Keliru Memahami Agama, Aksi Teror Imbasnya

KolomKeliru Memahami Agama, Aksi Teror Imbasnya

Peristiwa bom bunuh diri kembali menghebohkan publik. Tragedi ini terjadi di depan gereja Katedral Makassar. Menariknya, sebelum melangsungkan aksinya, seorang pelaku sempat berpamitan kepada orang tuanya melalui sepucuk surat. Di dalamnya ia mengatakan siap untuk mati syahid. Tak ayal, bom bunuh diri atau aksi teror tersebut bersumber dari kekeliruan dalam memahami agama.

Terlepas dari keyakinan yang dianut penulis, Islam pada dasarnya merupakan agama yang mendamaikan [Ali Imran (3): 103]. Bukan agama di mana ajarannya berisi tentang aksi kekerasan dan teror. Karenanya, ketika kita merujuk kepada al-Quran dan sunnah, maka diperlukan pemahaman yang komprehensif, bukan parsial, sehingga kita selamat dari kekeliruan.

Tak heran, hampir semua pelaku teror adalah mereka yang kurang memahami agama secara universal dan mendalam. Ketika disuguhkan terjemahan ayat al-Quran yang berbunyi, siapkanlah untuk menghadapi mereka (musuh-musuh kamu) apa yang kamu mampu menyiapkannya dari kekuatan (apa saja) dan dari kuda-kuda yang ditambat (pasukan kavaleri) agar kamu menggentarkan musuh Allah dan musuh kamu…[al-Anfal (8): 60], mereka memaknai kata menggentarkan dalam ayat tersebut sebagai izin untuk melakukan kekerasan dan teror.

Padahal, jika kita merujuk kepada pendapat para mufassir (ulama tafsir). Atau memahami ayat tersebut dengan cara mengkolaborasikan satu ayat dengan ayat dan hadis lain. Di mana teks-teks tersebut menjelaskan kondisi sosial-politik pada masa wahyu itu diturunkan, maka kita akan selamat dari perilaku ekstrem yang merugikan banyak orang.

Salah satu mufassir Tanah Air, Prof. Quraish Shihab, ikut berkomentar terkait ayat al-Quran yang disalahpahami tersebut. Menurutnya, pemahaman yang menjelaskan kata menggentarkan sebagai izin melakukan teror itu bertentangan dengan ayat-ayat yang berbicara tentang perang. Bahkan, bertentangan dengan sifat ajaran Islam yang memerintahkan penyebaran rasa damai dan rahmat bagi semesta alam.

Oleh karena itu, menggentarkan musuh dilakukan ketika musuh hendak menyerang. Sebagaimana tercantum dalam kode etik perang yang tidak boleh dilakukan, kecuali sebagai langkah defensif [al-Baqarah (2): 190]. Lebih lanjut, kekuatan yang dimaksud dalam ayat di atas, bukan untuk meneror dan menindas orang lain. Melainkan upaya menggentarkan musuh demi meredam dan meniadakan penganiayaan serta serangan dari mereka.

Baca Juga  Ziarah Sayyidah Al-Ma'shumah

Detterent effect, begitu para pakar militer menyebutnya. Sebuah strategi, di mana suatu kelompok menampilkan kekuatannya kepada lawan agar mereka berpikir ribuan kali untuk menyerang. Tak pelak, strategi ini sangat efektif dilakukan supaya kekerasan dan serangan dapat dihilangkan. Atau paling tidak, diminimalisir.

Namun, perlu diingat, ayat-ayat al-Quran dan hadis-hadis Nabi yang berbicara tentang perang hanya dapat diterapkan pada masa perang. Sedangkan ayat-ayat al-Quran dan hadis-hadis Nabi yang disampaikan pada masa damai, diterapkan pula pada masa damai. Kita tidak diperbolehkan menerapkan teks yang sejatinya berlaku pada masa perang di masa damai, seperti sekarang. Begitu pula sebaliknya.

Untuk itu, pahamilah ajaran agama, baik itu al-Quran maupun hadis secara baik dan benar. Tidak asal, sembarang, dan parsial. Sebab keliru memahami agama dapat memicu aksi teror yang menyebabkan kemudharatan bagi banyak pihak, termasuk pelaku. Padahal, kemaslahatan merupakan tujuan syariat diberlakukan.

Bom bunuh diri, salah satu bentuk terorisme, bertentangan dengan hifdz al-nafs (memelihara jiwa) yang merupakan salah satu dari lima maqashid syari’ah. Melakukannya, sama saja tidak memelihara jiwa diri sendiri dan orang lain dengan baik. Melainkan menghancurkannya. Sangat disayangkan, jiwa-jiwa yang sebetulnya dijaga, justru hilang karena keliru dalam memahami agama.

Dengan demikian, ajaran agama, khususnya Islam, seharusnya dipahami secara universal dan benar. Bahkan, kita dapat melakukan upaya deradikalisasi pemahaman al-Quran dan hadis Nabi SAW. Baik secara tulisan, maupun lisan. Bukan hanya mengutuk para pelakunya saja. Sebab keliru memahami dan memahamkan agama, aksi teror imbasnya.[]

Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.