belas kasihan Tuhan yang melahirkan kekuatan dan harapan. Dan ada gambaran yang jelas tentang kehidupan berikutnya yang membantu kita menyadari sifat duniawi yang sementara dan tidak penting ini dibandingkan dengan kehidupan berikutnya. Al-Quran adalah tali yang bisa kita tarik saat kita jatuh. 

Kesimpulannya, Nabi SAW mengajarkan kita doa indah yang membimbing kita untuk melihat kesulitan dan kesedihan sebagai peluang untuk membangun ketergantungan mutlak pada Tuhan, ketundukkan kepada-Nya, mempelajari kebenaran, dan membangun kebajikan. Penting bagi kita untuk menyadari wawasan psikologis mendalam yang terkandung dalam doa-doa kita, serta mengekstrak petunjuk abadi ini agar bermanfaat bagi semua orang. Secara spiritual, ketundukan menghasilkan perasaan lega. Pada dasarnya, tindakan ‘berserah diri’ meresapi seluruh sistem kepercayaan dan perilaku tradisi spiritual Islam. Ini adalah makna linguistik dari ‘Islam’ dan dasar setiap ibadah. Konsep yang kuat ini dapat menjadi terapi dalam konteks kesehatan mental.

Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.