Jurnalisme Humanis Jakob Oetama

KolomJurnalisme Humanis Jakob Oetama

Tepat satu tahun lamanya, Jakob Oetama telah pergi menemui sang Tuhan (09/09/2020). Kabar duka itu, membuat pilu seluruh masyarakat Indonesia. Pasalnya, ia adalah seorang jurnalis yang tak pernah gentar memperjuangkan jiwa humanismenya. Sampai pada titik penghabisan di masa hidupnya.

Mengenang sosok yang sudah memberi manfaat untuk banyak orang itu tak ada ruginya. Jakob Oetama, pendiri Kompas Gramedia sekaligus Pemimpin Umum Harian Kompas, telah menabur kebaikan yang abadi. Meski sudah tiada, bukan berarti ia terlupakan. Faktanya, ketika membaca koran Kompas sosoknya masih hidup karena melekat pada setiap visi tulisannya.

Membaca buku Belajar Jurnalistik dari Humanisme Harian Kompas, milik Sindhunata (2019), yang menggambarkan bahwa Jakob Oetama memiliki tonggak utama dalam hidupnya atas simpanan sikap prihatin humanismenya. Menempuh jejak pendidikan humaniora, ibarat formulasi yang mentradisi dalam dirinya untuk berspektif humanisme.

selalu tampil sebagai orang yang bersahaja dan alarm humanisme. Tak henti-hentinya, ia mengingatkan kepada para wartawan untuk memakai otak dan hati dalam menjalankan tugas jurnalis.

Jakob Oetama termasuk jurnalis yang berusia cukup panjang (88),  untuk mewariskan ilmunya. Meski begitu, seribu kehadiran manusia tak dapat menggantikan sosoknya yang sama persis. Dalam pandangan Romo Sindhunata, ada beberapa hal yang kiranya dapat mewakili sosok pendiri Harian Kompas. Pertama, Jakob Oetama sejak awal memang tertarik dengan wacana humaniora, hingga ia pun tak sungkan menceburkan dirinya mengenyam pendidikan dan segala pengalamannya mudanya kental dengan tradisi humaniora.

Kendati hanya bergelar strata satu, tetapi kualitas keilmuan dan dedikasinya melebihi jenjang akademis apapun, sekalipun itu profesor. Ia mendapat banyak penghargaan yang layak diterimanya, seperti Doktor Honoris Causa pada tahun 2003 dari Universitas Gajah Mada (UGM), karena wawasan jurnalistik humanismenya yang khas dan berlandaskan filsafat politik tertentu. Kemudian penghargaan CEO terbaik dari majalah SWA, Synovate, dan Dunamis, karena telah mampu menunjukkan kinerja dan kepemimpinan terbaik bagi perusahaan masing-masing serta beberapa penghargaan lainnya.  

Kedua, obsesinya tentang pencerahan. Di kala orang-orang sibuk dengan obsesi yang menguntungkan dirinya sendiri misal dengan jabatan, popularitas, dan sebagainya, Jakob justru terobsesi dengan pencerahan yang harus memberi kemaslahatan bagi orang lain. Sebuah tulisan tidak semestinya berlarut-larut menggambarkan konflik tanpa solusi. Hal yang dibutuhkan masyarakat itu solusi agar mereka tercerahkan. Ini juga yang dapat menjadi alasan mengapa Harian Kompas tetap menjadi surat kabar terbaik, karena ia konsisten dan teguh memegang prinsipnya untuk memberikan pencerahan dan menampilkan gaya bahasa yang cakap.

Ketiga, cita-citanya agar para wartawannya tak kering akan kekayaan hati dan emosi manusia yang mereka hadapi. Sebagaimana penghargaan yang ia dapat di atas menjadi CEO terbaik, Jakob memang sangat perhatian kepada karyawannya. Mereka sudah dianggap sebagai anak sendiri, terutama kepada para wartawan yang kerap kali menghadapi banyak orang untuk dimintai wawancara harus memiliki kelapangan, boleh jadi ia akan menemukan banyak penolakan daripada narasumber untuk diwawancarai.

Baca Juga  Maraknya Pernikahan Dini, Mengancam Masa Depan Bangsa

Seorang jurnalisme boleh jadi salah, tetapi mereka tidak boleh berbohong. Jakob memimpikan Indonesia kecil dalam Kompas Gramedia (KG) sebagai komunitas kejujuran. Tidak menjual berita dengan istilah yang kita kenal kini bad news is a good news, demi menaikkan rating atau popularitas. Tak ayal, bila Harian Kompas digelari sebagai perusahaan yang jujur karena rajin membayar pajak. Padahal, katanya bisa saja ia mengelabui Dirjen Pajak agar perusahaannya lebih mendapat banyak untung. Namun, ia tidak menginginkan itu, supaya hidup menjadi berkah prinsip kejujuran harus dipegang teguh.

Memang benar, orang yang baik itu terlihat murni ketika ia telah meninggal. Meski pendapat orang lain tidak bisa mengukur kadar diri seseorang, akan tetapi hal tersebut dapat menjadi kredibilitas karena secara tiba-tiba banyak mereka dari para karyawan biasa yang jauh dari jabatan tinggi, melayangkan ucapan terima kasih karena telah membantu memberikan biaya pendidikan untuk anaknya tanpa syarat, termasuk kepada mereka yang membutuhkan biaya karena sakit dan lainnya, andil Jakob tampak selalu membuntuti.

Dalam buku Bapak Jakob Oetama, Kisah Kecil Bermakna Besar (2020) tertulis, “Selamat jalan Pak Jakob. Terima kasih sudah membiayakan saya sejak TK sampai kuliah”. Kata sederhana itu diunggah dalam instagram tepat setelah beredarnya kabar kewafatan Jakob Oetama. Saya tak menyangka ada sosok pemimpin yang sedemikian perhatian kepada para pekerjanya.

Nilai-nilai humanisme Jakob Oetama sungguh nyata. Kebaikannya akan dikenang abadi oleh banyak orang. Walaupun saya hanya sebagai pembaca dari karyanya dan karya anak didiknya, tetapi merasa sangat terenyuh mendengar kisah mulianya. Nurani kebaikannya sungguh mengetuk hati siapapun.

Seperti pesan yang selalu Pak Jakob amanatkan kepada wartawannya, apa yang berasal dari hati akan sampai ke hati. Ia meminta kepada para jurnalis agar menulis dengan sejujur-jujurnya berdasarkan hati nurani, segala kepemilikan yang terjadi di masyarakat bawah harus tersampaikan dalam Kabar Harian Kompas, siapa lagi yang akan mendengar suara mereka dan sebagai penyambung lidah kalau bukan para wartawan yang mencoba menyampaikan kepada publik dan pejabat kelas elite.

Menurut Pak Jakob, terkadang rakyat bawah tidak tahu bagaimana cara menyampaikan keluh-kesahnya dengan baik. Itu sebabnya, wartawan Harian Kompas dididik untuk melihat realitas sosial yang ada dengan keterbukaan hati nurani. Jakob melihat adanya harapan besar kepada para jurnalis sebagai penyambung lidah rakyat bawah untuk menyampaikan segala aspirasinya dan mendapatkan hak-hak keadilan yang terabaikan.

Demikian Jakob Oetama sosok jurnalis humanis yang sejati. Pada akhirnya, semoga kita dapat meneladaninya sebagai sosok yang inspiratif dan gigih memperjuangkan hak-hak kemanusiaan dengan segala kapasitas kemampuan yang kita miliki.

Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.