Jiwa itu Dipelihara, Bukan Dibom

KolomJiwa itu Dipelihara, Bukan Dibom

Aksi terorisme kembali menghebohkan masyarakat Tanah Air. Bom bunuh diri meledak tepatnya di halaman gereja Katolik di Makassar, Sulawesi Selatan. Ketika berita pengeboman tersiar, banyak orang mengecam tindakan tersebut. Terorisme yang mengatasnamakan agama ini begitu jelas dan nyata, mengabaikan keselamatan jiwa dan raga. Berbanding terbalik dengan kemaslahatan yang menjadi tujuan ajaran Islam.

Tak dapat dipungkiri, tujuan utama syariat Islam adalah kemaslahatan manusia di dunia dan akhirat. Karenanya, tidak heran apabila sebagian ulama menamakan Islam sebagai agama untuk kemanusiaan. Sebab substansi atau nilai-nilai kemanusiaan begitu kental dalam ajaran-ajarannya. Di samping ajaran tentang ketauhidan.

Salah satu tujuan syariat Islam (maqashid al-syari’ah) yang dimaksud adalah memelihara jiwa (hifdz al-nafs). Sejalan dengan misi Rasulullah SAW dalam menyampaikan dakwah Islam pada saat itu. Beliau berusaha menjaga jiwa-jiwa manusia dan memelihara agar tetap hidup. Secara khusus kita dapat membaca dan memahami sejarah, bagaimana Rasulullah berjuang melawan tradisi masyarakat jahiliyyah yang kerap membunuh bayi perempuan. Mengubur mereka hidup-hidup lantaran malu dan geram.

Perlu ditekankan, kehadiran Rasulullah bukan untuk sekadar menyiarkan ajaran tauhid saja. Melainkan ajaran tentang akhlak dan etika. Ajaran tentang kesetaraan manusia. Membela dan menyelamatkan orang-orang yang lemah. Memberikan setiap manusia hak-haknya. Sedangkan hak hidup termasuk ke dalam hak fundamental setiap manusia. karenanya, jiwa manusia dimuliakan [al-Isra (17): 70].

Sedangkan bom bunuh diri yang dilakukan kaum ekstremis ini sangat jauh kaitannya dengan kemaslahatan. Tidak hanya bertentangan dengan maslahat juziyyat (maslahat individual), tetapi juga maslahat kulliyat (maslahat bagi orang banyak). Sebab bom itu tidak hanya membunuh pelakunya saja. Namun, besar kemungkinan bom itu juga meruntuhkan bangunan, melukai hewan, mematikan tumbuhan, melukai dan membunuh manusia (orang lain) secara masal. Jiwa-jiwa yang seharusnya dipelihara, justru dibom karena keliru dalam memahami Islam.

Pengeboman yang dilakukan di rumah ibadah umat Kristen tersebut cukup membuktikan, bahwa perbedaan agama dijadikan alasan pengeboman. Jika kafir, maka kaum jihadis ini wajib memeranginya. Ideologi itu sangat bertentangan dengan ajaran pokok Islam. Rasulullah SAW tidak pernah memaksa seluruh masyarakat komunitas Madinah untuk memeluk Islam. Justru, beliau menghargai dan melindungi mereka. Sebab keragaman merupakan kehendak Tuhan [al-Maidah (5): 48].

Begitu pula yang tercantum dalam khutbah Nabi Muhammad SAW saat haji wada’ atau haji perpisahan. Di mana beliau berpesan kepada para sahabat agar menjaga darah, harta, dan kehormatan sesama. Bukan hanya orang Islam, tetapi seluruh manusia. Sebab komunitas yang dibangun dan dipelihara Nabi terdiri dari beragama suku, ras, dan agama.

Baca Juga  Otonomi Perempuan ala Asiyah, Istri Fir’aun

Kewajiban memelihara jiwa dalam Islam jelas tercantum dalam al-Quran. Dan para pelaku pengeboman itu, sudah dapat dipastikan. Baik itu belum rampung belajar Islam, keliru memahaminya (memahami secara parsial), atau belajar dari guru yang salah dalam memahami Islam. Sedangkan jelas-jelas ayat al-Quran berpesan, oleh karena itu, kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya.

Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah telah memelihara kehidupan manusia seluruhnya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas. Kemudian, banyak di antara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan di muka bumi [al-Maidah (5): 32].

Meskipun ayat ini berbicara tentang perjanjian atas kaum Bani Israil, tetapi perjanjian ini, sebagaimana dikatakan Wahbah al-Zuhaili dalam Tafsir al-Munir, berlaku pula antara Nabi Muhammad dan umatnya sampai Akhir Zaman. Ibn Katsir ikut menyumbang penafsiran. Menurutnya, barang siapa yang membunuh manusia tanpa sebab, maka seakan-akan ia melenyapkan manusia seluruhnya, karena Allah tidak membedakan antara satu jiwa dengan jiwa yang lain.

Maka dari itu, pemeliharaan jiwa seorang manusia sangat penting dalam Islam. Melakukan pengeboman atau bahkan bom bunuh diri, bukan hanya merugikan diri sendiri, tetapi juga merugikan orang lain. Tindakan yang dikiranya membela agama Tuhan, tampaknya bertentangan dengan tujuan agama Tuhan itu sendiri.

Islam secara jelas mengajarkan kita untuk membela manusia. Memenuhi hak-hak mereka agar tidak dieksploitasi dan dikuasai kemerdekaannya oleh manusia lain. Membela orang-orang lemah yang hak-haknya dilupakan. Menolong orang-orang didiskriminasi lantaran perbedaan merupakan keniscaayaan Tuhan.

Dengan demikian, bom bunuh diri itu tidak sesuai dengan ajaran Islam. Sebagai agama rahmatan lil ‘alamin, Islam mengajarkan kita untuk memenuhi hak setiap manusia. Sedangkan hak hidup adalah hak pokok yang wajib ditunaikan. Mengebom atau membunuh manusia sama saja meniadakan hak hidup tersebut. Karenanya perlu ditekankan, jiwa itu dipelihara, bukan dibom.[]

Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.