Pancasilais, Membela Kemanusiaan

KolomPancasilais, Membela Kemanusiaan

Dalam kehidupan sehari-hari, kita pasti pernah mendengar, atau melihat, bahkan terlibat dalam berbagai aksi pelanggaran terhadap kemanusiaan, entah itu sebagai korban, maupun pelaku. Ditambah dengan perkembangan teknologi yang kian pesat, pelanggaran-pelanggaran seperti diskriminasi kerap dialami oleh siapapun di media sosial. Melihat hal ini, saya merasa bahwa banyak yang telah benar-benar melupakan jati diri bangsa, yaitu Pancasila. Sebab, Pancasila merupakan ideologi yang mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan.

Nilai-nilai kemanusiaan memang selalu menjadi isu yang menarik untuk dibicarakan. Keberadaan nilai-nilai yang agung ini tidak hanya mampu mempengaruhi kelangsungan hidup manusia, tetapi juga mampu melahirkan sesuatu yang selalu hidup dalam setiap pemikiran, kajian, dan tindakan praktis dari masa ke masa. Nilai-nilai kemanusiaan selalu diidamkan oleh setiap manusia dalam menciptakan suatu tatanan teratur, dinamis, dan progresif. Tatanan yang pada dasarnya menekankan pada pesan-pesan perdamaian, keadilan, ketertiban, kebebasan, dan pesan-pesan kemanusiaan lainnya.

Beruntungnya bangsa ini memiliki dasar negara yang sangat mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan. Pancasila sangat menghormati hak dan kewajiban asasi setiap warga negara maupun bukan warga negara Indonesia. Pancasila menjamin hak dan kewajiban asasi manusia melalui nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.

Oleh karena itu, nilai-nilai yang ada perlu dipahami dan diamalkan oleh semua warga negara, mengerti dan menyadari bahwa Pancasila sebagai sumber nilai, baik nilai dasar yang bersifat abadi dalam Pembukaan UUD 1945, nilai instrumentalnya, maupun nilai praksisnya dalam kehidupan sehari-hari yang nyata dilaksanakan oleh masyarakat luas.

Pengamalan sila kemanusiaan yang adil dan beradab, tentu mengandung nilai yang sangat mendalam, yaitu nilai kesamaan derajat maupun kewajiban dan hak, cinta mencintai, hormat menghormati, keberanian membela kebenaran dan keadilan, toleransi, dan gotong royong. Nilai kemanusiaan yang adil mengandung makna bahwa hakekat manusia sebagai makhluk yang berbudaya dan beradab harus berkodrat adil.

Mengutip ungkapan Pramoedya Ananta Toer bahwa “Seorang terpelajar harus sudah berbuat adil sejak dalam pikiran, apalagi dalam perbuatan”. Seharusnya, nilai-nilai baik ini dijadikan sebagai pedoman bagi kita dalam bersikap dan berperilaku di manapun itu. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan persamaan kewajiban antara sesama manusia. Sebab, semua orang memiliki derajat yang sama dan persamaan hak di dalam menentukan hidupnya kearah yang lebih baik atau lebih buruk.

Setiap orang memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan, memiliki agama, dan antara sesama manusia berhak untuk membantu orang lain yang tengah mengalami kesusahan, serta berhak memberikan pertolongan kepada orang yang membutuhkan dengan hati yang ikhlas. Yang perlu kita tanamkan di hati, yaitu semua orang yang hidup di dunia ini, semuanya sama.

Selain itu, perlunya sikap saling mencintai sesama manusia. Nilai ini harus diwujudkan demi terciptanya perdamaian. Manusia terkadang harus mengerti terhadap manusia lainnya dalam kehidupan untuk mencegah manusia dari perbuatan atau sesuatu yang buruk. Saling mencintai sesama manusia memiliki ruang lingkup yang luas, mencintai seseorang bukan hanya orang terdekat saja, melainkan setiap orang yang dijumpai juga harus dicintai agar tercipta suatu kerukunan dalam hidup bermasyarakat dan bernegara.

Baca Juga  Nasionalisme Sepakbola Bung Karno

Kemudian, mengembangkan sikap tenggang rasa. Manusia menyukai rasa damai dalam dirinya, maka manusia tersebut pasti akan merasa nyaman, menerima tanpa membeda-bedakan. Dengan tenggang rasa, maka kita dapat meminimalisir rasa semena-mena. Dalam mengembangkan sikap tenggang rasa, diperlukan sikap baik dalam melakukan segala hal seperti menghargai perasaan orang lain, dan menghormati.

Nilai-nilai yang terdapat dalam sila kedua ini, jika kita semua implementasikan, tentu sangat memberikan pengaruh yang luar biasa bagi bangsa Indonesia. Ketika semua manusia dapat memandang manusia lain secara utuh, dan penuh cinta. Maka, tidak akan ada lagi sikap saling merendahkan yang dapat memicu perpecahan hanya karena perbedaan. Misalnya, perlakuan diskriminatif yang kerap dirasakan oleh masyarakat Papua.

Bahkan, kasus pelecehan terhadap perempuan yang banyak terjadi, di manapun dan kapanpun tentu sangat jelas merupakan pelanggaran terhadap nilai-nilai kemanusiaan. Ketika perempuan dilihat sebagai kaum yang lemah, yang bisa dilecehkan kapan saja, dan hal itu dinormalisasi oleh lingkungan sekitar, ini tentu menjadi persoalan besar. Bagaimana tidak? Perempuan sebagai korban, jelas tidak dipandang sama oleh manusia lain, dengan tidak mendapatkan perlindungan atas rasa aman dan keadilan. Hal ini, jelas tidak sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan.

Dibalik pelanggaran-pelanggaran yang terus terjadi, sebenarnya, tidak sedikit juga yang masih konsisten dalam menyuarakan isu kemanusiaan, sekalipun banyak yang mengancam dan menghajar. Misalnya, Agri Merinda, ia merupakan seorang influencer yang sering menyuarakan hak-hak minoritas. Membahas isu perempuan, LGBT, dan lain sebagainya. Namun, yang ia dapat selalu kecaman dari pihak yang merasa dirinya paling benar dan suci.

Selain itu, berbicara kemanusiaan, saya juga teringat teman saya yang sudah tenang di sisi-Nya. Saya merinding ketika orang tuanya menceritakan keberanian anaknya melawan penguasa untuk melindungi masyarakat kecil. Dengan jiwa kemanusiaan yang tinggi, ia melawan para penguasa yang hendak menggusur tanah warga secara paksa. Memutuskan kuliah di jurusan hukum dengan tujuan mulia, yaitu melindungi masyarakat di lingkungannya agar tidak diperlakukan sewenang-wenang. Sampai akhirnya ia dipanggil oleh sang pencipta diusianya yang masih sangat muda dalam kondisi kobaran semangat perjuangan yang luar biasa. Tapi, saya dan teman-teman merasa ia tidak akan pernah mati karena semangat perjuangannya akan terus hidup, meski dalam raga yang berbeda.

Dengan demikian, tentu ini menjadi tantangan bagi kita bersama, khususnya untuk para anak muda. Kaum muda harus dapat meneruskan perjuangan bangsa ini dengan cara menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila. tidak lagi mengotak-otakan, menghujat manusia lain yang menurutnya berbeda, melecehkan manusia lain yang dianggap lemah, dan merampas paksa yang bukan haknya.

Sebagaimana yang dikatakan Bung Karno bahwa “Nasionalis sejati adalah nasionalis yang nasionalismenya itu bukan semata-mata suatu copie atau tiruan dari nasionalisme Barat, akan tetapi timbul dari rasa cinta akan manusia dan kemanusiaan”. Maka dari itu, yuk, jadi anak muda yang Pancasilais. Pancasilais bukan sekadar hafal Pancasila ya, tapi juga mengimplementasikan nilai-nilai yang ada di dalamnya, dan membela serta memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan.

Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.