Jaga Kedamaian di Bulan Sya’ban

KolomJaga Kedamaian di Bulan Sya’ban

Shalat sunnah di malam pertengahan bulan Sya’ban, adalah salah satu  amaliyah yang kerap dituduh bid‘ah, munkar, dan tidak ada dalilnya oleh sebagian kalangan. Padahal, masyarakat Muslim di negeri kita sejak dulu cukup antusias dengan ibadah tersebut. Hal seperti ini yang kadang membuat sebagian Muslim sibuk berdebat di media sosial daripada mengejar keutamaan bulan ini. Memang ada beragam pendapat ulama tentang ibadah khusus di malam pertengahan bulan Sya’ban. Namun, amat disayangkan apabila sebagian Muslim masih saja memperdebatkannya dan bertengkar dan melewatkan banyak keberkahan bulan Sya’ban.

Bulan Sya’ban adalah waktu yang tepat untuk mempersiapkan hati kita menjelang Ramadhan. Terutama untuk menyucikan hati kita dari dendam, kebencian, atau amarah terhadap sesama Muslim. Berbagai peristiwa bersejarah, terjadi di bulan Sya’ban. Di antaranya, peristiwa pemindahan arah kiblat dari Masjidil Aqsha di Palestina ke Ka‘bah di Arab Saudi. Bulan Sya’ban disebut-sebut juga sebagai bulan shalawat. Karena pada bulan itulah diturunkan QS. Al-Ahzab ayat 56, sebuah ayat tentang anjuran shalawat. Setiap Muslim harus memperhatikan bulan ini sebelum menyambut Ramadhan, serta menghindarkan diri dari perdebatan tidak penting seputar kontroversi seputar ibadah sunnah di malam Nisyfu Sya’ban.

Sebenarnya, prinsip menjaga kerukuan di tengah silang pendapat sesama Muslim cukup sederhana, yaitu tidak saling menuduh. Mereka yang memilih untuk tidak melakukan ibadah khusus tidak boleh menuduh Muslim lain melakukan bid’ah karena melakukan lebih banyak sholat pada malam khusus ini. Sebaliknya pula, yang memilih untuk melakukan sholat tambahan tidak boleh menuduh Muslim lainnya meremehkan sunnah Nabi SAW. Sebab, masing-masih pendapat memiliki argumen yang sama-sama berpegang pada perinsip ajaran Islam

Ada sebagian ulama yang memang tidak melegitimasi shalat sunnah malam nisyfu bulan Sya’ban, karena meragukan keaslian riwayat hadisnya. Menurut penilaian mereka, beberapa Hadis yang mengabarkan bahwa Nabi SAW melakukan slahat tertentu di malam pertengahan Sya’ban, tidak cukup kuat untuk menjamin kesunnahan shalat di malam itu. Perhatian mereka tidak lain demi menjaga keotentikan Sunnah.

Sedangkan, para ulama yang mengakui keutamaan malam ke-15 bulan Sya’ban, mencatat bahwa ada beberapa hadis otentik yang diriwayatkan mengenai hal itu, yang jika dijumlahkan, menaikkannya ke tingkat amalan yang disunnahkan.

Di antaranya, Imam Al-Syafi’i. Dalam kitabnya al-Umm (1: 264) menulis,” telah sampai kepada kita suatu riwayat bahwa doa tidak akan ditolak pada lima malam, yaitu malam Jumat, malam Idul Adha, malam Idul Fitri, malam pertama bulan Rajab, dan malam pertengahan Sya’ban. Aku merekomendasikan segala sesuatu yang berhubungan dengan malam-malam ini, tanpa ada kewajiban.”

Baca Juga  Awal Dominasi Madzhab Syafi’i di Tanah Air

Selain itu pula, banyak generasi pendahulu yang saleh yang juga beramal berdasarkan riwayat ini. Mereka sholat, bedoa, mengingat Allah, dan beribadah secara khusus di malam Nisyfu Sya’ban ini. Hal demikian sudah dilakukan oleh para pendahulu dan ada buktinya, sehingga tidak bisa ditolak.

Sedangkan, apa yang dipandang bid’ah oleh kebanyakan ulama adalah praktik-praktik yang berlebihan, tidak masuk akal, tidak seorang Imam pun yang merekomendasikannya. Seperti shalat berjamaah di masjid sebanyak seratus rakaat, membacakan surat al-Ikhlas berulang-ulang ribuan kali, yang di kritik Ibn Taymiyah dalam al-Fatawa al-Kubra (2:262). Imam Al-Nawawi juga mengkritik ibadah Nisyfu Sya’ban yang dilebih-lebihkan dengan menyalakan banyak lampu besar dan mewah oleh beberapa negeri di masanya, dalam kitab al-Majmu (2/177).

Praktik berlebihan dan tidak didukung oleh dalil yang otentik, yang dilaksanakan seolah-olah Nabi SAW melakukannya, itulah yang umumnya dinilai sebagai bid’ah. Hal demikian jarang terjadi di negeri kita, karena praktik ibadah kita selalu mendapat perhatian dan tuntunan dari para kyai dan ulama. 

Oleh karena itu, tidak ada yang patut diributkan. Setiap Muslim berhak memilih untuk melaksanakan shalat tambahan pada malam Nisyfu Sya’ban ataupun tidak, selama mengikuti tuntunan dari para imam yang shahih. Justru yang terpenting di antara keduanya ialah menghindari permusuhan. Jadi, jangan pernah membesar-besarkan masalah ini di luar apa yang dikatakan oleh para pendahulu kita yang shaleh dan ulama yang sah.

Kesimpulannya, kita harus menghindari argumentasi dan perselisihan tentang isu-isu sekunder dalam Islam seperti ini. Kontroversi seputar malam Nisyfu Sya’ban adalah masalah perbedaan ilmiah yang sah, masing-masing pihak mengutip bukti dan prinsip yang valid untuk mendukung mereka. Setiap Muslim harus memilih apa yang dia yakini sebagai pendapat yang lebih baik, dan mengejar kemuliaan bulan Sya’ban. Satu hal yang utama ialah menjaga hubungan persahabatan dengan kawan yang memiliki pandangan yang berlawanan. Jadi, jaga kedamaian di bulan Sya’ban, ya!

Selvina Adistia
Selvina Adistia
Redaktur Islamramah.co. | Pegiat literasi yang memiliki latar belakang studi di bidang Ilmu al-Quran dan Tafsir. Menuangkan perhatian besar pada masalah intoleransi, ekstremisme, politisasi agama, dan penafsiran agama yang bias gender.
Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.