Budayakan Rasa Syukur Sejak Dini

KhazanahBudayakan Rasa Syukur Sejak Dini

Penting menanamkan rasa syukur kepada anak sejak dini. Pasalnya, pembiasaan sikap ini akan berefek positif untuk menumbuhkan kepercayaan dirinya atas apa yang dimiliki. Setiap anak yang diajarkan rasa syukur secara intens, kelak akan membentuk kepribadian yang religius dan humanis. Kecerdasan emosionalnya juga akan terlatih, hingga cenderung berjiwa optimis dan tidak mudah terkontaminasi keputusasaan.

Saat dewasa, kita menyadari betapa pentingnya memiliki rasa syukur meski keadaan sedang tidak baik-baik saja. Terlalu mengelak dan menyalahkan banyak perkara, justru membuat pikiran kita kian berkecamuk. Namun, lain halnya dengan bersyukur seseorang memosisiskan dirinya masih dalam keberuntungan, sekecil apapun kebaikan itu. Ia masih diberi kesadaran, segala hal rumit akan ringan teratasi jika dipikirkan dengan kepala dingin.

Mengajarkan hal abstrak pada anak memang tidak mudah, apalagi masih belia. Orang tua harus pandai memberi pemahaman pada anak dengan contoh nyata, karena anak bagian dari duplikat orang tuanya maka ajarkanlah keseharian yang baik pada sang anak. Sebenarnya, kitab bisa saja memberi contoh yang terjadi secara langsung maupun tidak agar anak dapat mengaplikasikan rasa bersyukur dengan mudah. Sederhananya mengucapkan terima kasih, alhamdulillah, dan sebagainya ketika mendapatkan pemberian atau hal yang membuat perasaannya bahagia.

Tak luput, anak diinformasikan bahwa dalam Islam Allah SWT memberikan tambahan pahala bagi hambanya yang senang bersyukur. Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azabku sangat berat” (QS. Ibrahim: 7).

Ada banyak cara untuk melatih anak mengenal rasa syukur. Berangkat dari keutuhan anggota badan yang dimiliki, merasakan kenikmatan saat membuka mata dari bangun tidur. Ada sebagian orang yang tidak dapat melihat, baik karena sejak lahir maupun akibat kecelakaan. Ini mengapa Islam mengajarkan kita untuk berdoa saat menjelang tidur atau setelah tidur, saat hendak makan dan sesudah makan. Semuanya mengandung arti syukur atas nikmat yang diberikan Tuhan kepada hambanya.

Baca Juga  Guru Non-Muslim Ngajar Di Madrasah, Why Not?

Membimbing anak ikut melakukan solidaritas penggalangan dana terhadap korban bencana atau berbagi makanan. Meski ada banyak orang yang mampu melakukan, tetapi tidak semua mendapat diberi kesempatan hatinya untuk tergerak membantu orang dalam keadaan sulit. Dalam hal ini, anak-anak diberi pengertian karena bukan ia yang tertimpa bencana maka sudah semestinya ia bersyukur, di sisi lain berupaya membantu yang kita bisa kepada korban yang tertimpa musibah.

Rasa syukur juga mengantarkan anak-anak untuk lebih baik menjaga sesuatu. Di kala teman-temannya belum bisa membeli mainan, sementara ia mempunyai mainan, maka yang dipunyai ini harus dijaga hati-hati agar tidak rusak. Sebab menjaga juga bagian dari sikap syukur.

Tips lainnya, ritual sebelum tidur atau saat makan malam, anak-anak diminta untuk berbagi cerita tentang hal apa yang harus disyukuri hari ini. Setidaknya satu hal yang harus anak-anak sebutkan pada momen makan malam tersebut. Dengan begitu, mereka akan memerhatikan dan mengulang ingatan aktivitas apa saja yang sudah dilakukan.

Mengajarkan anak tentang rasa syukur sama dengan melatih kematangan emosinya. Faktor baiknya tumbuh kembang anak bukan sekadar terkait kecerdasan intelektualnya, melainkan kecerdasan emosi justru tak kalah pentingnya, karena lazimnya tingkat kebahagiaan seseorang bukan pada kadar intelektualnya yang tinggi, akan tetapi seberapa baik ia mampu mengelola emosinya. Jadi penting loh membudayakan rasa syukur sejak dini agar menjadi manusia yang dekat dengan kebahagiaan.

Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.