Pentingnya Menghargai Kearifan Lokal

KhazanahHadisPentingnya Menghargai Kearifan Lokal

Indonesia adalah negeri yang memiliki kekayaan kearifan di setiap daerahnya. Kearifan lokal adalah pengetahuan yang diperoleh kebiasaan sekelompok orang di suatu daerah atau tempat tertentu, yang diwariskan dari generasi ke generasi. Kearifan lokal tidak hanya mencakup pengetahuan, tetapi juga nilai-nilai kehidupan. Penting sekali untuk menghargai kearifan lokal yang telah mengembangkan potensi kebaikan dan moral masyarakat, bahkan sebelum agama datang. Agama yang datang setelah kearifan lokal berkembang, dapat lebih mudah diterima oleh masyarakat karena memiliki kecocokan nilai-nilai etika dan moral.

Semua budaya manusia telah mengakui dan mengenal sifat dan kebajikan dalam bentuk dasar. Tidak jarang, orang-orang sudah memahami dan memiliki sifat-sifat mulia tanpa terlebih dahulu mengakses wahyu. Kearifan lokal mengajarkan masyarakatanya untuk untuk menjaga alam, berbuat baik kepada sesama manusia, gotong royong, bekerja keras, dan lain sebagainya.

Oleh karena itulah, Nabi SAW sangat menghormati kearifan lokal dan budaya yang telah mengembangkan potensi kebaikan manusia. Beliau juga mengakui sesungguhnya wahyu datang hanya untuk melengkapi dan menyempurnakan sifat-sifat kebaikan yang telah ada. Hal ini ditegaskan oleh Rasulullah dalam pernyataan yang luar biasa bahwa seluruh misinya adalah untuk menyempurnakan akhlak. Sesungguhnya Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia (HR. Bukhari)

Manusia seringkali telah memiliki pengetahuan dan penghayatan karakter yang baik secara alami, bahkan sebelum menyentuh ajaran wahyu langsung. Makna ini lebih lanjut ditegaskan oleh sebuah hadis saat Nabi berkomentar setelah bertemu al-Asyaj dari suku Qays, yang telah datang untuk memeluk Islam.

Rasulullah SAW bersabda, Sesungguhnya kamu mempunyai dua sifat yang sangat dicintai Allah dan Rasul-Nya, yaitu  Al-Hilm (tidak cepat marah) dan Al-Anah (tenang dan tidak tergesa-gesa). Dengan cerdas, pria itu bertanya, Ya Rasulullah, apakah sifat-sifat ini merupakan amalanku, ataukah Allah yang telah menjadikannya sifat alami saya? Rasul berkata, Tuhanlah yang telah memberikannya kepadamu secara alami. Al-Asyaj dengan penuh syukur berseru, Segala puji bagi Allah yang telah menganugerahkan kepadaku sifat-sifat yang dicintai Allah dan Rasul-Nya! (HR. Abu Dawud)

Baca Juga  Kaum Muda di Sekitar Nabi SAW

Hadis ini menjelaskan bahwa sifat-sifat tertentu, secara alami, diberikan oleh Tuhan kepada sebagian orang lebih dari yang lain. Selain diperoleh secara alami, sifat-sifat baik juga dapat diperoleh melalui pembelajaran dan pendidikan. Hadits Nabi SAW lainnya menyatakan, Manusia ibarat barang tambang berharga seperti emas dan perak. Orang-orang mulia pada masa jahiliah adalah orang-orang mulia pada masa Islam, jika mereka memperoleh pemahaman agama (HR. Bukhari).

Ibn Hajar, dalam syarahnya, menjelaskan tiga dimensi utama hadits ini. Pertama, akhlak mulia, yaitu sifat stabil yang diberikan oleh Allah sebagaimana mengacu pada logam emas dan perak. Kedua, penerimaan Islam yang menjadi dasar keberhasilan akhir. Ketiga, upaya untuk memperoleh ilmu agama. Sebaik-baik manusia adalah yang memiliki ketiganya. ( Fathul Bari, 6:529)

Islam mendorong umatnya untuk merenungkan sifat baik, mencarinya, dan mempelajarinya. Refleksi etis semacam itu memiliki kekuatan untuk menembus propaganda dan sektarianisme yang membuat standar-standar moral yang tidak pasti. 

Dengan demikian, misi Nabi SAW tidak lain adalah menyempurnakan semua kebajikan yang telah berkembang di tengah masyarakat. Ringkasnya, Islam menghargai kearifan lokal atau kebiasaan masyarakat yang telah melestarikan sifat-sifat moral yang baik. Nabi SAW datang untuk memberikan kebajikan-kebajikan ini tujuan yang benar, yaitu Allah SWT. Beliau juga memberikan tingkat motivasi dan apresiasi yang lebih tinggi. Dengan membawa wahyu, Nabi SAW memberikan makna dan keseimbangan yang tepat di antara nilai-nilai yang bersaing di tengah budaya masyarakat.

Selvina Adistia
Selvina Adistia
Redaktur Islamramah.co. | Pegiat literasi yang memiliki latar belakang studi di bidang Ilmu al-Quran dan Tafsir. Menuangkan perhatian besar pada masalah intoleransi, ekstremisme, politisasi agama, dan penafsiran agama yang bias gender.
Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.