Badriyah Fayumi: Suami-Istri Harus Saling Mendukung untuk Berbakti Pada Orang Tua

BeritaBadriyah Fayumi: Suami-Istri Harus Saling Mendukung untuk Berbakti Pada Orang Tua

Dalam pertemuan kedua pengajian kitab Risalah Ahlissunnah wal Jamaah yang membahas Tiga Tolok Ukur Bid’ah, Nyai Hj. Badriyah Fayumi menyebutkan tentang bid’ah pikiran, yang banyak menyebabkan penyimpangan perilaku. Salah satunya ialah pemahaman agama yang melegitimasi tindakan suami untuk melarang istrinya keluar rumah, bahkan untuk menemui orang tuanya. Nyai Badriyah Fayumi menjelaskan bahwa suami-istri seharusnya justru saling mendukung untuk berbakti kepada orang tua, karena berbakti kepada orang tua adalah perintah universal al-Quran dan Nabi SAW, yang tidak terbatas hanya sampai anak menikah saja.

Nyai Badriyah Fayumi menyoroti pemahaman agama tentang seorang istri yang wajib menurut kepada suami, bahkan jika suami melarangnya untuk menjenguk orang tua. Dalam pemahaman yang berkembang di tengah masyarakat religius ini, menuruti larangan suami seperti itu dianggap sebagai kepatuhan istri yang akan diganjar surga bagi sang istri dan orang tuanya. Bagi Prof. Badriyah Fayumi, pemahaman demikian amat tercela dan tidak berdasar.

“Itu ajaran dari mana? Yang ada Itu hadis yang berasal dari kitab Uqudulujain, setelah kita teliti itu hadisnya, dalam sebagian referensi, itu tidak ada asalnya. Sementara perintah al-Quran sedemikian jelas (memerintahkan berbakti pada kedua orang tua)” tegas wanita yang akrab disapa sebagai Nyai Bad.

Beliau menjelaskan bahwa berbakti kepada kedua orang tua sangat jelas diperintahkan di dalam al-Quran dan hadis Nabi SAW. Beliau membacakan QS. An-Nisa ayat 36, yang artinya, Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa. Nyai Badriyah Fayumi juga menuturkan QS. Al-Isra’ ayat 23, tentang perintah berbuat baik kepada kedua orang tua yang sudah lanjut usia, serta larangan menyakiti mereka walau hanya dengan perkataan. 

Baca Juga  Nasir Abbas: Kemenangan Taliban, Euforia Jihadis

“Ini ayat berlaku untuk laki-laki, untuk perempuan, untuk anak yang belum menikah, maupun sudah menikah. Jadi, jaga silaturahmi kepada orang tua” Jelas Nyai Badriyah Fayumi.

Beliau lalu melanjutkan, “Dan bahkan ayat tentang pernikahan (suami istri) pun, itu berbunyi wattaqullahalladzi tasa`aluna bihi wal arham, Bertakwalah kepada allah dan jagalah silaturahmi (QS. An-Nisa: 1). Kita lihat bab-bab dalam hadis, menjaga silaturahmi itu yang nomor satu adalah menjaga hubungan baik dengan orang tua.” terang Nyai Bad.

Wanita yang menempuh pendidikan di UIN Jakarta dan Universitas al-Azhar Mesir ini, sangat menyayangkan jika hadis yang kualitas keasliannya lemah bahkan palsu, digunakan sebagai pijakan atau dalil untuk membenarkan perilaku suami yang dzolim. Menurut Nyai Badriyah Fayumi, pembenaran untuk berbuat tega pada orang tua demi menaati suami dan mendapatkan surga adalah sebuah paham yang menyimpang.

Belia menjelaskan, “Ini pemikiran yang bid’ah sebetulnya, karena ajaran Islam yang luhur itu tidak begitu. Ini suami yang zholim, menjadikan dalil yang tidak bisa dipertanggungjawabkan sebagai alat untuk melakukan penguasaan kepada istrinya, yang kemudian menimbulkan tindakan yang tidak yang tidak manusiaawi kepada orangtuanya. Dan itu sangat bertentangan dengan banyak sekali perintah al-Quran” 

Nyai Badriyah Fayumi memberikan nasehat bahwa setiap pasangan suami-istri wajib memberikan dukungan untuk berbakti kepada orang tua. Baik istri maupun suami, tidak boleh merasa berhak melarang pasangannya untuk bersilaturahmi dan berbakti pada orang tuanya.  Kewajiban sebagai suami-istri tidak boleh sampai membuat kewajiban kepada kedua orang tua menjadi ditinggalkan. “Kewajiban dengan keluarga dan kepada istri harus berjalan dengan baik, kewajiban kepada orang tua juga tetap berjalan dengan baik” pungkas Nyai Badriyah Fayumi.

Selvina Adistia
Selvina Adistia
Redaktur Islamramah.co. | Pegiat literasi yang memiliki latar belakang studi di bidang Ilmu al-Quran dan Tafsir. Menuangkan perhatian besar pada masalah intoleransi, ekstremisme, politisasi agama, dan penafsiran agama yang bias gender.
Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.