Fandom K-pop yang Tetap Shaleh

KolomFandom K-pop yang Tetap Shaleh

Suatu hari, salah seorang murid mengaji saya yang seorang fans BTS bertanya, “Kak, k-pop  itu halal tidak ya?”. Ada kegelisahan bercampur penasaran yang saya tangkap dari raut wajahnya. Saya langsung tersenyum agar suasana rileks kembali. Pertanyaan tersebut juga membawa saya menyelam ke dalam pikiran. Ada banyak sekali remaja Muslim yang rajin sembahyang dan mengaji, sekaligus mencintai K-pop. Seperti murid saya satu ini. Tidak dipungkiri, mereka juga kadang merasakan disintegrasi antara menjadi penggemar K-pop, sekaligus menjadi Muslim yang shaleh.

Pada dasarnya, memang ada kesenjangan yang besar antara nilai-nilai Islam dan konten K-pop. Music K-pop menunjukkan nilai-nilai komersial barat, kapitalisme, fashion, dan koreografi yang sedemikian rupa dan tidak pernah muncul di media Islam. Oleh karena itu, K-pop jelas mewakili budaya yang sangat berbeda dari Islam. Tetapi bagi saya, ketertarikan banyak remaja Muslim pada budaya K-pop telah menciptakan suatu dialektika yang menarik. Di Indonesia, remaja Muslim menjalankan ibadah harian dengan taat, dan juga menikmati musik pop Korea dengan penuh semangat.

Konteks sejarah dan sosial Islam Indonesia memberikan petunjuk tentang bagaimana bangsa negeri ini bisa terbiasa dengan dialektika budaya maupun agama. Sejak Islam terintegrasi di Indonesia pada abad ke-13, Islam Indonesia berkembang secara kompleks dan multikultural. Maka dari itu, tidak heran jika Muslim negeri ini mampu memegang teguh ajaran agamanya, sambil tetap menikmati hobi dan hiburan yang ada pada berbagai budaya. 

Di negara manapun, kaum muda cenderung meninggalkan institusi keagamaan. Seperti banyak tesis yang menyatakan bahwa kekuatan agama menurun di abad ke-21. Sebaliknya, di negeri kita, anak muda tetap memiliki keyakinan agama yang baik. Sebuah penelitian yang secara spesifik meneliti remaja Muslim yang mencintai K-pop di Indonesia, menemukan bahwa fandom k-pop Muslim negeri kita ini, kuat dalam iman dan serius dengan kegiatan keagamaan. Penelitian menarik itu berjudul K-Pop Fandom in Veil: Religious Reception and Adaptation to Popular Culture (2019). Salah satu fakta paling mencolok yang ditemukan penelitian ini adalah ketaatan beragama kaum muda di Indonesia yang tergabung dalam fandom K-pop. 

Sunny Yoon, sang peneliti, kagum dengan semua remaja SMA yang menjadi objek penelitiannya. Meskipun mereka ini senang menonton konten K-Pop setiap hari, Mereka ternyata bangun jam 4.30 pagi dan membersihkan diri untuk shalat. Semua peserta menganggap shalat 5 waktu penting dalam hidup mereka. Mereka mensakralkan Ramadhan, dan beberapa dari menjalankan puasa tambahan rutin mingguan. Setengah dari siswa senang meluangkan waktu untuk sholat sunnah dan belajar Quran. Mereka juga tidak meniru penampilan atau gaya hidup yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam yang telah diajarkan kepada mereka. Para gadis memang senang bereksperimen dengan gaya idol, namun itu hanya dilakukan di dalam rumah mereka.

Inilah yang saya sebut sebagai dialektika yang menarik antara Muslim dan budaya K-pop. Mereka mampu menciptakan ruang pribadi untuk mengadaptasi budaya K-pop, dan menyesuaikannya agar tidak melawan norma agama yang berlaku. Selera budaya kaum muda Muslim terhadap K-Pop setidaknya menyiratkan bahwa remaja Muslim kurang tertarik dengan konservatisme, kekerasan, dan radikalisme agama. Mereka lebih tertarik pada kreativitas, seni, dan inovasi.

Baca Juga  Belajar Toleransi di Bulan Ramadhan

Terlepas dari berbagai isu demam korea (Korean Wave) yang mengglobal, kita patut mengapresiasi remaja Muslim tanah air yang tetap berdedikasi dalam menjalankan ibadah hariannya, sambil menikmati K-pop dengan gembira. Kita dapat memahami bahwa, menggemari K-pop merupakan strategi mereka untuk merangsang visi masa depan. Idola Korea adalah model bagi mereka untuk memiliki energi dan ketekunan dalam kehidupan sehari-hari. 

Sebenarnya, belum banyak literatur keislaman yang membahas K-pop. Konsep dasar K-pop tidak jauh berbeda dari penampilan hiburan musik dan nyanyian yang dinilai tidak haram untuk dinikmati. Selama aktivitas menikmati hiburan itu tidak dilakukan dengan hal-hal haram seperti miras, judi, gairah seksual, atau prostitusi. 

Menurut sebagian ulama, diantaranya Yusuf Al-Qaradhawi, Islam membuka ruang untuk kegembiraan, begitupun musik dan nyanyian sebagai unsur seni yang wajar untuk dinikmati. Kecintaan pada keindahan suara dan irama hampir merupakan naluri manusia. Seorang bayi dibuai dan ditenangkan dengan suara lagu pengantar tidur. Ibu selalu memiliki kebiasaan bernyanyi untuk bayi dan anak-anak. Bahkan burung dan hewan pun senang mengeluarkan suara-suara yang berirama.

Sejauh ini, K-pop memang digemari sebagai hiburan. Sama seperti dangdut, sepakbola, dan taman rekreasi. Pada dasarnya, manusia memang membutuhkan waktu untuk bersantai dan bersukacita. Nabi SAW berkata kepada Hanzalah yang menganggap dirinya munafik karena Nabi SAW menikmati kebersamaan bersama pada istri dan anak-anaknya, “Wahai Hanzalah! Sebagian dari waktumu perlu diluangkan (untuk urusan duniawi) dan sebagian waktu harus dikhususkan untuk shalat dan doa. (HR. Muslim).

Waktu senggang dapat dimanfaatkan untuk menyegarkan hati dan sekaligus meredakan ketegangan. Ketegangan dan usaha yang berlebihan membuat hati bosan dan buta. `Ali Bin Abi Thalib pernah mengatakan “Hiburlah dirimu untuk beberapa waktu, karena jika hati terkena terlalu banyak ketegangan, mereka menjadi buta”. Menghibur diri dapat menyegarkan dan memperbaharui kekuatan dan semangat. Abu Ad-Darda’, salah seorang sahabat Nabi SAW juga mengatakan “Saya menyegarkan diri dengan beberapa hiburan untuk membuat diri saya lebih kuat di jalan yang benar.” (Syekh Yusuf al-Qaradawi, Halal wal Haram fil Islam)

Pada intinya, tidak seperti Barat yang telah mencapai pemisahan antara sakral dan sekuler, Islam tidak pernah memisahkan doktrin agama dari praktik keagamaan. Agama selalu  terlibat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Dalam praktiknya, keyakinan agama dan hiburan tidak saling bertentangan. Banyak anak muda Indonesia adalah Muslim taat, dan pada saat yang sama juga sebagai penggemar berat K-pop. Hal demikian merupakan dialektika yang unik dari fluiditas ajaran Islam.

Kesimpulannya, pertanyaan dari murid saya di awal “apakah K-pop halal?” saya jawab begini saja, “Selama ade tetep rajin sholat, mengaji, dan berperilaku baik, K-pop gak haram kok. Suka K-pop boleh-boleh aja asal tidak berlebihan dan menyebabkan kita melakukan hal-hal yang dilarang ya. Ade tetep bisa shaleh walaupu fandom K-pop!.”

Selvina Adistia
Selvina Adistia
Redaktur Islamramah.co. | Pegiat literasi yang memiliki latar belakang studi di bidang Ilmu al-Quran dan Tafsir. Menuangkan perhatian besar pada masalah intoleransi, ekstremisme, politisasi agama, dan penafsiran agama yang bias gender.
Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.