Mush’ab bin Umair, Inspirasi Pemuda Berpendirian Kuat

Dunia IslamMush’ab bin Umair, Inspirasi Pemuda Berpendirian Kuat

Dikisahkan, kala itu dakwah Nabi Muhammad masih dalam fase awal. Kabar mengenai ajaran Muhammad tersebut sampai ke telinga Mush’ab bin Umair. Ia merupakan putra salah satu bangsawan kaya Quraisy. Berparas rupawan dan memiliki kecerdasan tinggi, sehingga tak jarang menjadi buah bibir kalangan perempuan. Karena penasaran pada risalah Muhammad, Mush’ab kemudian mendatangi Darul Arqam, markas di mana Rasulullah SAW mengajarkan Islam kepada para sahabatnya.

Setelah beberapa kali mendengar penuturan Nabi dan al-Quran yang beliau lantunkan, Mush’ab memutuskan untuk memeluk Islam. Ia merasakan kedamaian dari apa yang Nabi sampaikan. Pemuda Mekkah ini tergolong sahabat awal yang masuk Islam. Usianya saat itu adalah antara 16 hingga 20 tahun. Perjalanan keislaman Mush’ab tidaklah mudah. Sang ibunda, Khunas binti Malik, adalah sosok wanita berkepribadian kuat dan teguh memegang keyakinan leluhur, sehingga Mush’ab memilih untuk menyembunyikan keimanan barunya dari sang ibu.

Tak berselang lama, ibunya mengetahui bahwa sang putra tak lagi sejalan. Benar saja, keputusan Mush’ab masuk Islam mendapat tentangan keras. Khunas marah besar dan berupaya kuat membujuk Mush’ab untuk kembali ke keyakinan nenek moyang. Mush’ab menolak dan tetap pada pendiriannya mengikuti ajaran Nabi Muhammad. Ibunya pun frustrasi. Ia mencari cara agar putranya mau tunduk. Pada akhirnya, tunjangan keuangan Mush’ab pun dihentikan, ia diikat dan dikurung di kamarnya. Alih-alih gentar, Mush’ab justru mengajak ibunya untuk memeluk Islam juga.

Besarnya kekecewaan sang ibu, membuatnya tega menyiksa anak yang amat ia sayangi. Semula Mush’ab begitu dimanja. Hidup berkecukupan, terbiasa dengan kenyamanan, dan nyaris tak pernah merasakan hidup yang sulit. Nabi pun pernah bersabda, Aku tidak pernah melihat seorang pun di Mekkah yang lebih rapi rambutnya, paling bagus pakaiannya, dan paling banyak diberi kenikmatan selain dari Mush’ab bin Umair (HR. Hakim).

Mush’ab kembali membuktikan komitmennya pada Islam dengan memilih pergi dari rumah. Ia turut serta dalam rombongan hijrah ke Habasyah dalam rangka mencari perlindungan ke Raja Najasyi yang dikenal adil dan murah hati. Setelah tekanan dari Quraisy kepada Muslim di Mekkah relatif berkurang, mereka yang berhijrah ke Habasyah pun memutuskan pulang ke Mekkah, termasuk Mush’ab.

Baca Juga  Politik Kaum Muda dan Inklusivisme Islam

Begitu tiba, rombongan tersebut segera menemui Rasulullah SAW dan sahabat yang lain. Jauh berbeda dengan sebelumnya, penampilan Mush’ab berubah drastis. Nabi yang dulu menyaksikan Mush’ab begitu terawat secara fisik, kini air mata beliau harus mengalir melihat kondisi Mush’ab. Badannya kurus dengan sejumlah bekas luka, pakaiannya pun usang penuh tambalan.

Dengan penuh kasih sayang Nabi menatapnya sembari berkata, “Dulu aku melihat Mush’ab, tak ada yang mengimbangi dalam hal mendapatkan kesenangan dari orang tuanya, kemudian ditinggalkannya semua itu demi cintanya pada Allah dan Rasul-Nya”. Kehidupan Mush’ab berubah total semenjak memilih jalan Islam. Kesenangan dan kemewahan ia tanggalkan sebagai harga untuk kedamaian dari keyakinan baru yang ia peluk. Hidupnya ia wakafkan untuk Rasulullah dan Islam. Di kemudian hari ia sukses menjadi duta (utusan) pertama Nabi yang mengajarkan Islam di Madinah. Hidupnya berakhir sebagai seorang syahid di perang Uhud.

Mush’ab bin Umair adalah sosok pemuda inspiratif yang punya kejelasan sikap, teguh pada pendirian. Ia berani bertanggung jawab dan mengambil risiko atas pilihannya. Di mana segala kenyamanan hidup rela ia lepas. Jiwa muda Mush’ab terlukis jelas melalui keberanian dan daya juangnya.

Generasi muda adalah kekuatan bagi umat dan bangsa, yang kelak akan menjadi pemimpin serta pelaku utama roda kehidupan. Berpendirian kuat, gigih, dan berani sudah semestinya menjadi karakter dasar yang melekat pada para pemuda. Mush’ab merupakan salah satu pemuda yang telah membuktikan kualitasnya. Ia layak menjadi inspirasi generasi muda, kini dan nanti. Wallahu a’lam. []

Khalilatul Azizah
Khalilatul Azizah
Redaktur Islamramah.co || Middle East Issues Enthusiast dengan latar belakang pendidikan di bidang Islamic Studies dan Hadis. Senang berliterasi, membahas persoalan sosial keagamaan, politisasi agama, moderasi, khazanah kenabian, juga pemikiran Islam.
Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.