Iman Menumbuhkan Kedermawanan

RecommendedIman Menumbuhkan Kedermawanan

Mengembangkan mindset dan sikap yang tepat terhadap harta dan kekayaan, akan mengoptimalkan kesejahteraan individu dan masyarakat. Sebagai seorang Muslim, kita diajarkan keyakinan bahwa kekayaan adalah milik Allah. Harta yang ada di tangan kita sesungguhnya milik Allah, dan hanya hanyalah sebuah titipan. Selain itu, cara mengelola harta dan kekayaan juga merupakan ujian dari Allah yang harus dituntaskan dengan baik agar tidak menjadi masalah di akhirat nanti. Islam membimbing kita untuk hidup dalam perilaku ekonomi yang bijak, mulia, dan dermawan. Keimanan semestinya melepaskan hati kita dari kekayaan yang mengekang. Keimanan pula yang terus memotivasi kita untuk menginvestasikan harta ke dalam amal kedermawanan.

Di dalam al-Quran, Allah SWT memberikan formulasi bagaimana keyakinan tentang harta dan kekayaan berubah menjadi perilaku ekonomi yang mulia. Dalam Surat Rum ayat 37-39 Allah SWT berfirman, Dan tidakkah mereka memperhatikan bahwa Allah yang melapangkan rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki dan Dia (pula) yang membatasi (bagi siapa yang Dia kehendaki). Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang beriman. Maka berikanlah haknya kepada kerabat dekat, juga kepada orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan. Itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang mencari keridhaan Allah. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar harta manusia bertambah, maka tidak bertambah dalam pandangan Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk memperoleh keridaan Allah, maka itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya) (QS. Rum: 37-39)

Al-Razi menyebutkan bahwa ayat pertama menyorot orang beriman sebagai penerima harta dari Allah SWT. Jika fokusnya adalah pada pemberi, maka kondisi psikologis seseorang tidak boleh berubah-ubah jika diberi terlalu banyak atau terlalu sedikit. Sebab orang beriman harus memiliki kepercayaan mutlak kepada Allah dan puas dengan rezeki dari-Nya. Lebih lanjut Razi menyatakan bahwa ketika Allah mengatakan bahwa Dia sendiri yang memperluas dan membatasi rezeki, ini menyiratkan bahwa seseorang tidak boleh pelit dalam menyimpan hartanya. Karena, jika Allah yang memberi harta, maka sedekah tidak akan mengurangi kekayaan seseorang, dan jika Dia membatasi, maka menahan kekayaan tidak akan meningkatkannya. (Tafsir al-Kabir)

Ini adalah inti dari hadis Nabi SAW yang menyebutkan sifat paradoks dari banyak tindakan kemurahan hati yang diilhami oleh iman. “Sedekah tidak mengurangi kekayaan, Tidak ada yang memaafkan orang lain melainkan Allah meningkatkan kehormatan mereka, dan tidak ada yang merendahkan diri karena Allah melainkan Allah mengangkat derajat mereka” (HR. Muslim). Begitu keyakinan tentang harta ini tertanam kuat di hati seorang mukmin, kita dapat memberi dengan murah hati kepada kerabat, orang miskin, dan musafir kita, seperti yang disebutkan dalam Rum ayat 38. 

Baca Juga  Puasa Menumbuhkan Empati

Ada hubungan penting antara memberi orang-orang terdekat, dengan keadaan psikologis kita. Penelitian ilmu saraf baru-baru ini yang berjudul Gaining While Giving: An fMRI Study of the Rewards of Family Assistance (2010, h. 508-518), menemukan bahwa orang yang percaya pada kewajiban untuk membantu keluarga dan kerabat, menikmati manfaat, kepuasan, dan kesenangan pribadi ketika memberikan uangnya, yang setara dengan kebahagiaan menerima uang. Banyak hasil penelitian semacam ini yang menunjukkan manifestasi saraf dari golden rule ‘mencintai orang lain, sama seperti mencintai diri sendiri” 

Akhirnya, gagasan pertumbuhan dibingkai ulang dalam ayat ketiga, Rum ayat 39. Dari perspektif duniawi, masyarakat sering mengandalkan bunga untuk pertumbuhan harta. Banyak orang merasakan rasa aman ketika menyimpan aset berbasis bunga tersebut. Namun, Allah memberitahu kita bahwa uang yang diinvestasikan dalam aset berbunga ini tidak tumbuh dari sudut pandang-Nya.

Bagi orang beriman, ‘Pandangan Allah’ merupakan satu-satunya perspektif yang benar-benar penting. Islam membingkai ulang gagasan pertumbuhan harta dengan mengajarkan bahwa investasi berbasis amal, seperti zakat, yang dapat menumbuhkan harta, dan berkaitan langsung dengan gagasan keberkahan. 

Singkatnya, prinsip-prinsip psikologis, spiritual, dan ekonomi Islam sangat penting untuk menciptakan pola pikir finansial yang sangat dibutuhkan di dunia yang memanjakan diri ini. Mari kita temukan motivasi dalam sabda Nabi SAW yang mengatakan, Orang yang dermawan lebih dekat kepada Allah, lebih dekat ke surga, lebih dekat dengan manusia, dan jauh dari api neraka. Orang kikir itu jauh dari Allah, jauh dari surga, jauh dari manusia, dan dekat dengan api neraka. Orang yang jahil dan dermawan lebih dicintai oleh ulama yang pelit dari pada Allah SWT.

Selvina Adistia
Selvina Adistia
Redaktur Islamramah.co. | Pegiat literasi yang memiliki latar belakang studi di bidang Ilmu al-Quran dan Tafsir. Menuangkan perhatian besar pada masalah intoleransi, ekstremisme, politisasi agama, dan penafsiran agama yang bias gender.
Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.