Berdoa Ibarat Mengetuk Pintu, Ikut Campur Setelahnya adalah Hal yang Melampaui Batas.
Seorang yang menyadari bahwa berdoa tak ubahnya seperti sedang mengetuk pintu, apabila kita kenal betul dengan si-Empunya, maka kita akan dijamu dengan baik bahkan ditawari dengan apapun yang menyenangkan hati kita dan permintaan kita pasti akan dikabulkan.
Doa adalah sarana terbaik untuk seorang hamba berkomunikasi dengan Rabbnya, Allah memerintahkan hamba untuk meminta apapun yang dibutuhkannya dengan berdoa. Barangkali kita sering mengeluh, “Kita sudah sering berdoa namun tetap saja doa-doa belum juga terkabul.”
Tugas manusia hanya meminta dengan berdoa dan Allah sudah berjanji bahwa jawaban dan pengabulan doa adalah hal yang mudah bagi-Nya. Sebagaimana Allah berfirman dalam QS. Ghafir ayat 60, Mintalah kepadaKu, maka Aku akan menjawabnya.
Allah yang Maha Baik, Bijaksana, dan Adil, Dia menjawab setiap doa-doa hambaNya. Menjawab doa berbeda dengan mengabulkan. Setiap doa pasti dijawab, sedangkan pengabulan doa tergantung kepada hikmah Allah. JawabanNya itulah yang menghindarkan kita dari keterasingan dan putus asa, serta menggantikannya dengan harapan dan ketenangan. Allah bisa saja memberikan secara langsung dari permintaan doa hambaNya, menunda pengabulan doa atau bahkan memberinya dengan yang lebih baik dari apa yang dipintanya. Semua itu sesuai dengan hikmah Rabbani karena Allah lebih memahami hambaNya dari pada kita yang mempunyai keinginan dan angan-angan yang mungkin saja tidak tepat dan bukan terbaik untuk diri kita.
Tidak pantas bagi seorang hamba untuk memaksa Rabbnya mengabulkan permintaannya. Sebagaimana bentuk ubudiyah hamba kepada Allah, sebuah doa harus dipanjatkan dengan ikhlas. Yaitu berdoa seraya memperlihatkan kepapaan tanpa ikut campur dalam prosedur rububiyah-Nya. Berdoa dengan kesediaan menerima apapun yang diberikan Allah kepada kita, tidak menunggu balasan di dunia ataupun kelak di akhirat, hanya untuk Allah semata sebuah doa dipanjatkan. Karena sejatinya puncak anugerah kenikmatan adalah terletak pada doa itu sendiri, bagaimana kita berdialog dan komunikasi kepada Nya bukan pada pengabulan doa.
Berdoa seperti inilah yang akan menjalin hubungan maknawi antara Allah dengan hamba Nya. Dengan begini energi akan teralir kuat. Berdoa sama seperti mengetuk pintu khazanah kekayan rahmat Ilahi, kapan pintu itu akan dibuka adalah hak mutlak dari tuan rumah, kita hanya meminta, maka jangan sampai kita melampaui batas.
Namun kita jangan sampai putus asa dalam keadaan lemah dan terdesak doa-doa kita tidak kunjung dikabulkan, jangan sampai kita melepaskan diri dari kunci khazanah rahmat yang luas, yaitu doa hanya karena Allah tidak memberikan apa yang kita pinta. Baginda Nabi menjelaskan bahwa kita tidak boleh berputus asa untuk berdoa, karena tidak ada seorang pun yang binasa dengan doaanya. Doa yang tidak terkabul belum tentu menandakan bahwa Allah tidak suka. Bisa jadi karena Allah sangat menyukai dan ingin terus menerus mendengar doa-doa yang dipanjatkan oleh hambaNya.
Doa dan pengaharapan kepadaNya itulah yang sesunggunya adalah sumber kekuatan yang kokoh, maka kita harus berpegang teguh untuk menjadikannya perisai sebagaimana yang juga sering disabdakan Baginda Nabi doa adalah senjata orang-orang mukmin. Doa-doa itu sejatinya akan menolong diri kita untuk senantiasa istiqomah mengakui akan keMahaBesaran Allah sehingga meneguhkan kualitas iman dan tauhid pada diri kita. Berdoa memberikan harapan dan sandaran yang akan membuahkan perasaan tentram, damai, dan hati yang tenang. Berbeda dengan orang yang tidak memiliki iman dan tidak tahu kepada siapa ia harus bersandar atau berharap, jelas hari-harinya akan terisi dengan kekhawatiran, rentan tumbang dan bahkan depresi.