Al-Biruni Sarjana Polymath

KhazanahAl-Biruni Sarjana Polymath

Membaca para ilmuwan Muslim dalam sejarah itu kerap dibuat takjub dan ajaib. Pasalnya, mereka kerap tercatat sebagai seorang ahli yang tidak menguasai satu bidang saja, melainkan beberapa bidang atau istilah lainnya sarjana polymath. Salah satunya adalah Al-Biruni, ilmuwan Muslim asal Uzbekistan, yang seabrek karyanya telah menjadi banyak rujukan para ilmuwan Timur maupun Barat masa kini.

Pada abad pertengahan Abu Raihan al-Biruni (973-1048) lahir di Khawarazm (kini wilayah Uzbekistan). Julukannya sebagai sarjana Polymath merupakan penyematan individu yang pengetahuannya kompleks dan dikenal memanfaatkan tubuh pengetahuannya untuk memecahkan masalah tertentu. Menurut catatan George Salsabila di Encyclopedia Britannica, sekitar 146 judul karya al-Biruni. Sayangnya, tidak semua karya al-Biruni dapat terselamatkan dan diterbitkan.

Ada hal mendasar mengapa ilmuwan Muslim zaman dahulu begitu antusias menguasai banyak bidang, bukan sekadar khazanah keislaman. Sebagaimana yang diungkap Sumanto al-Qurtuby, dikarenakan dulu belum ada pembedaan ilmu-ilmu keagamaan dan ilmu-ilmu sekuler, sehingga spirit kala itu, para sarjana dan murid-murid Muslim hanya mempelajari ilmu pengetahuan tanpa ada embel-embel “ilmu sekuler” atau “ilmu agama”.

Sebenarnya, ilmu apapun itu baik dipelajari dan akan bermanfaat jika tidak bertujuan untuk mencari kelemahan atau digunakan untuk perbuatan kriminal, semisal para orientalis yang meneliti al-Quran, tetapi justru bertujuan untuk menghancurkan Islam atau meracik ramuan untuk meracuni manusia.

Tingginya budaya ilmiah dan pemikiran kritis di kala itu, mengantarkan al-Biruni mengembangkan diri untuk belajar matematika, filsafat, geografi, lantas ia mulai bekerja di bidang astronomi. Al-Biruni dikenal sebagai orang pertama yang menghitung arah kiblat secara akurat dengan teori trigonometri bola. Di sisi lain, ia populer sebagai pengkaji ilmu falak, terkait waktu ibadah, hisab atau rukyah, juga ilmuwan antropolog, yani ilmu-ilmu yang mengkaji tentang manusia.

Baca Juga  Memaknai Hijrah ala Nyai Nur Rofiah

Di antara beberapa karya al-Biruni di berbagai bidang, seperti I-tsar al-Baqiyah an al-Qurun al-Khaliyyah (semacama etnologi, tentang peradaban dan kebudayaan umat terdahulu) al-Jamahir fi Ma’rifati al-Juwahir (ilmu pertambangan), as-Syadala al-Thib (farmasi dalam ilmu kedokteran), al-Maqalid Ilm al-Hai’ah (tentang perbintangan), al-Kusuf wa al-Hunud (kitab tentang pandangan india mengenai peristiwa gerhana bulan), dan kitab al-Hind atau Indica alias buku India (judul aslinya Tahqiq ma lil Hind min Maqulah Ma’qulah fi al-aql am Mardzulah).

Walhasil, hadis Nabi SAW yang mengatakan sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia lainnya (HR. Bukhari) adalah motivasi untuk menghidupkan kembali sarjana Muslim polymath. Oleh karena itu, kiranya tidak perlu membeda-bedakan siapa ilmuwan yang lebih terhormat antara ilmuwan agama ataupun ilmuwan bidang umum. Sebab ilmu yang diamalkan dan dapat memberikan pencerahan itu sama manfaatnya bagi umat manusia.

Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.