Ahmadiyah di Mata Bung Karno

KhazanahAhmadiyah di Mata Bung Karno

Sejak MUI mengeluarkan fatwa sesat terhadap ajaran Ahmadiyah di tahun 1980, yang diperbaharui kembali pada tahun 2005, masyarakat Muslim kita menjadi gelap mata dan tidak mampu melihat banyaknya hal positif dan prestasi global dari gerakan Ahmadiyah. Di tengah bangkitnya kembali intoleransi terhadap kelompok Muslim yang ‘dibeda-bedakan’ dari sesama Muslim di negeri ini, kita perlu sekali lagi, memandang berbagai kelompok masyarakat Muslim dengan lensa persatuan. Seperti mata Bung Karno yang toleran, luas, dan cerah dalam memandang Ahmadiyah. Mata yang tidak memandang untuk mencari kekuarangan dan alasan untuk berpecah-belah, tetapi melihat kebaikan, sisi positif, dan kebenaran. 

Walaupun ia tidak sepakat dengan beberapa keyakinan dalam ajaran Ahmadiyah, Bung Karno tidak begitu saja menafikan manfaat, jasa-jasa, dan prestasi Ahmadiyah, dan tidak segan menjadikan mereka sebagai inspirasi. “Kepada Ahmadiyah-pun saya wajib berterimakasih” tulisnya. 

Apa sebabnya Bung Karno dengan bangga mengungkapkan rasa terima kasih dan apresiasinya pada Ahmadiyah? Tidak lain karena ilmu-ilmu keislaman yang bermanfaat yang beliau dapatkan dari kemodernan literatur Ahmadiyah, serta kekaguman beliau atas kesuksesan gerakan Ahmadiyah dalam menyebarkan ajaran Islam secara luas di Eropa!

Berawal pada tahun 1936-an, ketika beredar isu bahwa Bung Karno telah mendirikan cabang Ahmadiah di Celebes, dan menjadi pendakwah ajaran Ahmadiyah. Saat itu, tepatnya saat ia diasingkan di Ende, Bung Karno memang sedang giat-giatnya mempelajari Islam dari berbagai sumber. Namun, beliau membantah telah menjadi anggota Ahmadiyah sebagaimana gosip yang tertulis di salah satu media waktu itu. “Saya punya keislaman tidaklah terikat pada satu golongan” tulisnya.

Di dalam artikelnya yang berjudul Tidak Percaya Bahwa Mirza Gulam Ahmad adalah Nabi (1936) ia menulis, “Saya tidak percaya bahwa Mirza Gulam Ahmad seorang Nabi dan belum percaya pula bahwa ia seorang mujaddid. Tapi ada buku-buku keluaran Ahmadiyah yang saya dapat banyak faedah daripadanya” tulisnya. Ia menyebutkan beberapa judul buku dari penulis Ahmadiyah yang telah memberinya pencerahan dan berfaedah bagi umat Islam,  seperti Mohammad The Prophet dan Inleiding Tot The Studie Van Den Heiligen Qor’an dari Mohammad Ali,  Het Evangelie Van den daad dari Khawadja Kamaludin, De bronnen van het Christendom, serta Islamic Review yang menurut Bung Karno banyak memuat artikel bagus. 

Satu hal penting yang perlu kita imitasi dari Bung Karno dalam konteks ini, yaitu kemampuan untuk memandang hal positif dan mengambil apa yang bermanfaat sebanyak-banyaknya, dari siapa saja tanpa terjebak batasan kelompok atau sektarianisme. Beliau menyaring banyak hal positif dari Ahmadiyah, dan membiarkan yang tidak perlu. Bung Karno menulis, “Dan mengenai Ahmadiyah, walaupun beberapa pasal di dalam mereka punya visi saya tolak dengan yakin, toh pada umumnya ada mereka punya “features” (keistimewaan) yang saya setujui. Mereka punya rasionalime, mereka punya kelebaran penglihatan (Broadmindedness), mereka punya modernisme, mereka punya kehati-hatian terhadap kepada hadis, mereka punya streven Quran saja dulu mereka punya systematische aannemelijk making van den Islam”. 

Baca Juga  Mengenal 9 Nilai Pokok Ajaran Gus Dur (Bagian II)

Dalam artikelnya yang lain, Bung Karno menunjukkan kekaguman pada pergerakan Ahmadiyah yang pertama kali muncul di India sebagai pembaharu Islam, sebagai kelompok yang ‘me-muda-kan’ Islam di sana. Hal itu bukanlah pergerakan yang mudah, pasalnya, India adalah tempat pertemuan Islam dengan banyak sekali aliran keagamaan yang saling mempengaruhi. Jadi, Islam yang berkembang di India pada waktu itu banyak mengandung dari ketakhayulan, keta’asuban, kemusyrikan, kebid’ahdhalalahan. Maka dari itu, munculnya gerakan kaum muda seperti Ahmadiyah di India, telah menjadi elemen-elemen perubahan yang berjasa dalam menentang kekolotan-kekolotan itu. 

Dalam kolomnya di Panji Islam yang berjudul Me-muda-kan Pengertian Islam 1940, Bung Karno menulis, “Orang boleh mufakat atau tidak mufakat, boleh mengutuk atau tidak mengutuk pergerakan-pergerakan muda itu. Tetapi, orang tidak dapat membantah kenyataan bahwa pergeerakan-pergerakan ini banyak berjasa mengoreksi keagamaan umat Islam di India. Membersihkan kotoran-kotoran faham.”

Tidak heran, karena keotentikan Ahmadiyah, serta perannya dalam perjuangan menyegarkan Islam dan menyebarkannya dengan ramah, Ahmadiyah juga berpengaruh besar hingga di luar India. Buku-buku dan mubaligh-mubalighnya diterima luas di berbagai penjuru dunia, sampai di Eropa dan Amerika. Jasa Ahmadiyah dalam menyebarkan Islam di dunia modern memang pantas diapresiasi oleh Umat Islam.

Tentang dakwah Ahmadiyah di dunia, Bung Karno berkomentar, “Corak ia punya sistem adalah mempropagandakan Islam dengan cara apologetis, yakni mempropagandakan Islam dengan mempertahankan islam itu terhadap serangan-serangan dunia Nasrani. Mempropagandakan Islam dengan membuktikan kebenaran Islam di hadapan kritiknya dunia Nasrani. Ya.. Ahmadiyah tentu ada cacat-cacatnya, dulu pernah saya terangkan. Tetapi satu hal, nyata sebagai satu batu-karang yang menembus air laut, Ahmadiyah adalah salah satu faktor penting pula di dalam propaganda Islam di benua Eropa khususnya, di kalangan kaum intelektual seluruh dunia umumnya. Buat jasa ini, ia pantas menerima salut dan penghormatan dan pantas menerima terimakasih.” 

Seperti itulah Ahmadiyah di mata salah satu bapak pendiri bangsa kita. Dalam mempelajari islam, Bung Karno sejak dulu mengajarkan kita untuk membuka semua pintu-pintu akal budi kita, bagi semua aliran pemikiran yang berhubungan dengan Islam. Salah satu yang sayang dilewatkan ialah Ahmadiyah, yang memiliki khazanah Islam modern yang luar biasa. Tidak heran, Bung Karno dengan bangga mengungkapkan apresiasinya pada gerakan Ahmadiyah, ia menulis, “Walaupun ada beberapa pasal dari ahmadiyah tidak saya setujui. Saya merasa wajib berterima kasih atas faedah-faedah dan penerangan-penerangan yang telah saya dapatkan dari mereka punya tulisan-tulisan yang rasional, modern, broadminded, dan logis itu.”

Sumber: Bung Karno, islam, Pancasila & NKRI (2006) 

Selvina Adistia
Selvina Adistia
Redaktur Islamramah.co. | Pegiat literasi yang memiliki latar belakang studi di bidang Ilmu al-Quran dan Tafsir. Menuangkan perhatian besar pada masalah intoleransi, ekstremisme, politisasi agama, dan penafsiran agama yang bias gender.
Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.