Sumber kesalahan ketiga adalah kurangnya kesadaran tentang tujuan suatu kejadian. Banyak perawi tidak menyadari pentingnya kejadian yang mereka laporkan. Mereka hanya menduga-duga dan membayangkan maksud informasi itu. Akibatnya adalah penyebaran kebohongan. Sumber kesalahan keempat adalah terkait anggapan yang tak berdasar terhadap kebenaran suatu peristiwa. Ini sering terjadi dan terutama akibat ketergantungan pada perawi.
Sumber kesalahan kelima adalah pengabaian kesesuaian antara keadaan dan konteks kejadian yang sebenarnya (tathbiq al-ahwal ‘ala al-waqa’i). Keadaan-keadaan suatu kejadian dipengaruhi oleh ambiguitas dan distorsi. Seorang perawi melaporkan keadaan sebagaimana ia melihatnya, tetapi ia tidak mampu menempatkan kejadian itu dalam konteks yang tepat karena kurangnya pengetahuan akan kompleksitas situasinya.
Sumber kesalahan keenam adalah pamrih. Banyak sejarawan ingin mendapatkan perhatian/keuntungan dari penguasa dan pejabat, sehingga informasi yang disampaikannya tidak dapat dipercaya. Sumber kesalahan ketujuh –dan ini yang terpenting dari semuanya- yang menyebabkan ketidakjujuran dalam penulisan sejarah adalah pengabaian atas kondisi masyarakat.
Ibnu Khaldun berkata, “Setiap kejadian (atau fenomena), apakah itu peristiwa utama (terjadi dalam hubungannya dengan kejadian lain yang bersifat sekunder) atau peristiwa ikutan (sebagai akibat dari sebuah aksi) harus memiliki suatu sifat tertentu, baik dalam esensinya maupun dalam kondisi-kondisi aksidental yang melekat padanya.
Jika seorang pengkaji mengenali sifat kejadian-kejadian itu serta keadaan-keadaan dan persyaratan-persyaratan yang menyertainya di dunia wujud, hal itu akan membantunya untuk membedakan kebenaran dan kepalsuan dalam menyelidiki informasi historis secara kritis. Ini lebih efektif dalam investigasi kritis daripada aspek lain mana pun yang mungkin terkait denganya”.