Rasulullah Pun Tidak Mau Melaknat

KolomRasulullah Pun Tidak Mau Melaknat

Kita tengah dihadapkan dengan keadaan penuh getaran kebencian. Saat berselancar di media sosial misalnya, fenomena tersebut akan mudah sekali didapati. Satu kubu menyerang kubu lain yang tak sepaham. Penceramah mengutuk pihak yang tak disukainya. Sumpah serapah pun menjadi hal yang sangat mudah ditemui di kolom-kolom komentar. Lebih ironis lagi, ada kalangan yang ringan sekali menyesatkan dan mengafirkan saudara sesama Muslim. Lalu, pada siapa sebenarnya mereka berkiblat, jika Nabinya saja penebar rahmat dan Tuhannya Maha Kasih?

Tentunya Rasulullah Muhammad bukan teladan pengumbar laknat. Dalam suatu riwayat, dikisahkan ada sahabat mendatangi Nabi, mengadu tentang kaum musyrik yang mengusik umat Muslim. Sahabat tadi berharap agar laknat menimpa orang-orang musyrik tadi. Hingga Rasulullah pun diminta untuk berdoa agar laknat diturunkan kepada mereka. Mengingat, doa yang Nabi panjatkan itu mustajab. Permintaan itu pun ditolak oleh Rasulullah SAW.

Lebih lanjut Imam Muslim menceritakan dalam catatan hadisnya. Dikisahkan, bahwa Rasulullah SAW diminta untuk melaknat orang-orang musyrik, kemudian Nabi menjawab: “Sesungguhnya aku diutus bukan untuk menjadi pelaknat, melainkan aku hanya diutus untuk menjadi rahmat. Ya Allah, ampunilah kaumku karena sesungguhnya mereka tidak tahu.”

Kiranya sabda ini jelas dan tidak berbelit. Ketika menyatakan diri sebagai rahmat, Nabi menggunakan kata “innama“. Dalam kaidah bahasa Arab, lafaz “innama” memberi makna “al-hashru” (pembatasan) pada kalimat setelahnya. Dengan kata lain, Nabi tidak mungkin mengumbar laknat karena kehadirannya hanya untuk menjadi rahmat.

Nabi diutus untuk mendekatkan manusia kepada Allah dan rahmat-Nya, bukan sebaliknya. Melaknat berarti menjauhkan dari rahmat, yang berarti berseberangan dengan tugas Nabi. Jika demikian, lalu bagaimana mungkin Nabi melaknat? Tidak hanya bagi umat Muslim, tapi Rasulullah diutus untuk seluruh umat manusia dan alam raya. Maka dari itu, Nabi pun tak membalas dengan laknat bahkan kepada kaum musyrik yang mengganggu masyarakat Muslim. Kasih sayang Nabi memang adil.

Tugas sebagai agen rahmat pun dikukuhkan oleh firman Allah yang tak asing lagi di telinga kita. Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam (QS. Al-Anbiya’: 107).

Selain itu, ada pula momen ketika Allah meluruskan kemarahan Nabi. Sedih, terpukul, dan marah berpadu dalam diri Nabi ketika pamannya, Sayyidina Hamzah bin ‘Abdul Muthalib terbunuh di perang Uhud dan jenazahnya diperlakukan secara kejam. Perutnya dibelah, hatinya dikeluarkan dan dikunyah oleh Hindun bin Utbah sebagai bentuk balas dendam karena ayah Hindun yang musyrik mati di tangan Hamzah saat perang Badar.

Baca Juga  Lampu Hijau! Pemerintah Izinkan Tarawih Berjamaah dan Mudik Lebaran

Karena rasa marah dan sedih yang luar biasa itu kemudian Nabi berdoa agar Allah menghukum dan mengutuk tokoh-tokoh musyrik. Demikian Imam Bukhari meriwayatkan dalam kitab hadisnya. Lalu turun surat Ali Imran 128-129 untuk meluruskan sikap Nabi tersebut. Allah menegaskan apa yang akan menimpa kaum musyrik tersebut bukan menjadi urusan Nabi Muhammad.

Tugas Nabi adalah menyampaikan risalah serta menjadi rahmat sekalian alam. Artinya, Allah pun tidak membenarkan doa yang Nabi panjatkan tadi, sekalipun doa itu beliau ucapkan karena rasa terpukul yang mendalam, yang wajar secara psikologis.

Dalam Tafsir al-Misbah, Quraish Shihab mencatat, setelah ayat itu turun, Nabi tak sekalipun mendoakan buruk pada seseorang. Kita pun secara otomatis terlarang melaknat siapapun dan apapun. Default Nabi Muhammad adalah utusan penebar rahmat. Karena itu Allah selalu menjaga, mendidik beliau, serta meluruskan saat terjadi hal yang tak semestinya.

Hobi melaknat itu berbahaya dan akan berimbas pada si pelaku. Kesaksiannya kelak tak berlaku dan di akhirat ia juga tak bisa menjadi penolong bagi saudara mukminnya. Diriwayatkan dari Abu Darda’ RA, dia berkata, “Saya pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya para pelaknat itu tidak akan dapat menjadi syuhada (orang-orang yang menjadi saksi) dan tidak pula dapat memberi syafaat pada hari kiamat kelak”. (HR. Muslim).

Tukang laknat akan turun derajat kebaikan dan ketakwaan, meskipun ia ahli keduanya. Laknat dan caci maki termasuk sebab terbesar kefasikan. Fasik berarti seseorang telah bermaksiat dan keluar dari batas-batas syariat. Sebagaimana hadis Nabi, beliau bersabda, Mencela orang Muslim adalah kefasikan dan membunuhnya adalah kekufuran. (HR. Bukhari-Muslim).

Rasulullah adalah kompas akhlak yang utama. Banyak orang mengaku sebagai umat Nabi, tapi perilakunya mengkhianati ajaran mulia yang beliau gariskan. Kita perlu terus membuka khazanah kenabian untuk memastikan tidak salah jalur dalam berlaku. Rahmat dan laknat adalah dua hal yang berseberangan. Nabi Muhammad adalah agen rahmat. Bagi yang mengaku umatnya, jangan sekali-kali melaknat. Wallahu a’lam. []

Khalilatul Azizah
Khalilatul Azizah
Redaktur Islamramah.co || Middle East Issues Enthusiast dengan latar belakang pendidikan di bidang Islamic Studies dan Hadis. Senang berliterasi, membahas persoalan sosial keagamaan, politisasi agama, moderasi, khazanah kenabian, juga pemikiran Islam.
Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.