Mengenal Abu al-‘Arab al-Tamimi, Ulama Hadis Tunisia

Dunia IslamMengenal Abu al-‘Arab al-Tamimi, Ulama Hadis Tunisia

Persebaran hadis di luar tanah Arab berjalan seiring dengan proses dakwah Islam. Tunisia, wilayah bagian ujung utara Afrika ini mulai mendapat pengaruh Islam pasca khalifah Usman bin Affan mengirim Abdullah bin Abi Sarh beserta 20.000 pasukannya pada tahun 27 H (647 M). Disusul sejumlah penaklukan, untuk Islam benar-benar tumbuh di sana. Banyak tabi’in dan sahabat mendatangi negeri tersebut guna mengajarkan ilmu agama, utamanya al-Quran dan hadis. Abu al-‘Arab al-Tamimi (w. 333 H) adalah salah satu ulama hadis yang memiliki pengaruh besar terhadap semarak kajian hadis di Tunisia.

Mazhab Maliki yang dianut mayoritas masyarakat Tunisia memiliki andil penting pada aktivitas pengajaran hadis di negeri ini. Sebagaimana diketahui, Imam Malik adalah ulama yang menaruh porsi besar terhadap hadis dalam bangunan mazhab fikihnya. Bahkan sebelum kehadiran Abu al-‘Arab, masyarakat Tunisia telah akrab dengan buku-buku hadis, baik dirayah maupun riwayat. Menghafal al-Muwaththa’ karya Imam Malik juga menjadi hal yang lazim bagi mereka.

Sejak kecil Abu al-‘Arab telah mendaras kitab-kitab hadis, kitab-kitab al-jarhu wa al-ta’dil, dan yang terkait dengan para periwayat hadis. Ia hidup di kota Qayrawan, sebuah pusat ilmu yang di sana berdiri masjid bernama ‘Uqbah bin Nafi’, nama seorang sahabat Nabi yang juga salah satu penakluk Tunisia. Keluarga Abu al-‘Arab adalah kalangan terkemuka di Qayrawan. Ia mendapat fasilitas pendidikan anak-anak kerajaan, sebab ayahnya salah satu orang terpandang di kota tersebut. Akan tetapi, ia lebih memilih konsep hidup sederhana, apalagi saat menuntut ilmu.

Tidak banyak lawatan ilmiah yang Abu al-‘Arab lakukan dalam mencari hadis. Tapi setidaknya ia telah mengambil hadis tak kurang dari 150 orang guru. Tiga di antaranya ialah Yahya ibn Umar, Abu Dawud al-Aththar, serta Qasim ibn Mis’adah. Pertikaian baik mazhab fikih maupun teologi yang terjadi di masanya, kian mendorong Abu al-‘Arab untuk senantiasa memegang teguh nash syar’i, yakni al-Quran dan hadis.

Abu al-‘Arab al-Tamimi adalah seorang tabi’ al-tabi’in. Ulama yang memiliki kompetensi di bidang hadis serta sejarah. Tidak hanya meriwayatkan dan mengajarkan hadis Rasulullah SAW, ia juga seorang ulama al-jarh wa al-ta’dil, yakni kritikus para perawi hadis. Ilmu ini bertujuan untuk menilai apakah periwayatan seorang rawi dapat diterima atau tidak. Menjadi seorang kritikus rawi tidak hanya memerlukan kemampuan intelektual yang mendalam, tapi secara personal juga ada kualifikasi yang ketat. Ia harus seorang yang jujur, tidak fanatik, wara’, dan bertakwa.

Tradisi yang dilanggengkan Abu al-‘Arab dalam meriwayatkan hadis lengkap beserta penyebutan sanadnya, diberlakukan pula dalam penyusunan kitab-kitab lain seperti pada kajian sejarah. Hal itu demi menjaga otentisitas dan akurasi data yang ia sajikan. Abu al-‘Arab juga berjasa dalam mengenalkan 17 orang sahabat yang memelopori penyebaran hadis di Tunisia. Ia menulis pula biografi 51 sahabat kecil (tabi’in besar) yang mengajar hadis di Tunisia.

Penulisan karya tersebut ditujukan agar tidak terjadi keterputusan sanad hadis para ulama Tunisia dengan para tabi’in hingga para sahabat. Di sisi lain untuk membuktikan bahwa masyarakat Tunisia serta para ulamanya memiliki atensi besar pada hadis. Penelitian mengenai sahabat yang menyebarkan hadis di Tunisia kemudian dilanjutkan oleh para ulama setelah Abu al-‘Arab.

Baca Juga  Dekonstruksi Sesat Pikir Gerakan Daulah Islamiyyah

Sebagai seorang ulama al-jarh wa al-ta’dil, Abu al-‘Arab tidak sekadar menukil dari para ulama kritikus sebelumnya. Ia juga berijtihad mengembangkan pendapatnya sendiri dalam al-jarh wa al-ta’dil. Sebagai contoh, menurutnya mazhab atau ideologi yang dianut seorang perawi serta loyalitas politiknya tak cukup menjadi alasan untuk menolak hadis perawi tersebut. Bahkan sekalipun perawi itu merupakan seseorang dari mazhab bid’ah.

Abu al-‘Arab sangat berhati-hati dalam menetapkan jarh atau ta’dil pada seorang periwayat. Secara tidak langsung, kehati-hatian yang mendominasi kerangka berpikirnya ini membuat Abu al-‘Arab tergolong kritikus yang cukup longgar (tasahul) dalam memberikan penilaian pada perawi.

Ia juga berpendapat, ketika ada pertentangan antara jarh dan ta’dil pada seorang perawi, ia tidak mutlak mengambil pendapat para ahli hadis yang mendahulukan jarh ketimbang ta’dil. Karena implikasinya akan banyak periwayat yang terkena jarh, pasalnya seorang perawi kerap kali mendapat penilaian bermacam-macam dari para kritikus. Dalam hal ini, ia mengedepankan kompromi antara pendapat kritikus-kritikus tersebut.

Abu Bakr ‘Abdullah ibn Abi ‘Abdillah al-Maliki dalam kitabnya Riyadh al-Nufus menuturkan, bahwa Abu al-‘Arab mendokumentasikan pemikirannya dalam wujud karya sebanyak 3500 buku. Yang ditulis dengan tangannya sendiri. Banyak ulama menyatakan sanjungannya kepada Abu al-‘Arab sebagai seorang yang salih, terpercaya, berpengetahuan luas, berakhlak mulia, rendah hati, serta memiliki kemampuan hafalan yang kuat. Karyanya juga menjadi rujukan ulama seperti al-Dzahabi dan Ibnu Hajar al-Asqalani.

Sebagai seorang yang hidup di wilayah benua Afrika, Abu al-‘Arab tidak absen dari periwayatan hadis mengenai keutamaan negeri Afrika. Hadis-hadis semacam itu umum dikenal sebagai ahadits fadhail al-buldan, dan memang biasa ada di kalangan ulama hadis yang sekaligus sejarawan. Hadis-hadis sejenis ini kerap dinilai kontroversial, karena kualitas hadisnya yang sering bermasalah.

Al-Hadi Rosyo, seorang intelektual kontemporer menuturkan sedikitnya tiga alasan mengapa para muhadditsin mencatat hadis-hadis keutamaan suatu negeri. Pertama, karena rasa cinta mereka pada Tanah Air tempatnya lahir dan hidup, sehingga hadis yang diketahui tidak sahih pun acap kali tetap diriwayatkan. Kedua, untuk menyenangkan dan memunculkan kebanggaan penduduknya. Ketiga, karena motif ekonomi, yakni agar taraf kehidupan masyarakatnya berkembang dan maju, yang disebabkan oleh informasi positif dari suatu hadis.

Abu al-‘Arab al-Tamimi adalah salah satu ulama yang berjasa menjaga mata rantai dan tradisi pengkajian hadis Nabi Muhammad SAW, khususnya di Tunisia. Kita bisa melihat kepakarannya di bidang hadis. Ia produktif pula dalam menghasilkan karya. Selain sederhana dalam perangai, ia juga terlihat sebagai seorang yang peduli dan mencintai Tanah Airnya. Wallahu a’lam. []

Khalilatul Azizah
Khalilatul Azizah
Redaktur Islamramah.co || Middle East Issues Enthusiast dengan latar belakang pendidikan di bidang Islamic Studies dan Hadis. Senang berliterasi, membahas persoalan sosial keagamaan, politisasi agama, moderasi, khazanah kenabian, juga pemikiran Islam.
Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.