Menanti Sikap Tanggap Dunia atas Barbarisme Israel di al-Aqsa

Dunia IslamMenanti Sikap Tanggap Dunia atas Barbarisme Israel di al-Aqsa

Al-Aqsa kembali memanas, menyusul gelombang kekerasan yang dilancarkan aparat keamanan Israel pada Jumat, (15/4/2022). Tindakan brutal polisi Israel dimulai ketika ribuan Muslim Palestina hendak menunaikan shalat subuh berjamaah di komplek Masjidil Aqsa. Usai shalat Jumat, ketegangan kembali meningkat. Akibat serangan ini, lebih dari 152 warga Palestina terluka karena tembakan peluru karet dan gas air mata, lemparan granat kejut, hingga pukulan tongkat polisi Israel. Tak kurang dari 400 penduduk Palestina ditangkap oleh aparat keamanan Israel karena dianggap memicu bentrok. Aksi barbar Israel yang kesekian kali itu mengundang kecaman warga dunia, hanya tak semasif dan seresponsif spirit pembelaan laiknya pada Ukraina.

Dari video yang beredar, kompleks masjid tampak porak poranda penuh pecahan kaca, bebatuan, hingga kobaran api. Tak hanya bertindak keras pada umat Muslim yang beribadah, serangan polisi Israel juga menyasar dokter, suster, serta relawan medis yang mendatangi lokasi. Di luar masjid, para jurnalis pun tak luput dari serangan mereka. Otoritas Israel mengklaim kedatangan mereka  hendak mencegah kerusuhan.

Kemungkinan besar serangan mendadak dan kuat pasukan Israel itu adalah aksi terencana menjelang hari raya Paskah Yahudi, di mana banyak pemukim Israel ingin memasuki komplek al-Aqsa untuk menandai pekan keagamaan mereka. Sementara itu, di pekan kedua Ramadhan ini, Muslim Palestina pun berbondong-bondong mendatangi al-Aqsa, guna menghabiskan waktu beribadah di sana. Mereka memanfaatkan kesempatan, sebab warga Palestina kerap dipersulit mengunjungi Masjidil Aqsa. Kondisi di atas menguatkan motif bahwa tujuan pasukan Israel adalah mengusir jemaah Muslim untuk memenuhi kepentingan peribadatan kalangan Yahudi Israel, alih-alih motif mencegah kerusuhan.

Serbuan ke al-Aqsa telah menjadi strategi kolonialisme Israel selama beberapa tahun terakhir. Artinya, aksi semacam itu bukan kali pertama terjadi. Mei tahun lalu (2021) yang juga bertepatan dengan bulan Ramadhan, pasukan Israel berulang kali melancarkan serangan ke al-Aqsa di akhir-akhr hari Ramadhan. Mereka mencoba menyeterilkan komplek al-Aqsa guna menyediakan jalan bagi arak-arakan nasionalis Israel. Aksi menyakitkan tersebut memicu gelombang protes dan perlawanan yang berujung pada tragedi perang 11 hari antara Israel dengan Hamas. Akibatnya, banyak infrastruktur hancur. Lebih dari 250 penduduk Palestina tewas, sedangkan korban tewa dari pihak Israel berjumlah 12 orang.

Beberapa pekan terakhir ini tensi ketegangan Israel-Palestina mengalami eskalasi, menyusul gencarnya penangkapan serta operasi militer yang dilancarkan Israel di Tepi Barat. Rangkaian serangan yang terjadi dalam waktu dekat ini setidaknya telah menewaskan 14 orang dalam wilayah Israel, dan sedikitnya 16 penduduk Palestina tewas di tangan serangan tentara Israel. Semua itu memicu bentrokan dengan masyarakat Palestina dan menguatnya perseteruan kedua belah pihak.

Israel serta Palestina selama ini hampir selalu terlibat dalam pola ketegangan yang sama. Dimulai dari provokasi Israel dengan kebijakannya yang diskriminatif, represif, dan kolonialistik di Yerusalem dan wilayah sekitarnya, lalu dilawan oleh masyarakat Palestina. Aparat keamanan Israel pun menjawab dengan tindakan lebih represif, yang kemudian dibalas oleh kelompok Hamas dengan tembakan rudal. Di mana selanjutnya ditanggapi dengan tindakan militer oleh tentara Israel. Demikian pola yang selalu berulang, dengan korban yang tak pernah sedikit.

Baca Juga  Alissa Wahid: Pentingnya Keadilan dalam Kehidupan Beragama

Serbuan Israel merupakan kejahatan yang tak dapat diterima. Suatu kekerasan atas hak beragama, hak dasar manusia, serta pelecehan mencolok pada hukum internasional. Tragedi Jumat lalu baru ornamen kecil dari kejahatan kolektif Zionis Israel yang menyejarah. Sejumlah negara, seperti Mesir, Jordania, Maroko, juga Indonesia memang bergegas melayangkan kecaman pada barbarisme Israel yang kian merapuhkan stabilitas keamanan yang memang telah terkoyak.

Namun, animo keberpihakan publik internasional, utamanya AS dan poros Barat, tak segetol pembelaan mereka pada Ukraina yang dua bulan terakhir menjadi sasaran agresi Rusia. Menanggapi kejadian di al-Aqsa tersebut, Amerika paling banter sekadar menyatakan keprihatinan atas terjadinya bentrokan dan meminta semua pihak menahan diri serta menghimbau deeskalasi guna menjaga status quo Haram al-Sharif atau Temple Mount. Demikian pernyataan Juru Bicara Kementerian Luar Negeri AS, Ned Price, mengutip dari Harian Kompas, Sabtu (16/4/2022).

Sulit mengelak kepura-puraan AS, bahwa sekutu nomer wahid Israel ini hanya menampilkan lip service, demi tetap terlihat peduli, dan di saat yang sama kepentingannya dengan Israel terlindungi. Pembatasan dan regulasi ketat terkait unggahan tentang Palestina di platform Facebook dan Instagram semakin memperjelas kepedulian palsu negara seperti Amerika ini. Melansir dari middleeasteye.net, Facebook disebut-sebut secara cepat dan tanpa peringatan menangguhkan situs berita Palestina, al-Qastal, karena liputannya yang luas mengenai serangan Israel di Masjidil Aqsa di hari Jumat itu. Tekanan pada media seperti ini terang bertujuan untuk membungkam suara orang-orang Palestina.

Selain itu, super model dunia berdarah Palestina, Bella Hadid, pun mengeluhkan hal serupa. Unggahanya di platform Instagram yang menyangkut Palestina mengalami shadow banning. Shadow banning adalah semacam pemblokiran konten yang dilakukan secara diam-diam. Bella Hadid dikenal sebagai publik figur yang vokal menyuarakan pembelaan pada Palestina. Ia geram karena apapun yang menyangkut Palestina mendapat perlakuan diskriminatif di media sosial ini. Mereka berkomplot ingin meredam kejahatan Israel atas Palestina agar tak didengar dunia.

Derita besar dan luka mendalam telah dialami orang-orang Palestina sekian lama. Dibutuhkan kepedulian tulus dan kolaborasi publik dunia untuk menghentikan kejahatan Israel. Para pemain signifikan dalam dinamika internasional seperti negara-negara Barat, AS perlu segera mengakhiri kemunafikan dan bergegas menjadikan moral sebagai prinsip berperilaku di kancah global. Tak kalah penting, PBB harus lebih berdaya menjamin ketertiban dunia berdasar kemerdekaan. Palestina harus merdeka. Wallahu a’lam. []

Khalilatul Azizah
Khalilatul Azizah
Redaktur Islamramah.co || Middle East Issues Enthusiast dengan latar belakang pendidikan di bidang Islamic Studies dan Hadis. Senang berliterasi, membahas persoalan sosial keagamaan, politisasi agama, moderasi, khazanah kenabian, juga pemikiran Islam.
Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.