Insecurity Israel terhadap Bendera Palestina

KolomInsecurity Israel terhadap Bendera Palestina

Di balik kepongahan tak terperi selama ini, sebenarnya Israel memendam kecemasan. Israel dicengkeram kepanikan ketika melihat bendera Palestina berkibar. Itulah mengapa, kita selalu melihat reaksi gila orang-orang Israel maupun aparat keamanannya mana kala selembar kain dengan kombinasi warna hitam, putih, merah, dan hijau itu mengudara. Masih membekas dalam ingatan, betapa brutal militer Israel menyabotase pemakaman jurnalis Al Jazeera, Shireen Abu Akleh yang ditembak mati aparat Israel. Pasukan Israel melancarkan serangan bengis pada pelayat, berusaha sedemikian keras merendahkan bendera Palestina yang membungkus peti jenazah Shireen hingga peti itu pun nyaris jatuh.

Satu waktu terekam bagaimana aparat keamanan Israel menurunkan bendera Palestina yang berkibar di tiang-tiang listrik. Mereka juga merebut paksa bendera warga sipil Palestina yang mereka kibarkan. Di lain hari, para pemukim Yahudi pun melakukan hal serupa di suatu sudut di Tepi Barat. Lalu berulang kali, jika ada orang Palestina yang mengangkat bendera mereka, entah di kampus-kampus, di jalanan, atau di tengah kerumunan ribuan pelayat, Israel selalu menyatakan kekerasan agar mereka tunduk tidak lagi mengangkat tinggi bendera Palestina. Ini hanya sepenggal gambaran, betapa seringnya Israel mempersoalkan pengibaran bendera Palestina.

Pemungutan suara di Knesset beberapa waktu belakangan yang mendukung RUU tentang pelarangan pengibaran bendera Palestina di lembaga-lembaga yang didanai pemerintah adalah demonstrasi yang jelas dari lemahnya Israel menghadapi solidaritas warga Palestina. Artinya, selama masa pendudukannya di Palestina yang telah berlangsung lebih dari 70 tahun, Israel bernapas dalam kepanikan. RUU yang diusulkan oleh partai oposisi sayap kanan, Likud, itu adalah bagian dari strategi terpadu Israel untuk memperdalam kontrol atas Arab Palestina.

Ketegangan adu bendera terjadi pada 29 Mei 2022 lalu, di mana puluhan ribu Yahudi Israel ultanasionalis menggelar pawai bendera di Yerusalem. Pawai itu mereka lakukan untuk memperingati penaklukan Yerusalem Timur oleh Israel pada 1967. Suatu tragedi pencaplokan dan pendudukan yang kian nyata dari sudut pandang bangsa Palestina. Tantangan dari aksi provokatif itu adalah bagaimana bendera Palestina bisa berkibar lebih tinggi dari bintang david Israel, hingga sebuah drone pun diterbangkan warga sipil, membawa tinggi bendera Palestina di tengah pawai bendera warga Israel yang memperingati “Yerusalem Day”.

Sebelum itu, sejumlah mahasiswa menggelar demonstrasi di kampus. Memperingati 74 tahun Nakba, tragedi pengungsian masal bangsa Palestina seiring Israel merangsek Palestina dan secara paksa mendirikan negara di atas tanah Palestina pada 1948. Para demonstran di Universitas Ben-Gurion mengibarkan bendera Palestina di sebuah acara yang selanjutnya memicu protes dari Zionis, bahkan konfrontasi kekerasan dialami mahasiswa di Tel Aviv University yang memperingati Nakba.

Mudah memprediksi pola tindakan Israel berikutnya. Yakni kampanya hasutan dengan melakukan framing media yang dimainkan oleh para politisi. Israel menggambarkan dirinya sebagai yang paling tertindas karena ‘kedaulatannya’ diusik oleh warga Palestina dan benderanya.

Pada 24 Mei lalu, Katz, salah seorang anggota parlemen Israel mengecam aksi para pelajar Arab yang mengibarkan bendera di kampus tadi. “Ingat ’48. Ingat perang kemerdekaan kami dan Nakba anda. Cukup sudah terorisme internal orang Arab Israel. Cukup banyak kekerasan terhadap orang Yahudi di kota-kota yang terlibat. Jika anda tidak tenang, kami akan memberi pelajaran yang tidak terlupakan”, ujar Katz.

Baca Juga  Bom Bunuh Diri, Kejahatan Ganda dalam Islam

Pengibaran bendera Palestina tidaklah melanggar hukum Israel. Namun, polisi ataupun militer Israel selalu bertindak seenaknya, berdalih bahwa bendera Palestina mengganggu ketertiban umum serta memicu bentrok warga sipil. Bagi Israel, pengibaran bendera Palestina terutama di Yerusalem adalah perkara krusial, digambarkan sebagai pelanggar kedaulatan Israel, sekalipun seisi dunia tahu itu adalah kekuatan pendudukan yang jelas tak legal. Sebuah delusi kedaulatan yang dipaksakan berlaku. Perjanjian Oslo serta Protokol Paris 1994 terus  diajukan Israel untuk menegaskan tidak berhaknya otoritas Palestina turut campur dalam urusan internal Israel. Dengan kata lain, Yerusalem dianggap hanya menjadi urusan Israel semata.

Pada gilirannya, Israel mengambil langkah regulatif untuk menolak simbol nasional Palestina melalui RUU yang telah disetujui 63 anggota parlemen dalam pembacaan pertamanya tersebut. Bendera Palestina dinilai sebagai ancaman. Umpan baliknya, kelompok yang memperjuangkan koeksistensi antara Israel dan Palestina mengibarkan bendera Palestina berukuran besar di sisi bendera Israel dengan ukuran yang sama di gedung Diamond Exchange kota Ramat Gan. Mereka ingin menyampaikan sebuah harapan untuk kehidupan berdampingan secara damai tanpa mengangkat sentimen perbedaan. Israel mengeluh, dan langsung menurunkan bendera Palestina berukuran raksasa itu.

Sembari mengklaim diri sebagai negara paling demokratis di Timur Tengah melalui microphone di tangan kanan, tangan kiri Israel mempersekusi aksi legal para mahasiswa tadi, membiarkan 20 persen warga Palestina Israel dalam pola diskriminasi yang terstruktur. Tidak ada demokrasi, yang ada ialah upaya pembersihan ras. Cuitan politikus oposisi sayap kanan, Eli Cohen secara gamblang menunjukkan hal itu, “Siapapun yang merasa dirinya sebagai orang Palestina akan mendapat semua bantuan yang diperlukan dari kami untuk pindah ke Gaza dalam rute satu arah”. Ini adalah sarkasme penuh kebencian. “Bantuan” menuju Gaza sama artinya dengan jalan mulus mengirim orang Palestina ke penjara dunia terbesar yang diciptakan Israel.

Orang yang terlihat unggul dan berkuasa karena hasil dari melemahkan pihak lain adalah pecundang. Mereka yang salah tak akan pernah tenang. Bendera Palestina seolah pengingat Israel akan dosa imperialisme mereka atas bangsa Palestina sehingga harus disingkirkan untuk pula mengenyahkan rasa takut. Israel akan terus berupaya mencari validasi dan pembenaran untuk menutupi perasaan cemas yang bercokol.

Bendera adalah simbol kuat, baik bagi bangsa Yahudi maupun Palestina. Lambang pergerakan populer yang telah lama digunakan warga Palestina. Kain bercorak kombinasi empat warna itu pun tak dianggap sepele oleh Israel karena mereka tahu di situ tersimpan semangat juang bangsa Palestina yang terus menyala. Bendera itu adalah identitas sah eksistensi warga Palestina atas tanahnya yang terus coba didelegitimasi oleh Israel. Hak-hak warga Palestina terus terkikis lantaran sentimen ras Israel.

Reaksi di luar nalar yang selalu dipertontonkan Israel sejatinya adalah bahasa ketakutan mereka. Perasaan tidak aman itu dipicu ketidakpercayaan diri karena selama ini Israel menyimpan borok yang kini kian terendus busuknya. Pertarungan bendera bukan tentang bendera itu sendiri, melainkan tentang keberadaan sah orang Palestina  di tanah air mereka. Wallahu a’lam. []

Khalilatul Azizah
Khalilatul Azizah
Redaktur Islamramah.co || Middle East Issues Enthusiast dengan latar belakang pendidikan di bidang Islamic Studies dan Hadis. Senang berliterasi, membahas persoalan sosial keagamaan, politisasi agama, moderasi, khazanah kenabian, juga pemikiran Islam.
Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.