Kegigihan Bung Karno Mendukung Kemerdekaan Palestina

Dunia IslamKegigihan Bung Karno Mendukung Kemerdekaan Palestina

Selama kemerdekaan bangsa Palestina belum diserahkan kepada orang-orang Palestina, maka selama itulah bangsa Indonesia berdiri menentang penjajahan Israel. Kalimat tersebut diucapkan Bung Karno dalam pidatonya tahun 1962, sebagai bentuk dukungan penuh Indonesia terhadap perjuangan bangsa Palestina untuk menjadi negara yang merdeka. Dukungan Bung Karno untuk kemerdekaan Palestina selalu konsisten dan tak terbantahkan. Tegasnya, kita harus menjadi bangsa yang konsekuen menentang imperialisme. Sebab itu, sudah menjadi amanat kita untuk terus mengupayakan kemerdekaan Palestina.

Sampai detik ini Palestina masih menjadi bangsa yang terjajah, semenjak Israel diproklamirkan oleh David Ben Gurion hampir 74 tahun silam, tepatnya pada 14 Mei 1948. Belum ada dinamika global yang signifikan yang menunjukkan bahwa negeri itu akan segera menjemput kemerdekaan. Justru sebaliknya, pendulum kebebasan terasa kian jauh ketika mendengar kabar pengusiran dan penggusuran rumah-rumah warga Palestina terus berlangsung, intimidasi dan kekerasan tak berkesudahan dilakukan tentara Zionis Israel, akses listrik serta air dihancurkan, makan pun mereka kesulitan.

Meskipun belum pernah menjejakkan kaki di Palestina, tapi pembelaan Bung Karno tulus dan total. Pernah merasakan sendiri pahitnya penjajahan, menjadikan Bung Karno bisa merasakan bagaimana getir penderitaan mereka. Jejak pembelaan Sukarno pada Palestina pun terpatri dalam catatan emas sejarah.

Bung Karno tak pernah sudi mengakui Israel sebagai negara yang sah karena telah merampas tanah rakyat Palestina. Berdirinya Israel atas sokongan Inggris merupakan bentuk kolonialisme baru yang nyata mengancam perdamaian dunia. Sebab itu sejak republik ini ada, Indonesia tidak pernah mau membuka hubungan diplomatik dengan Israel. Komitmen politik tersebut pun masih dipegang teguh sampai sekarang.

Forum Konferensi Asia Afrika (KAA) menjadi saksi sejarah dukungan Bung Karno untuk Palestina. Saat KAA 1953, bersama dengan Pakistan, Indonesia menolak keras wacana keikutsertaan Israel dalam forum tersebut. Israel adalah kekuatan imperialis, yang jika dilibatkan dalam KAA dinilai akan melukai perasaan bangsa Arab karena masih dalam perjuangan memerdekakan diri ketika itu, utamanya Palestina.

Kemudian dalam KAA tahun 1955, Bung Karno mengundang Palestina sekalipun belum diakui sebagai negara yang merdeka. Syekh Muhammad Amin al-Husaini, selaku Grand Mufti Palestina datang sebagai perwakilan. Sukarno, dalam pidato mukadimah KAA tanpa ragu memberikan dukungan kepada negara-negara yang masih dicengkeram kekuatan penjajahan. “Kolonialisme belum mati, hanya berubah bentuknya. Neokolonialisme itu ada di berbagai penjuru bumi, seperti Vietnam, Palestina, Aljazair, dan seterusnya”. Demikian tegas Bung Karno. Pidato tersebut menjadi dudkungan moral bagi rakyat Palestina. Yasser Arafat, seorang tokoh perjuangan kemerdekaan Palestina bahkan terinspirasi oleh pidato tersebut.

Selama bangsa Palestina belum merdeka, tawaran Israel untuk membangun hubungan kerja sama dengan Indonesia tak pernah digubris oleh Bung Karno. Tidak hanya sekali Israel mencoba mendekati Indonesia dengan berbagai macam lobi. Tapi Israel harus gigit jari karena upaya pendekatannya selalu ditanggapi dengan dingin oleh Sukarno juga Hatta.

Seperti halnya ketika para petinggi Israel mengucapkan selamat dan mengakui kedaulatan penuh Indonesia sekaligus menyampaikan harapan bisa membuka hubungan kerja sama dengan kita. Sukarno dan Hatta hanya merespons sekadarnya surat-surat dari Presiden Israel, Perdana Menteri Ben Gurion, serta Menlu Israel, Moshe Sharett tersebut.

Baca Juga  Ketika Buku Melawan Perang

Dukungan Bung Karno untuk bangsa Palestina tidak hanya melalui diplomasi dalam forum politik. Segala yang berkaitan dengan rakyat Palestina ia bela dan hormati sepenuhnya. Sebut saja ketika tahun 1957, tim sepak bola Indonesia diperintah untuk menolak merumput melawan kesebelasan Israel. Padahal, pertandingan tersebut adalah tiket bagi timnas Indonesia untuk masuk dalam ajang bergengsi Piala Dunia 1958. Bertanding melawan Israel sama saja dengan mengakui Israel, menurut Bung Karno. Lebih baik kehilangan kesempatan melenggang ke Piala Dunia daripada mengoyak prinsip dan dukungan pada Palestina.

Sukarno tidak limbung. Saat Indonesia ditunjuk menjadi tuan rumah perhelatan olahraga Asian Games IV tahun 1962, Bung Karno kembali menegaskan dukungannya kepada Palestina. Dengan mengajukan alasan ketiadaan hubungan diplomatik, pemerintah Indonesia tidak memberikan visa kepada kontingen Israel. Tentu di balik alasan diplomatik, alasan sesungguhnya adalah komitmen Bung Karno pada kebijakan anti-imperialisme.

Akibat dari keputusan tersebut, Indonesia dijatuhi hukuman skorsing oleh Komite Olimpiade Internasional (IOC). Bukan Sukarno namanya jika gentar pada hukuman dan tunduk begitu saja. Ia justru berbalik meminta Komite Olimpiade Indonesia untuk keluar dari keanggotaan IOC pada Februari 1963. Sebagai jawabannya Sukarno membentuk Ganefo (Games of theNew Emerging Forces), yang menurut John D Legge dalam Sukarno: Biografi Politik, Ganefo menjadi simbol kebesaran bangsa ini dan pertanda ketidaktergantungan pada kekuatan dunia yang ada.

Waktu tidak memudarkan kesetiaan Sukarno mendukung Palestina. Meskipun tampuk kekuasaannya sudah mulai goyah sebab peristiwa G30S/PKI, pada pidato peringatan kemerdekaan RI tahun 1966, Sukarno masih bersuara keras mendukung kemerdekaan Palestina. “Kita harus bangga bahwa kita adalah satu bangsa yang konsekuen terus, bukan saja berjiwa kemerdekaan, bukan saja berjiwa anti-imperialisme, tetapi juga konsekuen terus berjuang menentang imperialisme. Itulah pula sebabnya kita tidak mau mengakui Israel!” ucap Sukarno.

Pembelaan Bung Karno tak lepas dari hubungan emosional yang kuat di antara Indonesia-Palestina. Bangsa Palestina sangat suportif pada Indonesia. Jauh-jauh hari sebelum kumandang kemerdekaan kita, Palestina bahkan telah mendukung perjuangan kemerdekaan rakyat Indonesia. Syekh Muhammad Amin al-Husaini, mufti besar Palestina, mengumumkan dukungan terbuka pada 6 September 1944 melalui siaran radio. Setahun berselang saat Indonesia resmi merdeka, Palestina lagi-lagi menjadi yang terdepan mengakui Indonesia. Palestina juga mendorong Mesir untuk turut menyatakan pengakuan atas kedaulatan Indonesia.

Konsistensi dan keteguhan Bung Karno mendukung Palestina adalah refleksi dari keberpihakannya pada keadilan sejati, kemerdekaan, serta perdamaian tanpa eksploitasi. Ia menginginkan tatanan dunia baru yang memperjuangkan nilai-nilai universal yang luhur, yakni dunia tanpa kolonialisme-imperialisme, kemerdekaan hakiki, persamaan hak, kesetaraan derajat bagi seluruh manusia, serta dunia yang benar-benar aman, sejahtera, dan berkeadilan. Bung Karno telah mencontohkan. Kini tugas kita untuk melanjutkan. Wallahu a’lam. []

Khalilatul Azizah
Khalilatul Azizah
Redaktur Islamramah.co || Middle East Issues Enthusiast dengan latar belakang pendidikan di bidang Islamic Studies dan Hadis. Senang berliterasi, membahas persoalan sosial keagamaan, politisasi agama, moderasi, khazanah kenabian, juga pemikiran Islam.
Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.