Keniscayaan Mencintai Rasulullah SAW

KhazanahHikmahKeniscayaan Mencintai Rasulullah SAW

Pada hari kelahiran Nabi Saw, mengingatkan kita untuk terus meningkatkan cinta kepadanya. Sebagai pembawa risalah agama, Islam hanya bisa dihayati dan implementasikan dengan baik apabila menjadikan Nabi Saw sebagai poros nafas kehidupan. Oleh karena itu, di antara catatan penting atas kecintaannya adalah kasih sayangnya jauh lebih besar, ketimbang kemarahannya.

Rasulullah Saw bersabda, Demi dzat yang menggenggam jiwaku tidaklah salah seorang kalian sempurna imannya sampai aku menjadi sosok yang paling dicintainya dibanding orang tua dan anaknya (HR. Shahih Bukhari). Mengapa mencintai Nabi SAW bagian dari kewajiban? Karena beliau diutus untuk menjadi rahmat dan pemberi syafaat bagi umat manusia. Kita mengetahui bahwa kekuatan cinta itu sangat besar, akan sangat disayangkan bila kekuatan itu terlampiaskan pada hal-hal yang justru menghancurkan.

Sebenarnya, cinta yang murni hanya melahirkan yang positif. Karya-karya besar manusia justru lahir dari cinta, seperti piramida yang ada di Mesir, Candi Borobudur yang ada di Tanah Air, syair-syair Indah, semuanya dilahirkan dari cinta. Terlebih cinta terhadap Nabi Saw, melahirkan semangat perdamaian, mengentaskan kemiskinan, demikian yang menjadi tujuan dari Islam rahmatan lil ‘alamin.

Cinta tidak saja melibatkan hati, tetapi akal dan rasa. Tanpa logika, cinta akan diperbudak oleh hawa nafsu, ambisi, dan pada gilirannya akan melahirkan kekecewaan yang tak beresudahan. Oleh karena itu, cinta yang ditawarkan Allah SWT dan Rasul-Nya merupakan cinta yang tidak manipulatif. Melalui jalan cinta ini, kita diajarkan untuk tidak terlena dengan sanjungan atau terlalu terpuruk dengan cacian yang diberikan pada manusia. Cinta yang mengarah pada kemaslahatan bagi manusia, bukan sekadar mengamankan diri sendiri, apalagi menjadikan orang lain sebagai korban demi kepentingan pribadi.

Baca Juga  Kiai Kholil Mengetahui Maksud Kedatangan Habib Jindan

Anas ibn Malik pun meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw bersabda, ada tiga keadaan yang siapa saja tiga keadaan itu berada pada dirinya, maka ia akan mengecap manisnya iman. Pertama, Allah dan Rasul-Nya menjadi pihak yang paling dicintainya dibanding yang lain. Kedua, tidaklah mencintai seseorang kecuali karena Allah. Ketiga, benci untuk kembali pada kekufuran, sebagaimana ia benci dileparkan ke neraka (HR. Bukhari Muslim).

Kendati demikian, saat menuju cinta yang hakiki tentu ujian itu pasti ada. Secara kasat mata, boleh jadi manusia akan mendapati dirinya dalam jalan terjal dan kesengsaraan. Namun, para sufi justru menemukan jiwa yang tenang pada cintanya di sini. Yakni cintanya yang tidak lagi tampak pada mata, telinga, lidah, melainkan panca indra yang terfokus pada hati nurani atau batinnya.

Ketika kecintaan kita kepada Rasulullah Saw begitu mendalam, maka hati akan menjadi lembut tetapi tangguh seperti karakter beliau. Pada akhirnya, semoga kita senantiasa diberi hati yang selalu mencintai dan bershalawat padanya, sehingga cintanya mampu menerangi peta kehidupan bagi orang yang mencintainya.

Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.