Siasat Mental Menyikapi Antrian Panjang Haji

KolomSiasat Mental Menyikapi Antrian Panjang Haji

Dapat menuntaskan lima kewajiban asasi agama adalah harapan umumnya Muslim. Yakni menutup rukun Islam dengan pergi haji ke Tanah Suci. Persoalannya, selain biaya yang tidak sedikit, masa tunggu untuk mendapat giliran keberangkatan haji sangatlah lama. Kabar teranyar, waktu antrian bahkan mencapai 40 tahun. “Daftar sekarang, berangkatnya nanti ketika sudah punya cucu”, menjadi salah satu pemeo yang berkembang di masyarakat. Hal itu adalah sebentuk ekspresi kecemasan akibat antrian haji yang demikian mengular. Manajemen mental menjadi penting agar kita tak pupus harap mendapati kenyataan yang terasa tidak nyaman.

Ada beberapa hal yang menengarai masa antri yang bombastis itu. Deteksi paling kentara adalah akibat peniadaan pemberangkatan haji selama dua tahun terakhir akibat pandemi kovid. Tentu ini menyebabkan penumpukan calon jemaah haji. Apalagi kuota haji tahun ini turun drastis jika dibandingkan tahun 2020. Mengutip pernyataan Hasan Afandi, Siskohat Ditjen PHU dari laman detik.com, bahwa kuota untuk tahun ini hanya 100.051 atau sekitar 46 persen dari kuota normal tahun-tahun sebelumnya, sehingga estimasi keberangkatan semakin lama.

Selain faktor aktual tersebut, Indonesia sebagai negara dengan jumlah Muslim terbanyak di dunia adalah faktor konstan yang tentunya berbanding lurus dengan animo masyarakat untuk menunaikan ibadah haji. Umat Muslim mencapai 87 persen dari total penduduk Indonesia yang jika dikalkulasi mencapai kurang lebih 237,5 juta jiwa, sehingga ‘persaingan’ antrian pun sangat ketat. Fenomena pengulangan ibadah haji juga menjadi masalah tersendiri yang menambah panjang daftar antrian.

Membayangkan antrian puluhan tahun terasa begitu berat, baik bagi orang yang sudah mendaftar haji terlebih bagi yang belum mendaftar. Dalam jangka selama itu sering tergelitik mengangankan apakah masih diberi usia sampai tiba giliran berangkat, jika iya apakah fisik masih sehat? Pertanyaan-pertanyaan imajiner semacam itu sangat wajar dan bisa dimaklumi. Namun, tidak seperti empat rukun sebelumnya, mekanisme haji memang kompleks dan butuh prasyarat lebih. Alternatif paling awal yang bisa diusahakan adalah mengelola mental personal kita agar tidak larut dalam khawatir dan kecewa.

Tercatat beberapa amalan disebutkan Nabi sebagai ibadah yang setara haji ataupun umroh. Terdengar naif atau klise mungkin untuk menawarkan amal ibadah tertentu sebagai pengganti haji yang terasa sulit dijangkau kini. Rasulullah SAW bersabda, Tidakkah Allah memberikan kepadamu (pahala) shalat isya berjamaah sama dengan ibadah haji, dan shalat subuh berjamaah sama dengan umrah? (HR. Muslim).

Di lain riwayat disebutkan bahwa Nabi SAW menyatakan, “Barang siapa yang shalat subuh berjamaah, kemudian dia tetap duduk sambil berzikir kepada Allah sampai matahari terbit dan kemudian shalat dua rekaat, maka dia akan mendapat pahala seperti pahala haji dan umrah.” Lalu Nabi menekankan kata “sempurna” hingga tiga kali (HR. Al-Tirmidzi).

Baca Juga  Bertuhan dan Berperikemanusiaan

Sedikit orang yang sanggup melanggengkan jamaah subuh ataupun isya. Kebanyakan kita merasakan beratnya dua kewajiban shalat tersebut karena ditempatkan di waktu seseorang bangun dari tidur dan waktu malam saat orang hendak istirahat. Nabi pun mengafirmasi dalam sabdanya, Shalat yang dirasakan berat bagi orang-orang munafik adalah shalat isya dan shalat subuh, sekiranya mereka mengetahui keutamaannya, niscaya mereka akan mendatanginya sekalipun dengan merangkak (HR. Muslim). Membaca perumpamaan agungnya keutamaan shalat subuh dan isya, menjadi masuk akal jika disejajarkan dengan haji dan umrah. Butuh usaha kuat untuk menunaikan masing-masing ibadah tersebut.

Jika dipikir kembali, Nabi pasti memiliki maksud tertentu ketika menerangkan berbagai amal ibadah dinilai setara dengan haji atau umroh. Memikirkannya secara matematis atau dimensi konkret memang tak akan pernah ketemu. Haji adalah kewajiban yang bersyarat, artinya ia menjadi wajib dengan kondisi-kondisi tertentu. Dan jika syarat “bagi yang mampu” itu tak terpenuhi, maka kewajiban menjadi tak ada. Istitha’ah (kemampuan) di sini yang menurut penulis menjadi titik alasan. Rasulullah SAW tahu betul bahwa kemungkinan Muslim tak mampu memenuhi syarat istitha’ah sangatlah besar, sehingga disediakannya pilihan alternatif untuk membesarkan hati umatnya.

Ali bin al-Muwaffaq adalah seorang tukang sol sepatu yang dinyatakan mabrur tanpa haji karena kerelaannya menyedekahkan ongkos hajinya untuk janda miskin di kampung tempat ia tinggal. Ketika ada di antara hamba-Nya yang dianggap berhaji meski tidak melakukan ritual di Tanah Suci, maka haji pun bukan sekadar persoalan demonstrasi. Haji bukan hanya tentang berpakaian ihram, berputar mengelilingi Ka’bah, melempar batu, berlari dari satu bukit ke bukit yang lain. Melebihi itu, haji adalah mengunjungi kediaman Allah yang hiasannya adalah tauhid, usaha, kepasrahan, kepedulian, dan cinta. Bukan di Ka’bah, Allah ada di antara mereka yang lemah dan tertindas.

Ibadah-ibadah harian nyatanya memiliki daya tawar besar yang seimbang dengan haji. Solusi yang lebih konkret dalam hal ini tentunya melalui peningkatan jatah kuota haji bagi jemaah Indonesia. Hal ini menjadi ranah pemerintah untuk mengupayakannya dengan melakukan lobi dan diplomasi kepada otoritas Arab Saudi. Wacana reformasi haji dengan memperpanjang waktu haji di bulan selain Dzulhijjah juga menjadi tawaran solusi yang digulirkan sejumlah pihak. Menjalankan apa yang dinarasikan Nabi adalah siasat mental untuk bertahan membesarkan hati. Dua riwayat hadis di atas baru sepenggal dari alternatif lain yang disediakan. Wallahu a’lam. []

Khalilatul Azizah
Khalilatul Azizah
Redaktur Islamramah.co || Middle East Issues Enthusiast dengan latar belakang pendidikan di bidang Islamic Studies dan Hadis. Senang berliterasi, membahas persoalan sosial keagamaan, politisasi agama, moderasi, khazanah kenabian, juga pemikiran Islam.
Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.