Bahaya Egoisme

KhazanahHikmahBahaya Egoisme

Sikap egois adalah patogen bagi kehidupan sosial. Sebab, orang egois hanya fokus pada medan area dirinya dan menutup mata pada sekitarnya. Selain berpotensi besar menimbulkan kerugian pihak lain, egoisme adalah penyakit yang merusak diri. Dalam kompartemen egoisme ada keangkuhan yang terpelihara.

Melalui elaborasi ayat 4 surat al-Munafiqun kita bisa mendapati gambaran karakteristik egois dari figur seorang munafik. Allah berfirman, Dan apabila engkau melihat mereka, tubuh mereka mengagumkanmu. Dan jika mereka berkata, engkau mendengarkaan tutur katanya. Mereka seakan-akan kayu yang tersandar. Mereka mengira bahwa setiap teriakan ditujukan kepada mereka. Mereka itulah musuh (yang sebenarnya), maka waspadalah terhadap mereka. Semoga Allah membinasakan mereka. Bagaimanakah mereka dapat dipalingkan (dari kebenaran)?

Ayat di atas menerangkan salah satu karakter egois seorang munafik melalui kalimat “mereka mengira bahwa setiap teriakan ditujukan kepada mereka”. Orang demikian mengira segala hal sedang melawan dirinya. Ia menyangka dirinya adalah sentra semesta. Semua adalah mengenai dirinya, baik itu asumsi tentang pribadinya sebagai pusat perhatian atau sebagai yang termarginalisasi oleh kekuatan koalisi.

Dunia ini dipandangnya dari perspektif egois. Para munafik itu memang bersumpah bahwa mereka beriman dan menyatakan komitmen. Namun, pada realitasnya mereka memandang dunia dari perspektif egois dan hanya tentang bagaimana egonya terlayani. Dari sinilah mereka rentan terbentuk imajinasi seputar ide konspirasi. Pendek kata, muncul asumsi pokok bahwa diri mereka adalah korban yang hendak diserang, dipojokkan, dan dipinggirkan oleh kekuatan tertentu.

Ketika seseorang terpenjara dalam pemikiran bahwa dirinya terluka atau tak terlayani, berimajinasi dirinya dihina, padahal sebenarnya tidak demikian. Ia pun kemudian menutupi kebenaran suatu perkara dan mengajukan dirinya sebagai alasan, maka kadar nifak di sini boleh jadi sangat tinggi. Dalam dosis tertentu, kita sekalian sebetulnya menyandang kemunafikan. Hal mengerikan ini yang mesti diwaspadai, kita menjadi munafik demi memenuhi ego pribadi.

Baca Juga  Perilaku Mencerminkan Nasib

Dalam lanskap kehidupan saat ini, egoisme menjelma nyata dalam sikap hidup individualistis manusia modern. Psikologi modern-kapitalis menempatkan egoisme sebagai etik. Melayani diri adalah urusan nomer wahid, dan altruisme jauh dari tren pasar. Modernitas mencetak kalangan munafik dalam jumlah besar. Mereka adalah kumpulan pribadi egois yang menuruti tabiat modernitas yang merusak. Terlihat mentereng dan meyakinkan di luar, namun sisi dalam mereka kacau dan hampa. Sebagaimana diistilahkan ayat di atas, orang munafik bak kayu yang tersandar. Sebuah benda berbentuk tapi tidak bernyawa.

Selanjutnya, sikap egois melahirkan keburukan lain yakni kesombongan, memandang rendah orang lain, tinggi hati, dan merasa selalu benar. Allah mengampuni leluhur kita, Nabi Adam atas dosa kelalaiannya menerobos larangan Allah saat di surga karena memakan khuldi. Namun, perilaku egois dan kesombongan iblis yang enggan sujud kepada Nabi Adam, dikutuk Allah selamanya. Saat egoisme bercokol di hati, maka akan sulit seseorang menerima kebenaran sejati.

Egoisme adalah virus yang dapat menyerang ke segala arah secara asimetris. Pelakunya merugi, demikian halnya pihak-pihak di sekelilingnya juga bakal terdampak getah dari sikap egois seorang individu. Kita benar-benar mesti menginsafi diri untuk menjauh dari magnet egoisme. Ajaran altruisme, belajar mendengarkan orang, menjadi sikap yang mesti dipelajari. Wallahu a’lam. []

Khalilatul Azizah
Khalilatul Azizah
Redaktur Islamramah.co || Middle East Issues Enthusiast dengan latar belakang pendidikan di bidang Islamic Studies dan Hadis. Senang berliterasi, membahas persoalan sosial keagamaan, politisasi agama, moderasi, khazanah kenabian, juga pemikiran Islam.
Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.