Kesetaraan Rasial dalam Islam

KolomKesetaraan Rasial dalam Islam

Pertukaran pandangan dunia, produk, pemikiran, dan aspek-aspek kebudayaan di era globalisasi saat ini, telah menghantarkan identitas kearaban sebagai salah satu identitas surgawi, khususnya di kalangan umat Islam. Aggapan bahwa dalam Islam ada superioritas orang Arab, merupakan kekeliruan yang terus dipertahankan dalam benak Muslim awam. Tidak jarang pula, terdengar beberapa orang Arab, di era kesadaran ras saat ini, menyebut orang ras lain sebagai ‘abid (budak) atau menggunakan istilah merendahkan lainnya. Padahal, tindakan dan gagasan rasis semacam itu sama sekali tidak memiliki dasar dalam Islam. 

Beberapa orang yang memanfaatkan wacana klasik ‘kehebatan orang Arab’ untuk tujuan sombong atau tidak benar. Beberapa riwayat terkait juga sebenarnya penuh manipulasi, seperti yang berbunyi, Yang terbaik di antara orang-orang adalah orang Arab. Riwayat yang berlebihan seperti itu mencirikan kebohongan dalam tradisi hadis, Asy-Syaukani dalam bukunya al-Fawaid al-Majmu’ah (1/414), menyebut bahwa riwayat ini dibuat-buat alias maudhu’

Islam adalah agama egaliter dalam arti menentang semua bentuk rasisme, kesukuan, doktrin dan ideologi merusak, yang menghasut kesombongan suatu kaum terhadap kaum lain. Al-Quran dan Sunnah secara konsisten menyampaikan pesan tentang persamaan standar semua orang. Kebenaran atau ketakwaan menjadi satu-satunya fitur pembeda yang membuat seseorang lebih baik dari yang lain, sebagaimana yang terangkum dalam surat al-Hujurat ayat 13.

Ayat tersebut beserta banyak lagi teks hadis lainnya, jelas menunnjukkan penolakan Islam terhadap hierarki berdasarkan ras atau garis keturunan. Berdasarkan riwayat Abu Nadrah, Rasulullah SAW bersabda, wahai orang-orang, Tuhanmu satu danTidak ada kebaikan orang Arab atas orang asing, atau orang asing atas orang Arab, atau kulit putih di atas kulit hitam, atau kulit hitam di atas kulit putih, kecuali karena kebenaran (HR. Ahmad)

Memang dalam beberapa teks Islam, ada bukti bahwa Allah memberikan keutamaan suatu bangsa atas yang lainnya. Misalnya firmannya yang berbunyi, Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim dan keluarga Imran melebihi segala umat (pada masa masing-masing) (QS. Ali Imran 3:33). Allah lebih menyukai beberapa bangsa daripada yang lain melalui wahyu ilahi ini, tapi itu tidak berhubungan dengan ras, suku, atau garis keturunannya semata. Sebab, Allah SWT hanya menyukai golongan tertentu itu karena perbuatan benar dan keshalihan mereka. 

Baca Juga  Hadis Tasyabbuh Bukan Untuk Klaim Murtad

Keutamaan itu hilang dengan hilangnya kebenaran, ketakwaan, keimanan, kebajikan, agama, ilmu, cinta, kesempurnaan spiritual, dan kualitas kebenaran lainnya. Itulah sebabnya bangsa Israel, yang awalnya diunggulkan oleh Allah SWT, akhirnya jatuh dari kasih sayang karunia itu. Bukan semata-mata karena rasnya atau identitas etnisnya yang hilang. 

Bahkan di antara para ulama klasik, tidak ada yang lebih unggul karena genetik atau garis keturunan fisik etnis Arab, yang menjadikan mereka lebih baik dari yang lain. Seperti yang telah disebutkan, satu-satunya kualitas untuk membuat seseorang lebih baik adalah kebenaran dan kebajikan. Orang Arab mungkin lebih baik dari yang lain, pada saat Islam diturunkan dan sejauh mereka mempertahankan kualitas-kualitas yang benar ini.

Salah satu contoh terbaik bahwa tidak ada rasisme dalam Islam, berasal dari sahabat baik Bilal ibn Rabah. Bilal awalnya adalah seorang budak Afrika, kelas terendah dalam masyarakat Arab, tetapi setelah masuk Islam ia bangkit menjadi pemimpin Muslim yang dicintai karena pengetahuan, kesalehan, dan karakternya. Sebagian besar ahli hukum Muslim yang paling terkenal di tahun-tahun awal pun dibebaskan dari budak atau orang non-Arab. Ulama terkenal, seperti Muhammad ibn Sirin, al-Bukhari, al-Ghazali, dan banyak lainnya adalah keturunan non-Arab, namun kontribusi ilmiah mereka terhadap Islam lebih besar daripada mayoritas etnis Arab.

Singkatnya, Islam menjunjung tinggi persamaan yang melekat pada suku, ras, dan etnis. Satu-satunya kualitas yang membuat seseorang lebih baik dari yang lain adalah ketakwaan. ‘Keutamaan Arab’ dari wacana klasik dan muncul kembali di dunia modern cukup problematis, karena telah digunakan untuk alasan yang menyimpang. Dengan demikian, umat Islam tidak membutuhkan wacana ini. Sebaliknya, Muslim harus mengikuti bahasa Alquran dan Sunnah yang jelas-jelas mengungkapkan kesetaraan semua orang, serta kebajikan yang membuat setiap manusia bisa menjadi orang hebat.

Selvina Adistia
Selvina Adistia
Redaktur Islamramah.co. | Pegiat literasi yang memiliki latar belakang studi di bidang Ilmu al-Quran dan Tafsir. Menuangkan perhatian besar pada masalah intoleransi, ekstremisme, politisasi agama, dan penafsiran agama yang bias gender.
Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.