Krisis Kepercayaan Pada Ulama

KolomKrisis Kepercayaan Pada Ulama

Anarki agama yang muncul akibat ketidakpercayaan pada kiai merupakan krisis paling parah yang mengancam umat sekarang. Krisis kepercayaan pada kiai atau orang benar-benar berilmu bertautan erat dengan maraknya pencarian agama ke ranah kelam internet, ekstremisme media sosial, keilmuan palsu, atau dai instan hasil otodidak. 

Hari ini, terutama di media sosial, kita melihat berbondong-bondong orang yang berubah religius, Muslim yang taat, yang percaya bahwa mereka tahu apa yang mereka bicarakan, padahal sebenarnya tidak. 

Penyebab besar hilangnya kepercayaan pada para sarjana Muslim bermuara pada apa yang dikenal sebagai Efek Dunning-Kruger, mengabaikan ketidaktahuan diri sendiri. 

Orang-orang seperti ini mungkin mengetahui satu atau dua hal tentang suatu masalah, tetapi tidak mengetahui sepuluh lainnya, namun karena terlalu puas dengan diri sendiri, mereka buta terhadap fakta adanya kebenaran lain. Inilah paradox kebodohan diri sendiri. 

Tidak sedikit orang yang belum secara formal mempelajari ilmu-ilmu Islam, dan tidak memiliki kualifikasi keilmuan Islam, tetapi senang mengangkat masalah serius dan mempermasalahkan ulama atau kiai. Ciri-cirinya, ketika mendengar pandangan ulama yang berbeda dari apa dianggap telah diketahui, hal itu menjadi pembenaran untuk menuduh para ulama sesat atau batil. Kurangnya pembelajaran yang serius membutakan orang dari keragaman pandangan yang kaya dalam khazanah keilmuan Islam.

Ulama Yaman awal abad ke-19 Imam al-Syaukani pernah membahas masalah ini ketika ia menggambarkan tiga kategori orang dalam hal pembelajaran agama. Yakni yang pertama, ulama berpengalaman yang mengetahui cukup banyak ilmu di dalam ke luar. Kemudian, ada juga umat Islam awam. Namun, di tengah-tengah kedua golongan tersebut, ada pula orang yang mengira dirinya banyak tahu, padahal tidak. 

Di dalam kitabnya, al-Badr al-Tali‘ (1:473), Imam al-Syaukani menulis lebih lanjut tentang kasus ketiga, yang merupakan sumber kejahatan dan akar penyebab fitnah yang muncul dalam agama. “Mereka adalah orang-orang yang ketika mereka melihat salah satu ulama atau orang berilmu mengatakan sesuatu yang tidak mereka ketahui, dan yang bertentangan dengan keyakinan mereka yang dangkal, mereka menembakkan panah tuduhan kepadanya dan melemparkan segala macam hinaan kepadanya. Mereka juga merusak masyarakat awam sehingga tidak lagi menerima kebenaran, dengan menutupi kebatilan.”

Baca Juga  Hindari Dakwah Provokatif Bahar Smith

Dan sumber kejahatan ini sangat banyak kita lihat, diperkuat ribuan kali hari ini di media sosial. Hasil dari fitnah ini menjadi penyebab krisis kepercayaan pada ulama yang benar-benar sejati, Kiai yang relevan secara sosial dan politik, dan secara teologis-otentik. Krisis kepercayaan pada ulama tentu menjadi pertanda buruk bagi umat kita. kita perlu segera mengambil langkah-langkah serius untuk mengurangi atau memperbaiki keretakan ini. 

Singkatnya, kita harus mempercayakan pandangan keagamaan kita tentang berbagai isu, pada nasehat dan bimbingan ulama yang valid, serta mencoba untuk menerima berbagai pandangan yang berbeda dari beberapa ulama yang sama-sama valid. Banyak tantangan agama dari modernitas yang cair, ada kebutuhan mendesak untuk menghubungkan kembali umat manusia yang dipenuhi kecemasan dan tekanan, kepada Sumber Perdamaian Yang Maha Pengasih. Untuk itulah, peran ulama untuk membantu umat mencintai Tuhan dan untuk mengembangkan potensi kemanusiaan yang dimiliki masing-masing orang, sangat kita butuhkan.

Selvina Adistia
Selvina Adistia
Redaktur Islamramah.co. | Pegiat literasi yang memiliki latar belakang studi di bidang Ilmu al-Quran dan Tafsir. Menuangkan perhatian besar pada masalah intoleransi, ekstremisme, politisasi agama, dan penafsiran agama yang bias gender.
Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.