Bahaya Takfir

KolomBahaya Takfir

Takfir telah menjadi sebuah potret kelam di masa lampau. Amat disayangkan, takfir kerap digunakan oleh sebagian kalangan di negeri kita yang sebagian besarnya adalah Muslim. Biasanya digunakan oleh orang-orang yang kurang menguasai agama, lemah dalam berdebat, dan pastinya tidak berwenang untuk mengkafirkan. Mereka bukan hakim yang mempunyai otoritas untuk menilai semua itu, bahkan mungkin tidak ada yang memiliki wewenang itu selain Allah SWT.

Takfir adalah tindakan menuduh sesama Muslim sebagai kafir atau keluar dari Islam. Perbuatan ini sangat tercela, setiap Muslim yang harus menyadarai hal ini. Namun saat ini, takfir mulai banyak dipakai secara memalukan sebagai alternatif untuk mengelak, ketika seseorang tidak mampu berargumen, tidak memiliki data untuk mendukung klaimnya, malas berpikir, atau kalah dalam beradu pandangan. Sehingga, untuk mengakhiri kondisi tersudut itu, dituduhlah lawannya sebagai kafir. Hal ini telah menjadi tren, kususnya di jagat medsos saat isu kontroversi mencuat. Jurus takfir merupakan andalan untuk mencapai kesimpulan tanpa proses perpikir logis.

Fenomena takfir seperti ini tidak remeh. Penyakit sosial umat Islam ini sudah muncul dalam masa awal Islam, dipelopori oleh sekte Khawarij dalam peristiwa Tahkim. Semua golongan yang ada pada saat itu dianggap kafir kecuali sekte mereka sendiri. Meskipun kelompok Khawarij sudah lama punah, namun kelompok-kelompok berwatak watak kaku, literal, gemar menggunakan kekerasan, suka menentang kepemimpinan yang sah, dan menuduh-nuduh kafir orang yang tidak sepaham dengan mereka, selalu muncul dan tenggelam sampai sekarang.

Saling kafir-mengkafirkan antara kelompok dan aliran keagamaan dalam Islam, sangat berbahanya. Hal itu hanya akan mengoyak persatuan umat Islam di Indonesia, sehingga mudah diadudomba. Ada beberapa faktor yang menyebabkan fenomena takfīr semakin merebak dewasa ini, yang paling nyata ialah pemahaman terhadap teks-teks keagamaan (al-Quran dan Hadits) yang tidak utuh dan komprehensif. Hal demikian kerap menjadi legitimasi bagi aksi kekerasan dan pengafiran pada orang atau kelompok yang berbeda.

Sebenarnya, tidak semua gelar kafir dalam al-Quran dan hadis berarti kufur yang menyebabkan keluar dari Islam. Menurut banyak ahli tafsir, diantarant Pakar tafsir asy-Syauqi, kekufuran tidak selalu bermakna kafir atau keluar dari Islam. Menurut pendapat itu, “kekufuran, kezaliman dan kefasikan masing-masing terkadang dalam teks-teks keagamaan dimaksudkan sebagai kemaksiatan, dan terkadang yang dimaksud adalah kekufuran yang menyebabkan seseorang keluar dari agama Islam.”

Baca Juga  Silaturahim sebagai Ibadah Sosial

Mencampuradukkan antara jenis kufur yang berbeda-beda levelnya akan berakibat sangat fatal, sebab setiap membaca ayat atau hadis yang terdapat kata kufur atau kafir akan ada orang yang segera menyematkan kekufuran kepada yang disebut di situ tanpa mencermati makna sesungguhnya yang dimaksud pada ayat atau hadis tersebut. Misalnya, ketika membaca Al-Maidah ayat 44, “Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir”, maka akan muncul kesimpulan untuk mengafirkan negara yang menggunakan undang-undang konvensional buatan negara.

Seandainya setiap ayat atau hadis yang menyebut kata kafir berarti kafir keluar dari Islam, maka akan banyak sekali kalangan umat Islam yang akan dikafirkan. Maka dari itu, mayoritas ulama sangat berhati-hati terhadap label kafir yang diarahkan pada seseorang, sebab akan berakibat luas, tidak hanya di dunia tetapi juga di akhirat.

Imam al-Ghazali mengingatkan, “sedapat mungkin kita berhati-hati dalam mengafirkan, sebab menghalalkan darah dan harta orang yang melakukan salat ke kiblat, yang menyatakan secara tegas dua kalimat syahadat adalah sebuah kesalahan. Kesalahan yang berakibat membiarkan seribu orang kafir hidup lebih mudah menanggungnya daripada melakukan kesalahan yang berakibat terbunuhnya seorang Muslim”. 

Syeikh Muhammad ‘Abduh juga mengingatkan, “Salah satu pokok ajaran Islam yaitu menghindari takfir. Telah masyhur di kalangan ulama Islam satu prinsip dalam agama, yaitu bila ada ucapan seseorang yang mengarah kepada kekufuran dari seratus penjuru, dan mengandung kemungkinan iman dari satu arah, maka diperlakukan iman didahulukan, dan tidak boleh dihukumi kafir”

Takfir bukanlah suatu fenomena yang layak tumbuh di Indonesia. Jadi, stop tuduhan kafir. Kita harus belajar dari sejarah masa lampau, takfir telah memecahbelah persatuan umat dan menjadikan peradaban Islam jatuh ke jurang fitnah!

Selvina Adistia
Selvina Adistia
Redaktur Islamramah.co. | Pegiat literasi yang memiliki latar belakang studi di bidang Ilmu al-Quran dan Tafsir. Menuangkan perhatian besar pada masalah intoleransi, ekstremisme, politisasi agama, dan penafsiran agama yang bias gender.
Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.