Menekuni Amal Ibadah Masing-Masing

KhazanahHikmahMenekuni Amal Ibadah Masing-Masing

Dalam Islam, ada banyak sekali praktik amal ibadah ekstra yang semuanya membawa pada kebaikan. Memfokuskan diri untuk menyendiri dan banyak berzikir, adalah ibadah. Aktif mengajar dan melakukan kontribusi sosial yang bermanfaat juga Ibadah. Puasa sunnah, shalat sunnah, bersedekah, adalah ibadah. Belajar, membaca al-Qur’an juga ibadah.  Mengikuti Islam tidak menghasilkan keseragaman yang membosankan. Sebab ada banyak sekali amal-amal yang dapat dicocokkan dengan setiap kecenderungan individu. 

Tidak semua orang dapat menekuni semua ibadah sekaligus secara konsisten. Sebagian orang mungkin menekuni puasa sunnah, sebagian lainnya, menekuni shalat sunnah, hal ini sangat wajar. Imam Malik, seorang ulama yang sangat aktif belajar dan mengajar, pernah didesak oleh ‘Abdullah al-‘Umari, seorang ahli ibadah yang zuhud, agar mencurahkan lebih banyak waktu untuk menyendiri, menjauhkan diri dari hal duniawi, dan meningkatkan tindakan kesalehan pribadi yang lebih private sebagai bentuk kezuhudan. 

Imam Malik menulis surat dengan sopan kepada al-Umari, yang didalamnya menawarkan sepotong kebijaksanaan, bahwa perbedaan amal antar individu itu lazim. Tidak perlu menuntut orang lain untuk melaksanakan amal yang sama dengan yang kita amalkan. Imam Malik menulis,

إِنَّ الـلَّـهَ تـعـالَـى قَـسَّـمَ الأَعْـمَـالَ كَـمَـا قَـسَّـمَ الأَرْزَاقَ ، فَـرُبَّ رَجُـلٍ فُـتِـحَ لَـهُ في الـصَّـلاةِ وَلَـمْ يُـفْـتَـحْ لَـهُ في الـصَّـوْمِ ، وَآخَـرَ فُـتِـحَ لَـهُ في الـصَّـدَقَـةِ وَلَـمْ يُـفْـتَـحْ لَـهُ في الـصَّـوْمِ ، وَآخَـرَ فُـتِـحَ لَـهُ في الْـجِـهَـادِ , وَنَـشْـرُ الْـعِـلْـمِ مِـنْ أَفْـضَـلِ الأَعْـمَـالِ ، وَقَـدْ رَضِـيـتُ مَـا فُـتِـحَ لِـي فِـيـهِ ، وَمَـا أَظُـنُّ مَـا أَنَـا فِـيـهِ بِـدُونِ مَـا أَنْـتَ فِـيـهِ ، وَأَرْجُـو أَنْ يَـكُـونَ كِـلانَـا عَـلَـى خَـيْـرٍ وَبِـرٍّ.

‘Sesungguhnya Allah yang Maha Tinggi, membagi amal perbuatan manusia sebagaimana Dia membagi rezeki mereka. Jadi terkadang Dia membukakan spiritual kepada seseorang dalam hal shalat (sunnah), tetapi tidak puasa (sunnah). Atau Dia membukakan celah dalam bersedekah, tetapi tidak dalam puasa. Bagi yang lain, Dia mungkin memberi mereka kesempatan untuk berjihad. Adapun menyebarkan ilmu yang suci, ialah amalan yang utama, dan aku ridha dengan apa yang telah Allah bukakan untukku. Saya juga tidak menganggap bahwa apa yang saya lakukan kurang dari apa yang Anda lakukan; dan saya berharap bahwa kami berdua berada di atas kebaikan dan kebenaran.’ (al-Dzahabi, Siyar A’lam al-Nubala, 1998, 8: 114)

Baca Juga  Bulan Ramadhan Mempererat Tali Persaudaraan

Terlepas dari adab dan kerendahan hati Imam Malik dalam suratnya tersebut, pelajaran inti yang dapat kita pelajari ialah bahwa Allah membuka pintu ketekunan dalam melakukan suatu amal saleh bagi setiap orang, dan menjadikannya sebagai fokus utamanya. Maka berpegang teguhlah pada apa yang telah Allah bukakan bagi kita. Yang senang shalat, harus terus menekuni shalatnya, yang senang puasa, juga tetaplah menekuninya. Jangan mudah meninggalkan kebiasaan baik yang telah konsisten kita lakukan, dan jangan mudah menyerah untuk terus melakukannya.

Hal serupa dikemukakan dalam sebuah riwayat tentang Ibnu Mas’ud, ketika dia ditanya mengapa dia tidak berpuasa lebih sering lagi dari yang dia lakukan. Ibnu Ma’usd menjawab,

.إِنِّـي إِذَا صُـمْـتُ ضَـعُـفْـتُ عَـنْ قِـرَاءَةِ الـقُـرْآنِ , وَقِـرَاءَةُ الـقُـرْآنِ أَحَـبُّ إِلَـيَّ مِـنَ الـصَّـوْمِ

“Ketika saya berpuasa (sunnah), itu melemahkan kemampuan saya untuk membaca Al-Qur’an; dan membaca Al-Qur’an lebih saya sukai daripada puasa”  (Riwayat al-Tabarani, al-Mu‘jam al-Kabir, no.8868)


Singkatnya, setiap manusia memiliki kecenderungan, kebutuhan, dan kesenangannya masing-masing, termasuk dalam hal amal. Allah SWT dengan kebijaksanaan-Nya telah memperluas lapangan ibadah dan amal shaleh sehingga setiap orang dapat menekuni apa saja yang cocok bagi dirinya. Muslim yang baik hidup dalam pola kepercayaan dan perilaku yang sama, namun selalu ada keberagaman antara satu sama lain, ada karakternya lebih kuat, dan kepribadian lebih jelas, di bidang yang berlainan. Tidak diragukan lagi, kita tetap harus mengambil bagian dari perbuatan baik lainnya juga sebanyak yang kita bisa, tanpa harus menjadikannya fokus utama. Kita juga tidak perlu menuntut orang lain untuk melaksanakan ibadah tertentu, sebab setiap Ibadah adalah urusan pribadi yang harus dilakukan karena Allah SWT, bukan karena manusia.

Selvina Adistia
Selvina Adistia
Redaktur Islamramah.co. | Pegiat literasi yang memiliki latar belakang studi di bidang Ilmu al-Quran dan Tafsir. Menuangkan perhatian besar pada masalah intoleransi, ekstremisme, politisasi agama, dan penafsiran agama yang bias gender.
Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.