Isra’ Mi’raj, Sebuah Petualangan Intelektual Rasulullah

KolomIsra’ Mi’raj, Sebuah Petualangan Intelektual Rasulullah

Setelah kehilangan dua orang terkasih di waktu yang berdekatan, Allah menghadiahkan tamasya spiritual untuk Rasulullah berupa Isra’ Mi’raj. Di samping sebagai hiburan, ada agenda pembekalan dalam perjalanan malam itu. Peristiwa tersebut merupakan proses di mana Nabi diasah secara intelektual oleh Allah. Isra’ Mi’raj menjadi mukjizat yang membuat kafir Quraish sulit mengelak kebenaran nubuwah Rasulullah. Di mana mereka selama ini selalu menentang dakwah Nabi dan mengusik beliau dengan berbagai pertanyaan untuk menguji kenabian Rasulullah. Isra’ Mi’raj memberikan wawasan futuristik yang memantapkan posisi Nabi juga menguatkan hati beliau.

Para intelektual Yahudi dan Nasrani mengembangkan keyakinan di tengah masyarakat Arab, bahwa seorang Nabi itu paling memungkinkan datang dari keturunan Bani Israil. Kemudian menjadi satu pakem pemahaman, bahwa seorang Nabi pasti berkait kelindan dengan tradisi Yahudi serta Palestina. Sebab para Nabi sebelumnya, seperti Nabi Isa, Nabi Zakarya, juga Nabi Yahya merupakan komunitas Palestina. Karena itu, dakwah Nabi Muhammad pun sering dimentahkan dan tidak dipercaya karena beliau seorang ummi Mekkah dan bukan seorang Yahudi.

Pada gilirannya, Allah memperjalankan Nabi Muhammad pada 27 Rajab dari Masjid al-Haram menuju Masjid al-Aqsha lalu naik ke Sidratul Muntaha di langit ke tujuh dalam waktu semalam. Itulah peristiwa Isra’ Mi’raj. Ketika menceritakan pengalaman tersebut kepada masyarakatnya, Nabi dianggap berdusta oleh umumnya orang, terlebih yang menentangnya. Abu Jahal mendatangkan penduduk Mekkah untuk mendengarkan kisah perjalanan Nabi malam itu, dengan intensi untuk mempermalukan beliau karena cerita Isra’ Mi’raj dianggapnya mustahil. Nabi dituduh sebagai tukang sihir.

Di antara mereka ternyata ada yang pernah mengunjungi Palestina. Ia pun meminta Nabi untuk menceritakan bagaimana wujud dan bentuk Bait al-Maqdis. Karena pengalaman Nabi itu nyata, beliau bisa menggambarkan dengan detail bagaimana Bait al-Maqdis juga masjid al-Aqsha di hadapan penduduk Mekkah. Mereka terheran-heran. Bagaimana mungkin dalam satu malam Nabi bisa mencapai tempat yang mestinya ditempuh paling cepat 40 hari perjalanan dengan kuda atau unta. Di mana jarak Mekkah-Palestina adalah sekitar 1.500 kilometer.

Proses Isra’ Mi’raj adalah peristiwa intelektual. Allah mengenalkan beragam wawasan untuk bekal dakwah Nabi Muhammad SAW sekaligus mengukuhkan hati beliau. Allah menyajikan visualisasi futuristik tentang berbagai macam golongan umat manusia dengan masing-masing balasan atas apa yang telah diperbuatnya semasa di dunia. Malaikat Jibril menjadi pemandu perjalanan tersebut. Ia memberi arahan dan menjawab apa yang ditanyakan Rasulullah.

Ragam gambaran umat manusia itu dilihat Nabi dalam perjalanan menuju Masjid al-Aqsha. Dilihatnya golongan orang yang kerap memanen tanaman padahal baru ditanam dan langsung tumbuh kembali usai dipanen. Demikian orang yang gemar mendermakan hartanya di jalan Allah. Selanjutnya Nabi bertanya-tanya, kenapa beliau mencium aroma harum. Malaikat Jibril pun menuturkan, bahwa itu adalah wangi yang berasal dari Masyitah beserta keluarganya yang enggan mengakui Fir’aun sebagai Tuhan hingga mereka dimasak hidup-hidup oleh Fir’aun. Mereka adalah hamba yang teguh berpegang pada tauhid dan agama Allah.

Nabi pun begitu iba ketika mendapati sekelompok orang yang memecahkan kepalanya sendiri hingga hancur kemudian utuh kembali, dan begitu seterusnya. Ternyata itu adalah gambaran untuk orang-orang yang malas melaksanakan shalat fardhu. Allah juga memerlihatkan kepada Nabi Muhammad bagaimana segolongan orang lebih memilih memakan daging busuk ketimbang daging empuk yang ada di genggamannya. Malaikat Jibril menuturkan, bahwa mereka adalah para pezina, yang lebih memilih meniduri orang lain padahal memiliki pasangan yang sah.

Baca Juga  Ucapan Selamat Natal, Bentuk Akhlak Pancasila

Penggambaran tersebut masih berlanjut hingga beberapa episode. Nabi diperlihatkan bagaimana nasib dan balasan bagi orang yang enggan bersedekah, pemakan harta riba, orang yang rakus jabatan, golongan yang suka mengumbar aib orang lain, dan lain sebagainya.

Di rute selanjutnya, Rasulullah diperjalankan dari Masjid al-Aqsha menuju Sidratul Muntaha di langit ke tujuh. Dari satu lapis langit ke lapis berikutnya beliau bertemu sapa dengan nabi-nabi senior secara pengutusan. Berbagai riwayat menyebutkan, ada delapan nabi yang Rasulullah temui selama menyusuri lapisan langit.

Mengutip penjelasan Gus Baha dalam ceramahnya, bahwa para nabi Allah memiliki karakter dan tradisi yang sama, sehingga Allah mempertemukan Rasulullah dengan beberapa Nabi terdahulu dalam peristiwa Isra’ Mi’raj untuk mengenalkan karakter mereka. Perjumpaan itu mengisyaratkan bahwa Rasulullah akan merasakan hal-hal serupa yang dialami pendahulunya dari para Nabi.

Nabi Adam berkesempatan untuk bercengkerama dengan Rasulullah di langit pertama. Hal ini bisa dimaknai karena Adam merupakan nabi pertama sekaligus leluhur umat manusia. Pertemuan ini juga menjadi pertanda, bahwa Rasulullah akan mengalami hal yang juga menimpa Nabi Adam. Jika Nabi Adam terusir dari surga, maka Nabi Muhammad terusir dari Mekkah. Keduanya terpisah dari Tanah Airnya. Namun, pada gilirannya keduanya kembali ke tempat asal mereka.

Di langit kedua, Rasulullah dipertemukan dengan Nabi Isa dan Nabi Yahya. Salah satu kemiripan antara Nabi Isa dan Nabi Muhammad adalah keduanya sama-sama dianugerahi kaum yang terbuka mengulurkan bantuan. Hawariyyun adalah kelompok yang sigap membantu Nabi Isa saat kesulitan. Demikian halnya Nabi Muhammad mendapat bantuan dari warga Madinah yang dikenal dengan kaum Anshar.

Kemudian Nabi Yusuf yang mendapat giliran bertegur sapa dengan Rasulullah di langit ketiga. Di langit keempat ada Nabi Idris yang menyambut Nabi Muhammad. Berikutnya Rasulullah bertatap muka dengan Nabi Harun di langit kelima. Lalu berjumpa dengan Nabi Musa serta Nabi Ibrahim secara berturut-turut di langit keenam dan ketujuh. Penelusuran sejarah membuktikan kebenaran isyarat dari rangkaian perjumpaan itu, bahwa ada irisan potret peristiwa yang dialami para nabi terdahulu dengan pengalaman dakwah Rasulullah.

Perjumpaan dengan para Nabi pendahulu itu seolah menegaskan kesamaan tradisi dan karakter kenabian yang menyejarah. Al-Quran sendiri berulang kali menyebutkan bahwa ajaran Rasulullah itu membenarkan dan selaras dengan ajaran nabi-nabi sebelumnya. Mulai ajaran yang bersifat samawi hingga basyariah (manusiawi). Utusan Allah adalah hamba-hamba terpilih yang akan selalu berhadapan dengan tatanan mapan kezaliman, ditentang umat, dan berbagai macam kesulitan lain. Namun Allah selalu hadir membantu mereka.

Perjumpaan dengan para Nabi menjadi momentum penuh motivasi yang merangkul Rasulullah. Puncaknya, Nabi Muhammad dikarunia keistimewaan bertemu dengan Sang Maha Kasih. Selain sebagai pelipur lara Nabi, rangkaian kejadian dalam Isra’ Mi’raj merupakan petualangan intelektual Rasulullah yang menguatkan posisi beliau sebagai utusan Tuhan. Nabi Muhammad disuguhi wawasan langit untuk bekal melanjutkan kembali misi kenabian di bumi. Wallahu a’lam. []

Khalilatul Azizah
Khalilatul Azizah
Redaktur Islamramah.co || Middle East Issues Enthusiast dengan latar belakang pendidikan di bidang Islamic Studies dan Hadis. Senang berliterasi, membahas persoalan sosial keagamaan, politisasi agama, moderasi, khazanah kenabian, juga pemikiran Islam.
Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.