Ajaran Toleransi Melalui Masjid

KhazanahHikmahAjaran Toleransi Melalui Masjid

Masjid merupakan bagian sentral Muslim dalam melakukan peribadatan sebagai upaya mendekatkan diri kepada Allah SWT. Akan tetapi, masjid tidak hanya difungsikan sebagai ritual peribadatan saja, tapi juga digunakan untuk pusat informasi jamaah. Selain itu, masjid juga berperan penting dalam keilmuan umat, baik keilmuan duniawi, maupun ukhrawi. Dalam mencapai Pembangunan Nasional, fungsi masjid juga dapat didayagunakan untuk membangun toleransi dan kedamaian sesama warga negara.

Pada dasarnya masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang toleran, menghargai perbedaan, dan berkeadaban. Negara Kesatuan Republik Indonesia yang telah dibentuk oleh para pendiri bangsa kita, tertanam benih-benih toleransi diantara penduduk Indonesia melalui lima mutiara dasar Pancasila, khususnya Ketuhanan Yang Maha Esa. Meski berbeda dalam banyak hal, semboyan Bhineka Tunggal Ika menjadi pegangan erat. Maka salah satu potret keragaman dan toleransi tampak jelas dengan simbol bangunan Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral.

Simbol kerukunan umat beragama di Tanah Air, ditandai banyak simbol tempat peribadatan yang berdampingan. Sebagaimana yang disampaikan Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah, Prof. Haedar Nashir (2021), masjid harus mampu merawat keragaman, simbolnya bintang Ketuhanan Yang Maha Esa. Karenanya, masyarakat kita yang beragam ini harus terus dijaga dan diperkuat dengan perilaku toleran kepada yang berbeda. Tanpa adanya sikap toleransi, maka persatuan dan kesatuan kita akan mudah dipecah-belah.

Muslim yang merupakan mayoritas di negeri ini, semestinya dapat mengembangkan dan mewujudkan sikap toleransi, salah satunya melalui dakwah di masjid. Saya tidak mengatakan penguatan iman tidak diperlukan, justru menjadi hal yang utama. Akan tetapi, realitas kehidupan kita yang beragam ini tentu membutuhkan penguatan lain. Sebab jika menolak orang-orang yang berbeda dengan kita, pasti tercerai-berai dan kita pun tidak dapat melakukan penguatan iman, meningkatkan keilmuan, dan kesejahteraan masyarakat.

Beberapa poin penting dalam rangka mewujudkan sikap toleransi sebagai salah satu lokus khutbah di masjid. Pertama dan yang paling utama, meningkatkan ketakwaan dan keimanan kita kepada Allah SWT. Dengan meningkatnya iman dan takwa, kebahagiaan umat terus mengalir dalam kehidupannya. Kedua, menghormati perbedaan mazhab dalam Islam. Karena sesungguhnya selagi tidak menyimpang dari rukun iman dan rukun Islam, apalagi shalat masih menghadap kiblat, maka wajib kita menghormatinya sebagai seorang Muslim. Hal ini juga berlaku dalam perbedaan agama. Kita ingin dihormati, tentu saja kita juga wajib menghormati penganut agama dan keyakinan lain.

Ketiga, tidak memandang rendah mazhab dalam Islam. Demikian juga tidak merendahkan penganut agama lain. Kita tidak ingin direndahkan, maka sebaliknya, orang lain juga tidak. Keempat, menoleransi peribadatan dari keyakinan atau agama yang berbeda. Keempat, tidak boleh memaksakan mazhab lain untuk ikut dengan mazhab yang kita yakini, apalagi sampai memaksakan orang yang beragama lain.

Baca Juga  Mentradisikan Tadarus Al-Quran di Bulan Ramadhan

Makna dari masjid adalah sujud. Tapi kemudian maknanya meluas menjadi bangunan khusus yang dijadikan orang-orang berkumpul dan melakukan aktivitas shalat berjamaah dan membumikan nilai-nilai Islam dalam kehidupan masyarakat (Nurcholish Madjid, 2004: 98-99). Sikap toleransi yang telah disebutkan di atas, merupakan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sosialnya.

Karena itulah masjid tidak hanya tempat shalat, berwudhu, dan bersuci, tapi juga berfungsi sebagai media dakwah kepatuhan kepada Allah SWT. yang salah satunya mengajarkan sikap toleransi, ramah, dan santun terhadap orang-orang yang berbeda. Jika tidak dapat melihat orang yang berbeda sebagai saudara seiman, maka lihatlah ia dengan kacamata saudara sebangsa dan setanah air. Jika tidak mampu juga, maka lihatlah bahwa ia juga manusia, saudara sesama manusia yang juga ciptaan-Nya.

Karena dewasa ini, banyak oknum yang memanfaatkan masjid sebagai media persekutuan dan perpecahan akibat politik kekuasaan. Demi menang dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), Pemilihan Umum (Pemilu), dan seterusnya, mereka rela mengorbankan kesucian masjid dengan mengisi khutbah dan ceramah-ceramahnya yang mengandung kebencian, perlawanan, dan permusuhan terhadap sesama.

Bahkan saat Pilkada DKI Jakarta pada Tahun 2017 yang lalu, beberapa masjid di Jakarta turut berkampanye salah satu paslon—yang akhirnya berhasil dimenangkan—mengafirkan dan memusuhi Muslim yang tidak sejalan dengan pilihan politiknya. Celakanya, jenazah seorang Muslim yang memilih salah satu paslon lain, yang tidak sesuai dengan pilihannya, tidak boleh diurus dan dishalatkan dalam masjid. Sungguh ironis dan tidak berperikemanusiaan. Apalagi jenazah seorang Muslim yang semestinya harus secepatnya diurus, dishalatkan, dan di kubur sebagai kewajiban kolektif (fardhu kifayah).

Gara-gara politik, semua buyar dan nilai-nilai Islam ternodai. Beberapa oknum politikus berani memanfaatkan masjid sebagai media efektif mereka berkampanye dan bernarsis ria seraya menjatuhkan lawan-lawan politiknya. Masjid tidak lagi difungsikan sebagai sikap tunduk dan patuh kepada Allah SWT. tapi kepada politisi demagogi yang setelah kemenangannya, mereka lupa terhadap kemakmuran masjid.

Karena itulah, keberagaman dan kemajemukan sebagai fakta realitas sosial, masjid dapat menjadi salah satu media utama yang mengajarkan toleransi paling efektif dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Muslim. Perbedaan apapun itu, hendaknya tidak menimbulkan perpecahan. Justru sebaliknya, karena perbedaan merupakan sunnatullah, perbedaan menjadi pendorong agar lebih memperkuat persaudaraan, kerukunan, dan persatuan bangsa Indonesia dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika. []

Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.