Agama Sebagai Proses, bukan Obsesi

KhazanahHikmahAgama Sebagai Proses, bukan Obsesi

Agama menetapkan pedoman dan aturan untuk dijalani. Aturan ini tidak bisa dibilang sedikit, melainkan meliputi seluruh aspek kehidupan agar kita dapat menjalani hidup yang bermakna. Namun begitu, penting sekali untuk memperhatikan dan menghayati proses dalam menjalankan agama, sabar, teliti, tidak terburu-buru, tidak loncat-loncat, agar pencarian makna hidup dan religiusitas tidak berubah menjadi obsesi beragama.

Di dunia yang serba cepat dan instan ini, ‘proses’ telah menjadi sesuatu kurang dihargai. Begitu pula dalam beragama, banyak orang yang langsung merasa pintar dan paham agama, hanya beberapa saat setelah mulai belajar. Fenomena ini berkontribusi besar pada berkembangnya masyarakat Muslim yang keras, kaku, monolitik, dan sok tau.

Untuk tumbuh dalam keberislaman yang indah, kita perlu menikmati proses, tahapan-tahapan, dan waktu. Dengan kesadaran penuh untuk mendekatkan diri kepada Allah selangkah demi selangkah, dan terus mengembangkan keimanan dan kesalehan untuk jangka panjang. Setiap proses kecil yang kita jalani dalam belajar, mengamalkan, dan menghasilkan, adalah suatu pengalaman yang sebenarnya berarti besar dan berdampak luas dalam menjalani kehidupan di bawah cahaya Islam. 

Menerapkan aturan dan perubahan secara sekaligus dalam waktu singkat, bukanlah cerminan dari keberislaman sejati. Pada dasarnya, Islam merupakan agama yang sangat menghargai proses. Seluruh ajaran Islam, sejak awal munculnya, selalu ditetapkan secara bertahap. Al-Quran turun secara bertahap, Nabi Muhammad mendakwahkan Islam di Makkah dan Madinah sekitar dua puluh tiga tahun lamanya, hingga Islam dapat diterapkan pada kehidupan masyarakatnya secara luas. Jadi, orang maupun masyarakat semestinya menjalankan keimanan dan keislaman secara bertahap, penuh penyesuaian, dan tanpa paksaan.

Dalam membimbing umatnya dalam berislam, Nabi SAW tidak pernah mengajarkan perubahan secara cepat dan instan. Ada beberapa pelajaran tentang pentingnya berproses dalam berislam, yang bisa kita petik dari petunjuk yang diberikan Nabi kepada Mu’adz bin Jabal. Saat itu Mu’adz diutus ke Yaman untuk berdakwah dan mengajari masyarakatnya praktik-praktik agama. Dalam sebuah riwayat hadis, Nabi memerintahkan Mu’adz untuk memperkenalkan Islam kepada orang-orang secara bertahap, dimulai dengan keyakinan yang paling penting, syahadat iman dan tauhid, dan dilanjutkan ke rukun shalat, dan amal-amal Muslim berikutnya.

Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus Mu’adz ke Yaman, beliau berkata kepadanya, Sesungguhnya, Anda akan datang kepada suatu kaum di antara Ahli Kitab, maka serulah mereka untuk bersaksi bahwa, tiada Tuhan selain Allah dan aku adalah utusan Allah. Jika mereka menerimanya, maka ajari mereka bahwa Allah mewajibkan shalat lima waktu di setiap siang dan malam. Jika mereka menerimanya, maka ajari mereka bahwa Allah sebagai zakat wajib diambil dari orang kaya dan diberikan kepada orang miskin. Jika mereka menerima itu, berhati-hatilah untuk tidak mengambil dari yang terbaik dari kekayaan mereka. Waspadalah terhadap doa orang yang terzalimi, karena tidak ada penghalang antara doa itu dengan Allah. (HR. Muslim).

Dalam hadis di atas jelas bahwa Nabi SAW mengapresiasi proses yang berkelanjutan dalam berislam, dan tentunya tanpa memaksa. Siapapun yang dipanggil ke dalam Islam perlu menjalaninya secara bertahap, inilah cara kita menghargai fitrah manusia. Seperti dalam hadis di atas, Nabi SAW menasehati agar memulai bimbingan Islam dengan mengajarkan keyakinan yang paling penting, baru kemudian memperkenalkan praktik yang paling penting. Menerapkan Islam sekaligus, akan terasa sulit, bukan karena Islam adalah agama yang sulit tetapi karena kita mengabaikan pentingnya proses sebagai sesuatu yang sangat alami dalam kehidupan. Membimbing orang untuk mulai menerapkan Islam secara bertahap, merupakan jalan yang akan memudahkan kita untuk masuk ke dalam Islam sepenuhnya. 

Baca Juga  Ngaji Maraqi Al-‘Ubudiyah: Mengenal Syariat, Tarekat, dan Hakikat (Bagian 1)

Islam merupakan agama yang sangat menghargai proses dan menganjurkan penerapan bertahap dibanding revolusi. Menghadirkan transisi yang memudahkan kita dalam mengamalkan Islam adalah bagian penting dari instruksi Nabi SAW. Rasulullah SAW bersabda, permudahlah dan jangan mempersulit, berilah kabar gembira dan jangan membuat orang menjauh. Saling bekerja sama dan jangan terpecah belah (HR. Bukhari). Mencari dan menyebarkan pesan-pesan Islam yang mudah diamalkan, relevan, dan penuh kebahagiaan merupakan dakwah Islam yang sejati. Dakwah seperti itu akan menumbuhkan hubungan yang kooperatif di tengah masyarakat, menyatukan hati, dan menciptakan kedamaian.

An-Nawawi, dalam Syarahnya, mengomentari hadis tersebut dengan mengatakan, “Semuanya harus diperlakukan dengan kebaikan, dan secara bertahap didorong untuk melakukan tindakan ketaatan sedikit demi sedikit. Tanggung jawab atas urusan Islam harus dilakukan secara bertahap”. Jadi, ketika kita berbicara tentang pesan Ilahi, ada anjuran untuk menyampaikan kabar gembira tentang nikmat Allah, pahala-Nya yang besar, karunia-Nya yang berlimpah, dan rahmat-Nya yang luas. Membuat orang lain sedih dan tidak nyaman, dengan mempromosikan azab yang pedih, peringatan keras, atau ancaman siksa, tanpa menyertakan kabar gembira dan rahmat Tuhan adalah gaya dakwah yang tidak ada tuntunannya dalam Islam.

Nabi SAW memperingatkan kita bahwa, menerapkan sesuatu yang terlalu besar dan berat dengan mengabaikam proses yang berjalan sedikit-demi sedikit, dapat membebani diri kita sendiri dan orang lain dalam agama. Hal demikian hanya akan menyebabkan kegagalan menjalankan agamanya. Rasulullah SAW bersabda, Sesungguhnya agama itu mudah, dan tidak ada yang membebani dirinya dalam agama kecuali dia kan gagal. Maka bersikaplah moderat, carilah kedekatan kepada Allah, beri kabar gembira, dan perkuatlah ibadah di pagi dan malam hari. (HR. Bukhari)

Menjalani Islam dengan cara yang memberatkan, keras, dan penuh ancaman azab, akan membuat orang mudah tersesat dan putus asa. Sejatinya, kita sangat dianjurkan untuk berislam dengan cara yang indah, menjalani setiap proses kecil di dalamnya, mendekatkan diri kepada Allah selangkah demi selangkah, dan terus mengembangkan keimanan dan kesalehan untuk jangka panjang. Bagaimanapun, setiap Muslim harus saling menghargai proses masing-masing dalam berislam, tidak boleh merendahkan orang lain yang mungkin belum terlalu jauh menjalani prosesnya. Yakinlah bahwa semua Muslim berada di bawah rahmat Allah SWT, tanpa terkecuali.

Selvina Adistia
Selvina Adistia
Redaktur Islamramah.co. | Pegiat literasi yang memiliki latar belakang studi di bidang Ilmu al-Quran dan Tafsir. Menuangkan perhatian besar pada masalah intoleransi, ekstremisme, politisasi agama, dan penafsiran agama yang bias gender.
Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.