Habib Husein Ja’far: Popularitas Ujian bagi Pendakwah

BeritaHabib Husein Ja’far: Popularitas Ujian bagi Pendakwah

Di kala orang-orang menjadikan popularitas sebagai puncak kejayaan dalam kehidupan, faktanya tidak semua beranggapan demikian. Habib Husein ja’far justru merasa popularitas sebagai titik terendahnya. Ia merasa menjadi populer jati dirinya akan perlahan akan terkikis lantaran mengikuti tren yang disenangi masyarakat, sehingga dakwahnya menjadi kurang orisinil dari pemikirannya yang bertujuan memberikan pemahaman yang baik atas keilmuan yang dimiliki terkait khazanah keislaman.

Pendakwah milenia Habib Husein Ja’far kini namanya tengah melambung di jagat maya maupun di dunia nyata. Dalam kesempatan wawancaranya dalam kanal youtube DMN (28/03/2022), ia mengungkapkan kekhawatiran terkait popularitas yang dimilikinya. “Sebenarnya dalam penilaian saya, popularitas adalah titik terendah. Pertama, karena saya bukan orang algoritmatik itu dididik menjadi orang yang populer. Kedua, betapa besarnya tanggung jawab popularitas,” ujar Habib Husein Ja’far.

Lebih lanjut, ustaz milenila ini menukil dari Quraish Shihab, bahwa mic itu fitnah. Ketika seseorang sudah terbiasa didengar, seseorang akan sampai pada titik saat tidak punya apa yang disampaikan, baik ilmu maupun pendapat, tetapi tetap berbicara sekehendaknya toh orang-orang tetap mendengarkan.

Ini juga yang menjadi alasan mengapa Habib Husein tetap produktif menulis dan membaca, yakni supaya ada hal yang murni ingin disampaikan, hingga pembicaraannya saat berdakwah tidak asal bicara. Dengan menulis, ia merasa lebih mengetahui kapasitas keilmuan yang dikuasai dan bidang yang menjadi kepakarannya tersebutlah yang seharus disampaikan. Sebagaimana fenomena di Indonesia yang rendah dalam minat baca di dunia, tetapi tinggi dalam berkomentar. Ini ironi, bahwa yang dibicarakan tidak lain hanya omong kosong sebab tidak berlandaskan ilmu.

Ketika popularitas itu datang dalam kehidupan Habib Husein berpikir keras apa maksudnya, bagaimana agar menjaga popularitas ini baik. Ia menilai kehadiran popularitas itu untuk mengecoh atau ujian dari Tuhan atas keikhlasannya dalam berdakwah. Menjadi populer juga bukan sekadar tentang kebebasan hak dalam berpendapat, justru hak berpendapat itu harus ditahan karena ada banyak kepala yang harus dipikirkan agar mereka tidak salah mengelola informasi. Meski itu baik dan benar tetapi waktunya yang mungkin kurang tepat, maka seorang pendakwah harus menahan apa yang ingin disampaikannya serta berhati-hati dalam bertutur kata.

Baca Juga  Sains Lokomotif Peradaban, Bukan Khilafah

Kemudian Habib Ja’far memaknai popularitas sebagai kesempatan lebih besar untuk mempersembahan diri untuk Tuhan. Semua pandangannya terhadap popularitas ia menggunakan kacamata pemaknaan tersebut. “Sesungguhnya para nabi Allah itu turun ke bumi sebenarnya tidak pantas bertemu dengan orang-orang seperti kita yang tidak baik ini, tetapi justru mereka mengayomi, mengerti, memaafkan, dan mau memberi solusi,” pungkasnya.

Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.