Nur Rofiah: Pentingnya Alternatif Penafsiran Bagi Perempuan

BeritaNur Rofiah: Pentingnya Alternatif Penafsiran Bagi Perempuan

Di abad ke-21 saat ini, perempuan adalah subjek yang mengalami perubahan signifikan dan paling terlihat. Norma-norma klasik yang banyak meminggirkan dan menomorduakan perempuan, kini telah diperbaharui dan disegarkan kembali dengan interpretasi atau penafsiran ulang. Tidak diragukan lagi, perempuan perlu mengembangkan nalar kritisnya dan memperoleh penafsiran alternatif yang mendukung kemajuannya.

Dalam sebuah webinar, yang berjudul “Perempuan (Bukan) Sumber Fitnah”, Dr. Nur Rofiah menjelaskan teori tentang bagaimana cara perempuan mengetahui, sehingga bisa berproses sampai membangun nalar kritisnya. Hal itu dibutuhkan tidak lain untuk melindungi diri dari penafsiran, pandangan, atau legitimasi agama yang tidak adil terhadap perempuan. Dengan nalar kritisnya, seseorang perempuan dapat melangkan untuk mencari dan menemukan penafsiran alternatif, sebagai bekal argumentasi yang kuat.

Berdasarkan pemaparannya, ada lima cara perempuan mengetahui. Pertam, silent knower. Yaitu, orang yang tidak memiliki kesadaran sama sekali tentang pengetahuannya, dan hanya mengikuti perintah dan ancaman orang lain “Ia seperti robot saja, jadi pengetahuannya gerak-geriknya itu dikendalikan oleh orang lain”, jelas Dr. Nur.

Selanjutnya, yang kedua adalah receive knower. “ini orang yang sudah secara sadar terima pengetahuan tapi belum punya nalar kritis sama sekali” ucapnya. Pada proses ini, seseorang menerima begitu saja apa yang dia ketahui tanpa pengolahan melalui pikirannya. Lalu yang ketiga adalah subjective knower, yaitu orang yang mempertanyakan dan pengetahuan yang baru diperolehnya. Dr. Nur Rofiah menjelaskan, “subjektif knower itu perempuan yang sudah mulai menghubungkan pengetahuannya dengan pengalamannya baik pengalamannya sendiri maupun pengalaman orang lain.” 

Contohnya ialah seorang wanita yang mempertanyakan penafsiran atau pandangan yang kurang adil bagi perempuan, padahal tuhan maha adil. “biasanya semua aktivisme aktivis perempuan melalui masa ini. Masa mempertanyakan semua hal yang dia rasakan tidak adil” ungkap Dr. Nur, wanita yang mencetuskan Ngaji Keadilan Gender Islam (Ngaji KGI) ini.

Ia juga menambahkan, “Tuhan itu Maha Adil bagi laki-laki maupun perempuan maka mustahil Tuhan ia memaksudkan FirmanNya untuk ketidakadilan pada perempuan. bahwa kemudian manusia memahaminya dengan cara yang tidak adil yaitu manusianya, tidak ada ada manusia yang mahaadil. Maka, pemahaman manusia pada firman Tuhan itu bisa adil, bisa tidak adil” ucap doktor di bidang tafsir al-Quran ini.

Baca Juga  Kiai Said Aqil Siroj: Keadilan Sosial di Indonesia Masih Tertingal

Lalu, perkembangan pikiran seseorang dapat naik lagi sebagai procedural knower, yaitu orang yang sudah mulai bergerak mencari jawaban alternatif. Jika subjective knower hanya meragukan dan bertanya saja, procedural knower bergerak aktif mencari pemahaman alternatif. Sebagaimana yang dijelaskan Dr. Nur, pada fase ini seseorang memahami bahwa, validitas sebuah pendapat itu tidak tergantung pada siapa yang bicara, tetapi argumentasinya itu kuat atau tidak. Ia berkata “Jadi, walaupun yang berpendapat itu orang populer sejuta umat sejuta follower, atau didasarkan pada banyak sekali ayat dan hadis, tetapi jika ujung-ujungnya kesimpulannya itu mendiskriminasi perempuan, misalnya, maka dia tidak akan percaya. Karena dia meyakini bahwa islam itu adil untuk perempuan, jadi dia bergerak aktif mencari pandangan alternatif.”

Kemudian, yang kelima dari lima cara perempuan mengetahui adalah Constructive Knower, yaitu orang yang nalar kritisnya sudah terbangun. Menurut Dr. Nur, tahap constructive knower muncul dari proses kritis tadi, mencari alternatif pemahaman, membandingkan mana diantara pandangan itu yang kuat, sehingga ia dapat berada di di posisi tertentu dengan argumentasi yang kuat dan tidak mudah digoyahkan.Dr. Nur juga menambahkan bahwa, seorang constructive knower itu bukan berarti dia selalu punya pendapat sendiri, ”orang itu bisa menjadi konsumen penafsiran agama yang kritis dengan cara memastikan pemahaman agama tertentu yang dia setuju itu punya argumentasi yang kuat.”

Dr. Nur Rofiah meyakini bahwa tidak semua orang harus punya latar belakang studi Islam untuk mengetahui bahwa sebuah tafsir itu valid atau tidak. Baginya, setiap orang termasuk perempuan, memiliki kodrat sebagai manusia yang berakal dan berhati nurani. “Kita diberi diberi alat untuk mendeteksi Apakah sesuatu itu baik atau tidak, adil atau tidak, lalu berkomitmen untuk memilih yang adil dan yang baik itu” pungkasnya.

Selvina Adistia
Selvina Adistia
Redaktur Islamramah.co. | Pegiat literasi yang memiliki latar belakang studi di bidang Ilmu al-Quran dan Tafsir. Menuangkan perhatian besar pada masalah intoleransi, ekstremisme, politisasi agama, dan penafsiran agama yang bias gender.
Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.