Kurban, Menghapus Tradisi Pengorbanan Manusia

KhazanahHikmahKurban, Menghapus Tradisi Pengorbanan Manusia

Hal paling menonjol dari Idul Kurban adalah pengorbanan. Penyembelihan kambing, sapi, unta saat perayaan merupakan warisan syariat dari dokumenter monumental Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail. Peristiwa kurban menjadi simbol kuat untuk menyudahi tradisi pengorbanan manusia yang menyebar di banyak peradaban dan era. Ide umumnya adalah mempersembahkan nyawa bagi dewa atau roh yang dipercaya menaungi mereka. Keberpihakan Allah pada keberlangsungan hidup manusia menandakan tingginya pemuliaan akan eksistensi jiwa seorang manusia. Bukan berarti hewan tidak mulia, tapi makhluk berakal tak mungkin membunuh sesamanya.

Pada banyak peradaban, pengorbanan manusia dianggap sebagai ritual yang wajar. Praktik demikian menjangkau banyak wilayah, seperti Romawi, Persia, Eropa kuno, daerah Pasifik Selatan, sejumlah wilayah Amerika, dan peradaban besar dunia kuno yang lain. Dalam kepercayaan suku Maya misalnya, manusia dikorbankan untuk memuaskan para dewa. Tumbal manusia dinilai sebagai persembahan yang paling berharga. Yang umumnya dikorbankan pun para tawanan perang dengan kelas tinggi dengan cara dipenggal atau diambil jantungnya.

Peradaban Mesir kuno dan Tiongkok menceritakan bagaimana para budak dikubur hidup-hidup mengikuti majikannya yang lebih dahulu mati. Pelayanan pada tuan mesti berlanjut bahkan hingga alam kubur. Di daratan Meksiko, bangsa Aztec menganggap darah manusia sebagai pelumas murni untuk dipersembahkan pada dewa matahari, agar sang surya tetap terpelihara dan memberi kemakmuran pada manusia. Selain mendapat kesejahteraan, motif-motif menumbalkan manusia biasanya adalah untuk mencegah bencana, menghindari kemarahan atau murka para dewa, agar stabilitas serta keselamatan hidup mereka tetap terjaga.

Pesan Allah jelas, penggantian kurban Ismail dengan kurban domba adalah untuk berhenti menjadikan manusia sebagai korban. Tentangan keras praktik human sacrifation (pengorbanan manusia) dapat terbaca dari skenario kehendak Allah yang memukau, Dia berfirman, Dan Kami panggillah dia: “Hai Ibrahim, seungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu. Sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar (QS. As-Shaffat: 104-107).

Baca Juga  Meneladani Gaya Komunikasi Bung Karno

Peristiwa itu adalah jaminan keselamatan sekaligus kehormatan jiwa manusia dari Tuhan. Aktualisasi religiositas digeser menuju animal sacrifation. Namun bukan hewan itu sendiri yang dipersembahkan pada-Nya, melainkan jiwa takwa dari hamba yang mempersembahkannya. Binatang ternak hanyalah batu loncatan, sekadar salah satu simbol dari materi yang dicintai manusia yang kerap mendikte dan membutakannya. Aksentuasi kurban terletak pada pengorbanan diri untuk memenggal intuisi kebinatangan, rasa tamak, jiwa bakhil dalam diri manusia serta ujian untuk merelakan kepunyaan kita.

Dalam surat al-Hajj ayat 37 Allah berfirman, Daging (hewan kurban) dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaan kamu. Demikianlah Dia menundukkannya untukmu agar kamu mengagungkan Allah atas petunjuk yang Dia berikan kepadamu. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.

Selain itu, dari riwayat praktik pengorbanan manusia sepanjang sejarah, kita diperlihatkan bagaimana corak relasi traksaksional antara suatu kaum dengan sesuatu yang dianggapnya kudus, agung, atau sosok Tuhan dalam konsepsi umum kini. Tuhan dianggap hanya akan memberikan kesejahteraan ataupun keamanan hanya jika dijamin dengan persembahan dari hamba-Nya. Kultur paham demikian juga ditentang Allah melalui ayat al-Hajj: 37. Allah tidak butuh sumbangan material, karunia-Nya pada makhluk pun tak mengenal masa dan keadaan. Darah dan daging itu tak berguna bagi Allah, tapi rasa takwa kita yang dinilai saat menyatakan berkurban untuk-Nya.

Kurban merupakan kejadian teologis yang dirangkai untuk menjelaskan kehormatan umat manusia. Dan sungguh, kami telah memuliakan anak cucu Adam, dan Kami angkut mereka di darat dan di laut, dan Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka di atas banyak makhluk yang Kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna (QS. Al-Isra’: 70). Satu-satunya penentu kualifikasi kita di hadapan Tuhan adalah takwa, bukan jiwa manusia sesama yang dikorbankan. Wallahu a’lam. []

Khalilatul Azizah
Khalilatul Azizah
Redaktur Islamramah.co || Middle East Issues Enthusiast dengan latar belakang pendidikan di bidang Islamic Studies dan Hadis. Senang berliterasi, membahas persoalan sosial keagamaan, politisasi agama, moderasi, khazanah kenabian, juga pemikiran Islam.
Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.