Inspirasi Imam Malik dalam Mengejar Beasiswa

KolomInspirasi Imam Malik dalam Mengejar Beasiswa

Tradisi intelektual Imam Malik sudah dimulai sejak usia dini. Di masa itu, pendidikan anak belum menjadi sesuatu yang lumrah. Hanya anak-anak dengan bakat khusus atau yang memiliki kesempatan saja yang dapat menghadiri kelas. Malik bin Anas tergolong dalam kategori anak yang menonjol. Ia adalah pembelajar abadi. Pikiran yang terpusat pada ilmu menyebabkannya kurang memerhatikan urusan finansial. Situasi itu pun menggerakkannya untuk mencari dukungan keuangan dari otoritas pemerintah agar bisa fokus mengabdikan diri untuk ilmu.

Ide mengajukan tunjangan bagi pelajar itu tentu dibarengi dengan kesadaran akan tanggung jawab untuk mendidik dan mengarahkan umat di kemudian hari. Sebagaimana mandat QS. Al-Taubah [9]: 122, di mana harus ada kalangan khusus yang mengemban misi pengajaran di masyarakat, dan itu adalah tugas para ahli ilmu.

Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan perang). Mengapa sebagian dari tiap golongan di antara mereka tidak pergi untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apaabila mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga diri.

Ayat tersebut menggambarkan pentingnya prinsip pembagian kerja dalam kehidupan suatu komunitas. Jika tidak demikian, akan ada pos yang terbengkalai. Dalam tafsir Mafatih al-Ghaib, Imam al-Razi menuturkan, harus ada kelompok yang mendampingi Nabi di kala sebagian umat Islam pergi berperang. Sebab, tugas mereka ke depan adalah menyampaikan apa yang Nabi ajarkan kepada kelompok yang absen dikarenakan tugas lapangan. Prinsip partisi tugas itu berlaku dan berkembang kian kompleks di komunitas yang lebih luas.

Usaha Imam Malik mengajukan beasiswa kepada pemerintah yang berkuasa, berkaitan kelindan dengan kondisi keuangan keluarga Imam Malik yang sangat minim. Bilamana ia hanya sibuk mencari penghidupan, maka ia harus mengorbankan upayanya dalam menuntut ilmu. Di lain sisi, jika menjalankan keduanya di saat yang bersamaan, proses belajarnya tak akan tuntas dan ia tak dapat merasakan ketenangan batin.

Pilihan tersebut sulit bagi Imam Malik. Maka dari itu, ia berijtihad mendorong penguasa untuk memberikan pemasukan rutin dan jaminan kelayakan hidup bagi para ahli ilmu. Ini adalah solusi yang menguntungkan dua belah pihak, di mana saat para cendekiawan berfokus dalam ilmu dan inovasi, manfaatnya juga akan kembali pada pemerintah serta masyarakat.

Proposal Imam Malik tak langsung mendapat tanggapan dari khalifah ketika itu yang tengah sibuk mengokohkan kekuasaan. Pada akhirnya, usaha tanpa jeda Imam Malik membuahkan hasil. Khalifah pun menyambut seruannya untuk menyediakan tunjangan bagi para ahli ilmu. Perjuangan ini membuktikan bahwa Imam Malik memiliki kualitas sebagai seorang aktivis.

Kecintaannya pada ilmu pun tak perlu diragukan. Satu ketika ia ditanya, mengapa Imam Malik tak berusaha mencari rezeki sembari berfokus pada ilmu. Menurutnya, orang tak akan mencapai ilmu yang dikehendaki hingga dirinya rela menjadi fakir dan lebih mengedepankan ilmu dalam tiap keadaan. Siapapun yang menuntut ilmu, ia mesti sabar.

Baca Juga  Suara Keadilan Ulama Perempuan

Episode kehidupan Imam Dar al-Hijrah ini membuktikan kuatnya minat dan komitmennya pada ilmu agama. Merasa tak cukup menghadiri halaqah-halaqah yang digelar di masjid, Imam Malik secara mandiri mendatangi rumah sejumlah guru agar mendapat wawasan tambahan. Ia akan dengan setia menunggu berjam-jam di depan pintu rumah gurunya, duduk dengan tenang hingga sang guru menyadiri ada orang di luar rumahnya. Sekitar tujuh tahun awal masa pendidikan Imam Malik dihabiskan bersama seorang guru tunggal bernama Ibn Hurmuz. Nampaknya hanya Imam Malik yang rutin berkunjung seperti itu, hingga membuat pelayan Ibn Hurmuz langsung mengenalinya saat ia tiba.

Rupanya, di hari raya pun Imam Malik tetap tak melewatkan ritual belajar. Dia tahu, pada hari tersebut tidak banyak orang yang berguru kepada ulama karena sedang bersuka cita berkumpul bersama keluarga. Kesempatan itu dimanfaatkannya untuk mendapatkan bimbingan khusus dari ulama Madinah, seperti Ibn Shihab al-Zuhri. Ia bahkan tak sempat pulang untuk sekadar makan selepas shalat id di masjid. Dari Ibn Shihab, Imam Malik mendaras puluhan hadis Rasulullah SAW seharian.

Sadar pada apa yang diinginkan, disertai niat dan upaya tanpa lelah dalam mewujudkan, mengantarkan Imam Malik sampai pada tujuannya untuk fokus berkhidmat pada ilmu dan bisa berbuat banyak dengan senjata pengetahuan. Hingga kini, ia menjadi ulama yang dikaji dan disegani sepanjang zaman. Kondisi Madinah juga mendukung proses belajar sang imam, dengan ketersediaan ulama di kota itu dan milieunya yang ramah pengetahuan. Imam Malik dapat mengoptimalkan kondisi istimewa yang ia miliki tersebut.

Kalangan cerdik cendekia memang sudah semestinya mendapat perhatian dan dukungan pemerintah. Mereka adalah motor penggerak inovasi dan pendidik masyarakat. Posisi sentral kalangan intelektual dilegitimasi oleh ayat 122 surat al-Taubah. Dengan kata lain, keberadaan orang-orang berilmu di suatu komunitas amat vital.

Akomodasi penguasa terhadap kalangan intelektual melalui skema pembiayaan dan keterbukaan, telah terbukti menjadi bagian dari penyokong majunya peradaban Islam. Sebagaimana diutarakan Ahmet T. Kuru dalam karyanya Islam, Otoritarianisme, dan Ketertinggalan.

Imam Malik adalah inspirasi dan penyemangat bagi para penuntut ilmu. Keterbatasan materil bukan alasan untuk menyudahi proses belajar. Jika diterjemahkan, upaya Imam Malik untuk mendapat tunjangan dari pemerintah sama dengan konsep beasiswa di masa kini. Usahanya dipenuhi spirit kepedulian intelektual, cinta ilmu, dan tanggung jawab moral. Yaitu, pertanggungjawaban pada otoritas penyedia yang diterjemahkan dalam wujud khidmat kepada masyarakat. Keuletan Imam Malik layak ditiru. Wallahu a’lam. []

Khalilatul Azizah
Khalilatul Azizah
Redaktur Islamramah.co || Middle East Issues Enthusiast dengan latar belakang pendidikan di bidang Islamic Studies dan Hadis. Senang berliterasi, membahas persoalan sosial keagamaan, politisasi agama, moderasi, khazanah kenabian, juga pemikiran Islam.
Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.