Rufaidah Al-Aslamiyah Perawat Tangguh Andalan Rasulullah SAW

KolomRufaidah Al-Aslamiyah Perawat Tangguh Andalan Rasulullah SAW

Rufaidah Al-Aslamiyah merupakan seorang perawat pertama dalam sejarah dunia Islam. Ia hidup di zaman Rasulullah SAW membantu para tantara Muslim mengobati luka akibat peperangan. Ia menggagas sekolah keperawatan yang menjunjung tinggi pendidikan perempuan dan mendedikasikan dirinya sepenuh hati dengan loyalitas tinggi terhadap Islam.

Buku-buku sejarah mencatat Rufaidah dengan nama yang berbeda-beda. Namun, semuanya menunjuk pada atau orang. Ada yang menyebut namanya Rufaidah binti Sa’ad Al-Bani Aslam Al-Kharaj. Kemudian sumber kedua, Khu’aibah binti Sa’ad Al-Bani Aslam Al-Kharaj, sementara sumber ketiga menyebutnya Rumaitsah Al-Anshariyah , dan nama yang umum dikenal yaitu Rufaidah. Ia lahir di Yastrib, 25 tahun sebelum kedatangan Rasulullah SAW di Madinah. Jika pendapat ulama ini benar, maka artinya ia lahir pada 597 M.

Rufaidah lahir dari keluarga yang memiliki berlatar belakang pengetahuan tentang dunia medis. Ayahnya, seorang tabib terkemuka bernama Sa’ad Al-Aslam, bahkan menjadi pimpinan bagi para tabib di Madinah yang juga masyhur di Jazirah Arab. Konon, ayahnya Rufaidah berhasil menyembuhkan melalui jimat, doa, dan mantra-mantra yang dimilikinya.

Sejak kecil hingga dewasa Rufaidah akrab dengan profesi tabib, ia menjadi asisten dari ayahnya. Manakala ayahnya sedang tidak ada, Rufaidah sendiri yang melakukan praktik berdasarkan ilmu yang dipelajarinya. Peluang tersebut dimanfaatkan untuk mengembangkan keahliannya dan keseriusannya mempelajari dunia medis. Pengetahuan mengenai keperawatan dasar-dasar masyarakat Arab ini kemudian dikembangkan Rufaidah dalam periode Islam.

Sebagaimana kedatangan Nabi Muhammad SAW telah disambut hangat masyarakat Madinah, Rufaidah melakukan hal yang sama. Ia menjadi muallaf  saat Islam masuk ke Madinah pada abad ke tujuh dan termasuk orang-orang yang masuk Islam pertama dari kalangan Anshar. Itu sebabnya, ia disebut juga sebagai mukhadrami, yaitu orang yang hidup di dua masa antara jahiliyah dan Islam. Sejak saat itu, keterlibatannya dalam kepentingan Islam tidak pernah absen.

Praktik medis di masa Islam tak lepas dari pengaruh peradaban sebelumnya, seperti Byzantium dan Persia. Perpaduan antara praktik kesehatan lokal masyarakat Arab dan praktik Kesehatan peradaban kuno. Ini mengapa ayah Rufaida menggunakan jimat tertentu untuk mengobati pasiennya. Rufaidah mulanya menggunakan praktik tersebut di masa priode Islam, tetapi oleh Rasulullah SAW ada beberapa hal yang harus diubah dari cara pengobatannya, terutama terkait jimat. Beliau menggantikannya dengan doa-doa dan shalawat sesuai ajaran Islam.

Bahan baku yang digunakan untuk pengobatan terbilang cukup sederhana, karena masih bergantung pada alam tumbuhan dan hewan. Metode Thibbun Nabawi yang dilakukan Rasulullah SAW juga tak jauh berbeda, beliau menggunakan pengetahuan yang sudah ada lalu menyelaraskannya lagi sesuai ajaran Islam yang bahannya halal dan higienis.

Ini mengapa beliau menyarankan kepada Rufaidah agar tempat perawatannya dijaga kebersihannya. Konon, meski ayah Rufaidah seorang tabib tetapi untuk masalah kebersihan tempat kurang terjaga, karena itu beliau menyarankan hal tersebut. Sebenarnya, Rufaidah tidak sepenuhnya dikategorikan sebagai perawat, pada masa itu belum ada istilah pasti, baik doktor maupun perawat melakukan kegiatan yang sama yang mampu memberikan pengobatan untuk menyembuhkan pasien. Kala itu ia dikenal ahli pengobatan dan ilmu bedah.

Pada masa perang, Rufaidah mengajukan dirinya untuk ikut terlibat, karena peran medis memang sangat diperlukan untuk mengobati para mujahid yang luka secara fisik maupun mental. Ada dari mereka yang terkena tebasan pedang, anak panah, dan luka pukulan lainnya. Atas inisiatif yang diusulkan, Rasulullah SAW mengizinkan para perempuan terlibat.

Rufaidah yang bermarga Aslam dikenal masyarakat Arab atas kelihaiannya dalam pengobatan sejak zaman pra Islam. Kepiawaiannya terlihat ketika Rufaidah mampu mengkoordinir situasi di saat perang berkecamuk. Ia mengkarantina orang-orang yang sakit dan terluka di medan peperangan. Kemudian atas dasar kemanusiaan, saat situasi damai ia mendirikan tenda kesehatan di depan Masjid Nabawi.

Baca Juga  Jihad Pancasila

Pernah suatu ketika dalam Perang Khandak, Sa’ad bin Mu’adz terkena anak panah yang dilemparkan kaum Musyrik. Rasulullah melakukan pertolongan pertama pada Sa’ad agar ia tak kehabisan darah. Setelah itu beliau segera mengavakuasi ke tenda darurat dan mengatakan, bawalah Sa’ad ke tenda milik Rufaidah agar aku dapat mengunjunginya dari dekat. Rufaidah sangat hati-hati memindahkan anak panah tersebut hingga mencapai kondisi yang stabil. Namun, sebulan setelahnya Sa’ad meninggal, sebab satu dan lain hal.

Rasulullah SAW mendapat apresiasi khusus atas keterlibatan Rufaidah dalam peperangan. Ia dihadiahi sebuah kalung yang dipasangkan langsung oleh beliau. Rufaidah sangat tersanjung dengan sikap Rasulullah SAW. Ia mengatakan kalau kalung itu tidak terpisah dari jiwanya, baik dalam keadaan tidur maupun bangunnya. Ia juga berpesan saat kewafatannya kelak, ia ingin kalung tersebut turut dikuburkan bersamanya. Dalam hasil pembagian rampasan perang, beliau menempatkan Rufaidah sebagai Mujahid yang turut berperang seperti halnya laki-laki.

Perhatiannya tidak hanya sebatas di tenda Kesehatan saja, ia mencoba menciptakan kode etik keperawatan di medan perang. Modern kini kode tersebut digunakan, meski tak secara langsung merujuk pada Rufaidah, melainkan pada Florence Nightingale generasi abad 19 (1854) seorang perawat pertama di dunia dalam kacamata global. Padahal, kalau ditilik lebih jauh Rufaida menciptakan kode tersebut pada abad ke 7 atau tepatnya 1400 tahun yang lalu sebelum Florence, hanya saja keterbatasan sejarah detail tentangnya tertimbun oleh tokoh-tokoh yang baru.

Khaimah Rufaidah yang dikenalkannya merupakan rumah sakit lapangan pertama yang didirikan Rufaidah untuk mujahid yang terluka. Namun, kemudian muncul D. Jean Lary sekitar 1792 M terpengaruh melakukan aktivitas yang sama yang lebih dikenal global. Meski secara tidak langsung, pada faktanya Rufaidah lebih awal melakukan kegiatan tersebut ketimbang Jean Lary.

Salah satu sekolah perawat yang merujuk secara langsung pada peran Rufaidah adalah The Aga Khan University School of Nursing yang terletak di Karachi, Pakistan berdiri tahun 1983. Di antara gedungnya ada yang dinamakan Rufaida untuk mengenang perannya. Kode etik yang diciptakan Rufaidah sejatinya sangat signifikan di masa modern kini.

Kepedulian terhadap masyarakat luas sangat tinggi. Ia memberikan perhatian setiap Muslim, miskin, yatim piatu, dan penderita cacat mental. Kerendahan hatinya juga terlihat bagaimana ia memperlakukan hal yang sama terhadap pasien yang miskin dan kaya. Sampai-sampai seorang membuat puisi khusus untuk Rufaida karena profesi mulia yang dijalaninya dengan setulus hati yang tercatat dalam kitab kitab al-Ilyazah al-Islamiyyah yang ditulis oleh Ahmad Muharram.

Wahai Rufaidah Ajarkanlah Kasih sayang kepada manusia

Tambahkan ketinggian harkat kaummu

Ambillah orang yang terluka dan sayangi lah

Berkeliling lah di sekitarnya dari waktu ke waktu

Bila orang-orang tidur mendengkur

Maka janganlah engkau tidur

Demi mendengar rintihan orang yang sakit

Demikian Rufaidah adalah sosok Muslimah yang luar biasa. Ia terpelajar dan berhati mulia dalam kemanusiaan. Mengangkat derajat perempuan yang bisa terlibat dalam peperangan sesuai potensinya. Tidak diketahui kapan jelasnya ia wafat. Namun, dedikasi dalam keilmuan dan semangat kemanusiaan tidak pernah mati. Namanya harum abadi melebihi batas usianya.

Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.