Dakwahkan Rasa Syukur, Bukan Rasa Takut

KhazanahDakwahkan Rasa Syukur, Bukan Rasa Takut

Sering kita mendengar ceramah atau nasehat agama yang banyak menekankan tentang peran Tuhan sebagai penghukum, pemberi tugas yang keras, menuntut banyak pengorbanan, dan mengancam ciptaan-Nya dengan api neraka. Narasi agama yang menimbulkan kecemasan dan rasa takut terhadap Tuhan kerap terdengar lebih menggelegar dan lantang sehingga cepat menarik perhatian. 

Memang, membangkitkan rasa takut (khauf) merupakan salah satu retorika yang ditonjolkan dalam dakwah Islam, yang semestinya tidak terpisah dari pasangannya, yaitu rasa berharap (raja’). Namun, perlu digaris bawahi, tipe ceramah yang terlalu menekankan ‘Murka’ Tuhan untuk menimbulkan khauf secara tidak bijaksana hanya akan menjadi kepalsuan teologis, terutama jika para pendakwah tidak memberikan porsi lebih banyak untuk menyampaikan ajaran tentang rahmat dan kasih sayang Tuhan.

Allah SWT, di atas segalanya, adalah yang Maha Pengasih dan Penyayang, bukan pemarah dan pendendam. Hal pertama yang Tuhan lakukan sebelum menciptakan ciptaan-Nya, adalah menetapkan prinsip dasar bahwa ‘Rahmat-Nya bagi makhluk, akan selalu lebih utama, lebih besar, daripada murka-Nya’. Nabi SAW bersabda, Tatkala Allah menciptakan makhluk-Nya, Dia menulis dalam kitab-Nya, yang kitab itu terletak di sisi-Nya di atas ‘Arsy, “Sesungguhnya rahmat-Ku mengalahkan kemurkaan-Ku.” (HR Bukhari)

Mukmin sejati hidup dalam kesadaran tentang besarnya Rahmat Tuhan terhadap dirinya dan semua makhluk ciptaan-Nya. Dengan demikian, mereka menjadi orang yang bersyukur. Melalui rasa syukur atas cinta dan belas kasih Tuhan inilah kebajikan lahir dan berkembang. Ketakutan terhadap hukuman memang Tuhan dapat menghasilkan kepatuhan, tapi rasa syukurlah yang menumbuhkan cinta dan mengilhami kebaikan dan keindahan manusia.

Pada dasarnya, ‘Syukur’ adalah elemen fundamental dari keyakinan Islam. Rasa syukur merupakan unsur penting dari spiritualitas orang yang beriman. Islam adalah tentang hubungan cinta antara Tuhan yang penyayang dan hamba yang bersyukur. Muslim diajarkan untuk bersyukur kepada Tuhan dalam segala hal, dalam kebahagiaan dan kesedihan, dalam kelimpahan dan dalam kesulitan, adalah perintah Ilahi, ajaran Nabi SAW, dan budaya yang tertanam kuat bagi umat Islam yang beriman.

Nabi adalah orang yang senantiasa bersyukur, beliau melandasi dan melaksanakan ibadahnya dengan rasa syukur yang begitu dalam. Istri Nabi SAW, Aisyah RA, pernah bertanya mengapa Nabi SAW begitu banyak shalat bahkan sampai kakinya bengkak, padahal Allah SWT telah menjamin keselamatan beliau. Lalu, Nabi SAW menjawab, Wahai Aisyah, bukankah seharusnya aku menjadi hamba yang banyak bersyukur?” (HR. Muslim)

Baca Juga  Terlalu Takut pada Orang Tua Memicu Anak Berbohong

Ketika Nabi SAW mendengar kabar baik, beliau akan bersujud dan bersyukur kepada Tuhan atas karunia dan kemurahan-Nya. Dengan selalu bersyukur di depan umum, Nabi Muhammad mengajari umat Islam pentingnya bersyukur. Beliau juga mengajarkan bahwa cara terbaik untuk mengungkapkan rasa syukur sejati kepada Tuhan ialah melalui cinta kepada ciptaan-Nya dan mengasihi sesama, sebagaimana Allah SWT telah mengasihi ciptaan-Nya. Nabi Muhammad bersabda, Tidak dikatakan bersyukur pada Allah bagi siapa yang tidak berterima kasih pada manusia (HR. Abu Dawud). Itu artinya, kita perlu bersyukur kepada Allah, sekaligus menghargai dan berterimakasih kepada orang lain yang telah berbuat kebaikan. 

‘Rahmat Tuhan’ dalam tradisi Islam adalah konsep yang sangat luas, mencakup kebaikan, cinta, berkah, dan hikmah penciptaan. Menciptakan makhluk-Nya adalah tindakan ‘Rahmat’ Allah SWT. Pemberian-Nya kepada kita berupa anugerah kehidupan, dan terutama naluri untuk mengenal dan mencintai-Nya, adalah tindakan belas kasih-Nya yang terbesar bagi kita. Rahmat Allah yang paling nyata adalah pernyataan-Nya dalam Al-Qur’an bahwa Dia mencintai kita. Dalam Surah Al-Maidah, Allah SWT berfirman ..Dia mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya.. (QS. Al-Maidah: 54). Satu hal penting untuk diperhatikan di sini adalah bahwa Allah mencintai hambanya lebih dulu. Cinta Tuhan kepada kita terwujud sebagai rahmat-Nya terhadap kita, dan cinta kita kepada-Nya terwujud sebagai rasa syukur.

Rasa syukur adalah aspek penting dari keimanan. Dalam salah satu surah al-Qur’an yang bernama Surah Al-Rahman (Yang Maha Penyayang), Allah menyebutkan banyak sekali nikmat-Nya kepada umat manusia. Dalam surah yang dianggap sebagai surah yang paling indah tersebut pula, Allah bertanya sebanyak 31 kali “berapa banyak nikmat Tuhanmu yang kamu tolak?”. Retorika yang kuat ini dirancang untuk mengajarkan makna yang mendalam dari rasa syukur dalam membentuk kehidupan spiritual.

Sudah semestinya, dakwah Islam atau nasehat agama menyirami rohani masyarakat Muslim dengan rasa syukur yang menumbuhkan kebaikan, bukan rasa takut yang dapat menyebabkan frustasi keagamaan. Ajaran Islam mengisi hati dengan syukur dan kedamaian. Dakwah ideal adalah yang menyadarkan mengingat kebaikan, berkah, dan cinta Allah SWT kepada makhluk-Nya. Kita semua, semua makhluk, diciptakan untuk dicintai dan dikasihi oleh-Nya. Jadi, siapapun yang berdakwah atas nama Islam, perlu berorientasi pada peningkatan rasa syukur seorang muslim sebagai Hamba Allah, yang membangkitkan rasa kasih sayang kepada sesama.

Selvina Adistia
Selvina Adistia
Redaktur Islamramah.co. | Pegiat literasi yang memiliki latar belakang studi di bidang Ilmu al-Quran dan Tafsir. Menuangkan perhatian besar pada masalah intoleransi, ekstremisme, politisasi agama, dan penafsiran agama yang bias gender.
Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.