Kerja Keras adalah Alat Tukar Kemajuan

KhazanahKerja Keras adalah Alat Tukar Kemajuan

Obor kemajuan peradaban selama ini telah dipegang bergilir oleh berbagai bangsa dunia. Kunci pokok bangsa-bangsa yang memimpin peradaban adalah karena mereka bekerja lebih banyak, lebih besar, lebih fokus, lebih efisien, dan lebih menyenangkan. Semua serba lebih. Tersohornya peradaban Yunani dan Romawi, keunggulan Muslim selama lima abad lamanya sejak abad ke-7 hingga 12, kemajuan Eropa sejak pencerahan, merupakan sepenggal contoh dari kausalitas antara kerja keras dan capaian kemajuan.

Dunia ini akan tetap menjadi onggokan tanpa sentuhan kerja keras penghuninya. Kelimpahan sumber daya alam ataupun manusia tidak akan berpengaruh signifikan apabila masyarakat setempat tak memiliki etos kerja yang kuat. Korea Selatan adalah bukti bahwa kekayaan sumber daya bukan jaminan sukses, melainkan kerja keras. Hanya dalam 30 tahun, Korsel mampu membalik keadaan. Padahal Huntington melukiskan, pada sekitar tahun 1960-an kondisi Korsel serba serupa dengan Ghana.

Menurut Lawrence Harrison dalam artikel Promoting Progressive Culture Change, sebagaimana dikutip Syahyuti dalam Tangan-Tangan yang Dicium Rasul, bahwa rahasia kebangkitan Korsel ialah karena pengembangan budaya progresif dengan mengajukan 10 karakteristik manusia bangsanya, antara lain berorientasi waktu, hemat, kerja keras, pendidikan, serta menghargai prestasi. Korsel mengedepankan strategi investasi pada manusia, karena mereka sadar kondisi alamnya yang didominasi bukit berbatu dan gunung tak bisa dianggap sebagai jaminan kesejahteraan. Pedoman nilai tersebut pun menjadi sesuatu yang signifikan dan selalu dihidupkan.

Sebaliknya, negara yang kaya sumber daya biasanya malah terjebak pada kutukan sumber daya alam (the natural resource trap). Masyarakatnya terlena dengan segala kemudahan dan keberlimpahan sehingga menumpulkan etos kerja. Sebagai autokritik, saya akan mengetengahkan Indonesia sebagai korban the natural resource trap. Kita didikte kenyamanan. Sudah menjadi rahasia umum bahwa negeri ini adalah surga sumber daya. Sebuah negara maritim dan agraris sekaligus. Memiliki hutan yang luas serta hasil tambang yang tak kalah berlimpah. Sebagai komparasi sederhana, jika dalam 30 tahun Korsel telah mampu berubah signifikan, Indonesia dalam kurun masa yang sama belum menunjukkan signifikansi berarti.

Selain Korea Selatan, Jepang dan Singapura adalah dua negara minim sumber daya alam namun maju. Keberhasilan tersebut karena dalam nilai-nilai kebudayaan mereka terdapat hasrat ingin maju dan ruh kerja keras. Sudah barang tentu banyak faktor yang menengarai kemajuan suatu bangsa atau peradaban, tapi kerja keras dalam artian kerja pikiran, fisik, kerja individu maupun kelompok, tetap menjadi paling prinsip. Kreativitas, ide, gagasan, ataupun impian yang tinggi sekalipun akan tetap seperti semula jika tidak ada gerak tuas kerja keras.

Baca Juga  Hikmah Positif Covid-19

Contoh presisi bangsa pekerja keras lain adalah Cina. Negeri Tirai Bambu ini memiliki peradaban besar dan kuno yang unggul dalam banyak bidang, seperti kesehatan, ilmu obat-obatan, perdagangan, ketatanegaraan, filsafat, hingga olahraga. Tembok raksasa dengan panjang lebih dari 6.000 km adalah prestasi besar yang menerangkan bagaimana usaha keras generasi yang membangunnya.

Ekonomi Cina kini menjadi salah satu yang paling sukses di dunia. Meski di tahun 1966-1976 saat Revolusi Kebudayaan ekonomi Cina sempat ambruk, bangsa ini mampu bangkit pesat dan menjelma menjadi raksasa ekonomi dunia. Tak bisa dipungkiri, dunia tercengang menyaksikan progres Cina. Sejak ribuan tahun lalu bangsa Cina telah memiliki kultur bisnis yang kokoh. Wajar jika kemudian bangsa ini mendominasi ekonomi di negara-negara lain. Para perantau dari Cina tak jarang menjadi taipan di negara rantauannya. Di Indonesia sendiri, jajaran konglomerat sukses diisi orang-orang beretnis Cina.

Konon bangsa Cina tak suka hidup mewah. Mereka adalah pekerja keras, cerdas, dan sederhana. Cina kaya pengalaman dalam hal sistem pemerintahan, dari sistem kekaisaran, komunis, lalu sosialis. Struktur politik apapun yang diadopsi semampu mungkin mereka manfaatkan, tak mempengaruhi etos kerja mereka yang memang tinggi. Sukses (cheng gong) dalam falsafah Cina merupakan hasil dari kerja keras sepenuh tenaga dan capaian dari kerja lebih.

Prinsip kerja keras Jepang rasanya juga penting disertakan. Masyarakat negeri Sakura tersebut menerapkan etos kerja bushido. Bushido adalah semacam semangat moral yang dipegang kalangan pejuang, di mana kemudian menjadi kultur hidup masyarakat Jepang secara umum. Kerja adalah segalanya bagi orang Jepang, sebuah kebanggaan bahkan jalan hidup. Kita bisa melihat kini, Jepang menjadi negara industri maju dan mampu bersaing di kancah global dengan posisi tawar yang tak bisa dibilang lemah.

Peradaban-peradaban utama yang pernah dan masih berlangsung, mereka menukarkan kerja keras untuk meraih mercusuar kemajuan. Sejarah telah berbicara, semua bangsa unggul disokong oleh prinsip dasar kerja keras dan usaha lebih. Menjadi bangsa maju merupakan kehormatan. Karena dalam gerak kerja kita mendidik diri untuk berkembang. Sebuah pertaruhan harga diri bagi makhluk yang diberi akal bernama manusia. Gerak adalah esensi hidup. Wallahu a’lam. []

Khalilatul Azizah
Khalilatul Azizah
Redaktur Islamramah.co || Middle East Issues Enthusiast dengan latar belakang pendidikan di bidang Islamic Studies dan Hadis. Senang berliterasi, membahas persoalan sosial keagamaan, politisasi agama, moderasi, khazanah kenabian, juga pemikiran Islam.
Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.